Saat mendengar nama-nama seperti Maulwi Saelan, Ronny Pasla, Eddy Harto, sampai Hendro Kartiko, pastilah terbersit kiper-kiper hebat asal Indonesia di benak kita. Pasalnya, kiprah mereka di lapangan hijau, baik bersama kesebelasan-kesebelasan yang ada Tanah Air maupun tim nasional Indonesia memang memukau. Kini, berselisih belasan tahun dari kiprah nama-nama tersebut, Andritany Ardhiyasa coba mengikuti jejak.
Sebetulnya, posisi kiper di ranah sepakbola bukanlah primadona. Alih-alih menjadi orang terakhir yang harus jatuh bangun menghalau tembakan lawan, bermain sebagai gelandang atau penyerang dirasa lebih seksi.
Kita sendiri, kala gemar bermain sepakbola bersama teman-teman, pasti lebih memilih jadi outfield player ketimbang kiper. Maka jangan heran bila teman-teman sebaya yang postur tubuhnya gemuk selalu didapuk menjadi penjaga gawang.
Meski sering dipandang remeh, tapi para kiper juga bisa menjadi penyelamat yang dinantikan kehadirannya. Berkat refleks, kecermatan dan kepiawaian dalam menggagalkan eksekusi lawan, mereka berhasil menjaga gawangnya tidak kebobolan seraya menghadirkan hasil positif bagi timnya.
Andritany sendiri menapaki dunia sepakbola bersama ASIOP Apacinti medio 2005 silam. Saat itu, usianya baru 14 tahun. Ia kemudian hijrah ke SKO Ragunan sebelum akhirnya menimba ilmu di Persib Bandung dan Pesik Kuningan. Bareng tim yang disebut terakhir pula, Andritany resmi terjun ke kancah sepakbola profesional.
Pada tahun 2009 atau masih berada di bangku SMA, ia direkrut oleh Sriwijaya FC yang dibesut oleh Rahmad Darmawan. Andritany dipinang sebagai kiper darurat sebab dua penjaga gawang Laskar Wong Kito kala itu yakni Ferry Rotinsulu dan Aprianto sedang dibebat cedera. Praktis, hanya Dede Sulaiman yang dapat diandalkan sang pelatih di bawah mistar.
“Saya tak bisa mengandalkan Dede seorang buat mengarungi sisa kompetisi. Oleh karena itu saya meminta pihak manajemen mendatangkan kiper baru sebagai pelapis dan pilihannya jatuh kepada Andritany”, jelas Rahmad seperti dilansir Kompas.
Sadar bahwa posisinya hanya pelapis, tak ada target muluk yang ditetapkan Andritany. Namun hasil latihan kerasnya terjawab pada 23 Januari 2010. Dalam laga kontra Persik Kediri di Stadion Gelora Sriwijaya, ia dipercaya turun sebagai penjaga gawang sedari sepak mula. Performa yang ia tunjukkan cukup baik kendati gagal menghadiahkan kemenangan untuk Sriwijaya FC lantaran laga berkesudahan 1-1.
Momen spesial itu bikin Andritany semakin terpacu untuk jadi kiper dengan kemampuan eksepsional dan kelak bisa membela timnas Indonesia. Namun perjalanan kariernya di Sriwijaya FC sungguh berliku. Presensi Ferry membuat ia sulit menjadi pilihan utama. Bagol, sapaan akrabnya, lantas hengkang dari kota Palembang untuk mudik ke Jakarta.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Persija Jakarta jadi klub yang menawarinya kesempatan bergabung. Tanpa tedeng aling-aling, Andritany mengiyakan hal tersebut dan ia pun resmi masuk ke dalam skuad Macan Kemayoran di musim 2010 sebagai kiper ketiga setelah Hendro dan Roni Tri Prasnanto.
Meski tak mendapat posisi inti, tapi kebersamaan dengan Hendro dan Roni Tri, bahkan di putaran kedua Persija merekrut Yandri Pitoy sebagai amunisi baru, memberi peluang kepada Andritany untuk belajar sebanyak-banyaknya dari para kiper kawakan. Sebuah momen yang sampai sekarang disyukurinya.
Duduk di bangku cadangan memang menjemukan. Namun hal itu dijalani Andritany dengan penuh antusiasme. Sampai akhirnya, debut bersama Macan Kemayoran ia dapatkan di laga kontra Persiram Raja Ampat pada 11 Desember 2011. Manisnya, Andritany mewarnai debut itu dengan raihan kemenangan plus tak kebobolan.
Seiring waktu, aksi-aksi memikat terus dipamerkan oleh Andritany kala diberi kesempatan bermain. Ia dipandang sebagai sosok paling kapabel buat menggantikan Hendro dan Yandri. Benar saja, ketika Iwan Setiawan dilantik sebagai pelatih anyar pada tahun 2013 silam, Andritany diserahi mandat sebagai penjaga gawang inti Persija.
Sebagai putra asli Jakarta, ada kebanggaan tersendiri di dada Andritany kala mengenakan seragam Macan Kemayoran. Lebih jauh, kesetiaannya bagi klub yang berdiri tahun 1928 ini pun luar biasa. Saat para pemain lain memilih pergi gara-gara manajemen menunggak gaji, Andritany berikrar setia kepada Persija. Tak heran kalau The Jak, kelompok suporter Persija amat mengaguminya.
Waktu berputar, pelatih dan rekan setim datang silih berganti, tetapi posisi Andritany di bawah mistar Macan Kemayoran tetap awet. Eksistensinya krusial untuk perjalanan Persija di kancah sepakbola Indonesia. Termasuk saat menggondol trofi Liga 1 pada musim 2018 silam. Gelar yang sudah diidam-idamkan seluruh elemen yang ada di tubuh Persija selama belasan tahun.
Penampilan konsistennya bersama Persija juga yang mengantar Andritany mengecap penampilan di timnas Indonesia. Hingga saat ini, sosok setinggi 178 sentimeter ini sudah mengemas 18 caps bareng tim senior. Dirinya pun pernah mengenakan ban kapten di level timnas.
Untuk mendapatkan posisi penjaga gawang utama, baik di level klub maupun timnas, Andritany tak hanya bertarung dengan kiper-kiper bagus lainnya seperti Awan Seto, Muhammad Ridho, Nadeo Argawinata sampai Shahar Ginanjar.
Pemain yang identik dengan nomor punggung 26 ini juga harus bergelut melawan cedera. Mulai dari cedera ringan sampai cedera parah yang membutuhkan operasi untuk penyembuhan.
Salah satu cedera yang dialami Andritany dan sulit kita lupakan adalah retaknya tulang penyangga mata akibat berbenturan dengan pemain lawan saat memperkuat timnas medio 2018 kemarin. Akibat cedera itu, ia dipaksa menepi sekurang-kurangnya dua bulan. Tatkala dinyatakan sembuh dan diizinkan merumput, Andritany diwajibkan memakai topeng pelindung wajah.
Selain itu, Andritany juga pernah mengalami patah tangan kiri. Cedera ini dideritanya gara-gara bertabrakan dengan pemain Borneo FC, Terens Puhiri, kala membela Persija dalam lanjutan Piala Indonesia 2019. Lagi-lagi, waktu yang dibutuhkannya untuk pulih sekitar dua bulan.
Menurut saya pribadi, Andritany adalah kiper yang sangat berani. Berulangkali ia mengambil keputusan yang di luar dugaan dan berpotensi membuat dirinya cedera. Entah dalam duel-duel udara atau merebahkan diri dan menyusur tanah. Namun semua itu dilakukan Andritany buat melindungi gawangnya dari serbuan lawan. Sebuah bukti kalau ia siap berkorban apa saja demi tim yang diperkuatnya.
Andritany memang bukan penjaga gawang terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Namun apa yang diperlihatkannya selama ini membuatnya pantas dimasukkan ke dalam daftar kiper-kiper tangguh yang dihasilkan Ibu Pertiwi. Sampai kapanpun, ia bakal mendapat tempat khusus di hati pendukung Persija dan timnas Indonesia.