Apakah Timnas Indonesia Layak Marah pada Vietnam dan Thailand?

timnas indonesia u-19
Kompaknya Timnas Indonesia U-19 pada Piala AFF U-19 tahun 2022.

Meski menang besar atas Myanmar di laga terakhir grup A Piala AFF U-19 2022, Indonesia gagal lolos ke semifinal karena aturan head to head, Sementara di laga penentu lain, laga Vietnam dan Thailand menjadi sorotan sebab seolah bermain aman agar kedua tim lolos menyingkirkan Indonesia. Lantas apakah kita layak marah ke tim lain karena kegagalan diri sendiri?

Aturan head to head sendiri sebenarnya juga diterapkan saat gelaran Piala AFF U-23 pada Februari 2022 di Kamboja. Aturan ini menjadi prioritas untuk menentukan tim yang lolos jika memiliki poin yang sama. Maka, ketika Vietnam, Thailand, dan Indonesia sama-sama mengoleksi 11 poin, ketiganya dikumpulkan dalam satu klasemen kecil untuk penentuan dua teratas.

Karena ketiga tim sama-sama bermain seri ketika bertemu, maka produktivitas gol menjadi penentu. Indonesia yang hanya mampu bermain tanpa gol saat melawan Thailand dan Vietnam harus tersingkir karena dua lawannya mendapat hasil seri 1-1 di laga terakhir.

Laga Vietnam versus Thailand sendiri berjalan agresif dengan determinasi tinggi. Saling serang antar keduanya berbuah gol lebih dulu untuk Thailand di menit 72 yang tak berselang lama Vietnam membalas dengan gol di menit 76.

Pasca papan skor berubah menjadi seri 1-1, permainan kedua tim berubah total. Tak ada progresi serangan atau pressing ketat di antara keduanya. Vietnam memainkan bola di daerah pertahanan sendiri hingga wasit meniup peluit panjang. Tudingan melanggar sportsmanship, fair play, dan praktik sepak bola negatif langsung dilayangkan kepada Vietnam dan Thailand oleh suporter Garuda Muda.

Apa yang dilakukan Vietnam dan Thailand bisa jadi merupakan strategi mereka agar tetap lolos sekaligus menyingkirkan Indonesia sebagai pesaing kuat dan tim tuan rumah. Masuk akal jika memikirkan kondisi yang dialami oleh mereka. Meskipun, permainan “aman” yang dilakukan oleh kedua tim tersebut memang mengecewakan.

BACA JUGA:  PSSI Jangan Malas!

Hal serupa sebenarnya pernah terjadi di kontes Piala Dunia U-18. Saat itu, Jepang yang di ambang lolos dari fase grup tiba-tiba bermain pelan dan aman saat laga terakhir kontra Polandia karena menghindari risiko mendapat kartu kuning. Ya, kala itu agregat fair play yang ditentukan dengan jumlah kartu menjadi aspek penentu jika terdapat tim yang memiliki poin sama.

Jepang akhirnya lolos menyingkirkan Senegal yang punya koleksi kartu lebih banyak. Mereka melaju ke babak selanjutnya, usai memainkan bola di daerah sendiri sejak laga menginjak menit 82. Sontak, kritik tajam dilontarkan oleh Mark Lawrenson, eks pemain Liverpool dan Leon Osman, mantan penggawa Everton. Keduanya bahkan menyebut cara bermain Jepang adalah yang terburuk dan menjadi lelucon.

Sementara perangkat aturan yang sama juga pernah menguntungkan Indonesia saat gelaran Sea Games 2013. Kala itu, Indonesia berhasil lolos ke semifinal setelah menundukkan Myanmar dengan skor tipis 1-0. Indonesia unggul head to head atas Myanmar yang sama-sama mengoleksi tujuh poin. Pelatih Myanmar saat itu, Park Sung-hwa bahkan mengaku tidak tahu jika turnamen menggunakan aturan head to head.

Kasus-kasus tersebut sejatinya dapat menjadi refleksi untuk menyikapi kejadian di Piala AFF U-19 2022. Permainan Vietnam dan Thailand memang mengecewakan. Namun, persoalan lolos atau tidaknya Timnas Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab tim itu sendiri.

Kegagalan kita lolos adalah akibat dari hasil imbang yang diraih kala bersua Vietnam dan Thailand di laga sebelumnya. Lebih dari itu, masih banyak PR untuk timnas kita dari segi pembinaan, infrastruktur, sistem kompetisi berjenjang, dan segudang masalah lain yang menjadi tanggung jawab federasi dan menjadi perhatian segenap insan sepakbola tanah air.

BACA JUGA:  Transfer Ilmu Tak Harus dengan Naturalisasi

Jika aturan head to head terasa tidak adil, maka sudah sepatutnya menjadi evaluasi dan membutuhkan pembenahan dari AFF selaku federasi yang menaungi kompetisi di ASEAN. Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong juga menyebutkan bahwa aturan tersebut memang sedikit aneh karena masih dipertahankan oleh AFF. Aturan tetaplah aturan yang harus tegak selama kompetisi dijalankan. Jika ternyata masih terdapat kelemahan, penyempurnaan dan pembaruan sangat mungkin untuk dilakukan. Lagi pula, regulasi yang baik adalah yang relevan dengan perkembangan zaman.

Terlepas dari itu semua, hasil harus diterima dengan lapang dada. Selanjutnya, tugas kita adalah mengawal perkembangan para penggawa agar mampu konsisten dan menjadi lebih baik kedepannya. Tepuk tangan dan apresiasi setinggi-tingginya untuk para pejuang muda kita. Jalan masih panjang dengan usia yang masih sangat muda. Terus berjuang Garuda Muda, semoga mampu terbang tinggi di kompetisi-kompetisi selanjutnya, terutama saat Piala Dunia U-20 2023.

Komentar