Dalam beberapa hari belakangan ini pencinta sepak bola Indonesia cukup berbahagia karena pembekuan terhadap PSSI oleh menpora telah dicabut. Kemudian dilanjutkan oleh pencabutan sanksi terhadap sepak bola Indonesia oleh FIFA.
Tetapi kita perlu mengkaji hal tersebut, apakah sudah ada perubahan di sepak bola Indonesia sehingga pembekuan dicabut oleh menpora?
Atau sanksi ini hanya sekadar sensasi supaya sang pemberi sanksi dianggap sebagai pahlawan yang akan memperbaiki sepak bola Indonesia dan mencabut sanksi ketika sudah puas berperan sebagai pahlawan?
Selain pencabutan sanksi, publik dibuat berharap atau mungkin juga geleng-geleng kepala sambil tersenyum sinis dengan rencana menpora Imam Nahrawi untuk menunjuk Jose Mourinho sebagai pelatih timnas Indonesia.
Kita tidak tahu apakah ini hanya sekadar mencari sensasi di tengah carut marutnya sepak bola Indonesia atau tidak. Biarkanlah waktu yang menjawab.
Tetapi dari rencana tersebut kita perlu mengkaji lagi apakah hal tersebut dibutuhkan oleh sepak bola Indonesia saat ini?
Apakah penunjukan seorang Jose Mourinho akan memberi dampak yang signifikan terhadap kemajuan persepakbolaan Indonesia? Dengan gaji yang mencapai 250 miliar rupiah, bukankah lebih bijak jika uang tersebut digunakan untuk hal lain?
Kenapa uang sebanyak itu tidak dimanfaatkan untuk pembinaan pemain muda? Bukankah hal itu lebih dibutuhkan oleh sepak bola Indonesia saat ini?
Mari kita kaji kedua hal ini, Mourinho sebagai pelatih timnas Indonesia atau pembinaan pemain usia muda?
Jose Mourinho sebagai pelatih timnas Indonesia
Kita tidak bisa memungkiri jika Mourinho adalah salah satu pelatih terbaik di dunia saat ini. Berbagai prestasi sudah diraih olehnya. Selalu meraih gelar juara liga bersama tim yang dilatihnya ditambah dengan dua gelar Liga Champions adalah bukti kehebatan Mourinho.
Dengan pengalaman yang dimilikinya, Mourinho mungkin bisa menempa pemain-pemain timnas Indonesia jadi lebih baik. Mungkin Mourinho juga bisa membawa timnas berprestasi di tingkat Asia Tenggara bahkan Asia. Mourinho bisa menjadi jawaban instan untuk membangkitkan sepak bola Indonesia dari keterpurukan.
Tetapi jika hal itu terjadi, berapa lama hal itu akan bertahan? Apa yang akan terjadi jika Mourinho meninggalkan timnas?
Atau yang terburuk Mourinho sama sekali tidak bisa membawa timnas ke arah lebih baik. Karena pada dasarnya Mourinho juga manusia biasa, kegagalan bersama Chelsea musim ini adalah buktinya.
Pembinaan pemain usia muda
Sebenarnya untuk pembinaan pemain muda Indonesia sudah cukup baik, jika dilihat dari beberapa tahun ke belakang, ada beberapa nama pemain muda yang cukup mencuat seperti Irvin Museng yang bersinar di Danone Nations Cup dan sempat menimba ilmu di tim junior Ajax Amsterdam.
Lalu Syamsir Alam yang juga bersinar di Danone Nations Cup dan tim SAD Indonesia yang dikirim ke Uruguay sehingga dia direkrut oleh beberapa tim luar negeri seperti Penarol, CS Vise, dan DC United.
Yang terbaru ada generasi Evan Dimas dkk yang bisa melepaskan dahaga publik akan rasa haus terhadap gelar juara dengan persembahan gelar Juara AFF U-19 dan lolos ke Piala Asia U-19.
Tetapi permasalahan terjadi ketika para pemain muda tersebut beranjak ke level senior, Irvin Museng memutuskan pensiun dini. Syamsir Alam permainannya tidak sebagus ketika dia berada di level junior.
Kita tidak mengetahui secara pasti apa yang menyebabkan hal itu terjadi tetapi yang pasti ada yang salah dengan sistem pembinaan pemain muda di Indonesia sehingga membuat para pemain muda ini melempem ketika memasuki level senior.
Beberapa hal ini mungkin bisa menjadi solusi terhadap permasalahan seperti setiap klub di Indonesia harus mempunyai akademi sepak bola yang berjenjang sesuai tingkatan umur, La Masia bisa menjadi salah satu kiblat untuk hal ini.
Pembentukan liga yang berjenjang dan profesional juga perlu dilakukan. Kita bisa mencontoh liga-liga di Eropa yang mempunyai kompetisi sesuai tingkatan umur.
Pembuatan fasilitas latihan dan berbagai alat pendukungnya juga sangat dibutuhkan pembinaan pemain muda. Jika kita bermain game Football Manager, youth facilites harus mencapai level top agar kita bisa mendapatkan pemain muda dengan potensi terbaik.
Selain itu juga perlu adanya pembentukan mental atau karakter dari setiap pemain muda untuk menghadapi setiap tekanan yang akan mereka hadapi nanti terutama ketika beranjak ke level senior.
Sebagai studi banding dalam hal pembinaan pemain muda, kita bisa mencontoh Spanyol dan Jerman, peraih gelar Juara Piala Dunia dua edisi terakhir.
Spanyol dengan bertumpu kepada La masia dan Madrid Castilla sebagai tonggak mereka meraih kesuksesan. Dan Jerman yang gagal melewati fase grup Euro 2000 melalui DFB langsung mewajibkan seluruh klub untuk memiliki akademi sendiri.
Sehingga kedua negara tersebut sekarang memiliki begitu banyak pemain muda berbakat, yang siap menjadi tumpuan untuk tim nasionalnya masing-masing. Kedua negara ini jadi bukti sahih jika kesabaran akan mengantarkan kita kepada kesuksesan.
Jadi kita tinggal memilih dengan cara mana sepak bola Indonesia ingin sukses, semua itu tergantung mau dibawa ke arah mana sepak bola Indonesia ini.
Semoga harapan dan kebahagiaan kita terhadap sepak bola Indonesia beberapa hari terakhir bukan hanya ilusi belaka yang akan hilang seiring berjalannya waktu.