Johan Cruyff dan Makna Paskah

Bagi beberapa golongan di umat Nasrani, ada yang beranggapan bahwa Paskah lebih esensial ketimbang Natal. Sederhananya, Paskah memaknai peristiwa penting dalam titik kehidupan Yesus, sang Anak Allah sebagai bukti nyata bahwa Ia benar-benar perwujudan citra Allah dalam rupa manusia. Paskah memaknai fase penting tersebut.

Memaknai Yesus yang menggelar perjamuan terakhir dengan para rasul-Nya. Memaknai hari pensaliban-Nya di bukit Golgota dan nyawa-Nya yang dijemput Allah.

Memaknai kesedihan dan duka mendalam para pengikutNya selepas kematianNya yang syahdu di tiang salib. Dan puncaknya, pada Minggu Paskah, Ia dibangkitkan oleh Allah. Di hari ketiga, Ia bangkit dari kubur dan menunjukkan diri kepada rasul-rasul dan para pengikut-Nya. Yesus, Sang Anak Allah, bangkit pada hari ketiga. Di hari Paskah yang agung.

Nasrani merayakan masa Pra-Paskah hingga menjelang masa Paskah nanti sebagai masa berkabung, refleksi diri, hingga perayaan akan kebangkitan Yesus yang rela mati di tiang salib untuk menebus dosa manusia. Dengan titik sakral dalam perayaan Paskah itu pula kita seharusnya mengenang warisan agung Johan Cruyff untuk sepak bola dunia.

***

Perayaan Paskah tahun ini beriringan dengan kabar duka yang menyergap dan sangat tiba-tiba mengusik sanubari. Legenda terbesar sepak bola Belanda, juga salah satu yang terbaik di dunia, Johan Cruyff, menghembuskan nafas terakhirnya Kamis (24/3).

Mudah saja seluruh dunia menumpahkan kesedihan mendalam untuk Cruyff. Ia bapak dari sepak bola atraktif. Cruyff yang mengawali cerita bahwa sepak bola bukan hanya pertandingan, tapi juga permainan. Cruyff lebih dari sekadar pemain sepak bola. Ia pionir. Ia meninggalkan warisan dalam cetak biru sejarah sepak bola Belanda dan dunia yang semuanya tengah kita nikmati saat ini.

Ia menggagas sebuah akademi sepak bola yang merupakan salah satu yang terbaik di dunia saat ini, La Masia. Tanpa gagasan Cruyff, niscaya kita tidak menemui Carles Puyol, Gerard Pique, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, Sergio Busquets, hingga Pep Guardiola.

Tanpa Cruyff, Lionel Messi tidak akan hadir di Catalan dan menemukan hegemoni yang agung di sana. Tanpa Cruyff, Barcelona tidak akan ada di titik saat ini. Dan tanpa Cruyff, mungkin saja, Spanyol tidak akan dominan di Eropa dan dunia dengan tiki-takanya.

BACA JUGA:  Corona dan Sepakbola yang Tak Lagi Sama

Seorang kawan, bertanya suatu waktu, “Bagaimana bisa kita mengidolai pemain bola yang kariernya berlangsung saat kita belum lahir?”

Bagi saya, jawabannya sederhana. Apa yang kita lihat sekarang, kita tonton dan amati serta analisis tiap pekannya, adalah warisan dari sesuatu yang hebat yang pernah terjadi sebelum ini. Itulah kenapa tulisan soal sepak bola akan terus ada dan menjadi warisan yang kekal.

Itulah kenapa kanal-kanal video di Youtube akan menyajikan ragam liukan indah Pele, gol tangan Tuhan Maradona hingga putaran Cruyff. Itulah kenapa, dengan segala kemajuan zaman, warisan sepak bola mampu dihadirkan kembali lewat sebuah karya yang diingat dunia. Dan Cruyff, salah satu yang berjasa besar membangun itu.

***

Ketika menulis tentang Cruyff sekitar Oktober tahun lalu, saya menemui kesulitan yang sama seperti dijelaskan di atas. Bagaimana membuat sebuah tulisan fitur tentang sesosok pemain yang kariernya berlangsung di saat kita belum lahir? Jawabannya muncul dalam jurnal dan beberapa esai pendek yang merangkum dengan jelas dan faktual mengenai beberapa pemain dari masa silam.

Cruyff, misalnya. Membaca beberapa esai pendek yang mengulas tentang beliau ibarat membaca lembar demi lembar buku filsafat. Cruyff percaya bahwa sepak bola begitu sederhana dan kesederhanaan itu yang membuat sepak bola menjadi indah.

Apa yang mungkin diajarkan Guardiola saat ini, adalah buah pemikiran Johan Cruyff yang dituangkan dengan baik selama masa baktinya di Barcelona.

Dalam beberapa esai pendek, pria legendaris Belanda ini digambarkan sebagai sosok karismatik yang membuat seluruh tim Belanda bergerak pada poros yang berpusat padanya.

Konon, Rinus Michels pun memberi mandat khusus bagi Cruyff untuk mengatur strategi dan taktik di atas lapangan pada saat pertandingan. Pemilik nomor punggung 14 ini bukan sosok biasa di dunia sepak bola.

Pele menggebrak dunia pada usia belia untuk memenangi Piala Dunia pertamanya. Maradona menggoyang Inggris dengan gol culas dan giringan bola mautnya dari tengah lapangan. Franz Beckenbauer menghempaskan skuat emas Belanda di Final 1974 dengan semangat militansi khas tim Panser.

BACA JUGA:  Menyoal Pilihan Cristiano Ronaldo

Tapi Johan Cruyff? Ia jauh lebih berharga dari segala trofi atau gelar yang ada di dunia sepak bola. Ia revolusioner. Ia laksana Che Guevara bagi sepak bola. Kita harus mencetak besar-besar foto wajahnya di dalam kaus-kaus dan memakainya dengan penuh kebanggaan sebagai penghormatan pada  salah satu sosok pesepak bola terbaik pada masanya.

***

Kalau narasi Paskah dan segala cerita kebangkitan Yesus adalah benar adanya, sudah seharusnya saya ikut berharap bahwa pada hari ketiga nanti, di Minggu Paskah yang ceria, Cruyff bangkit dari kuburnya dan menjadi sosok baru bagi sepak bola modern saat ini.

Cruyff ada untuk membuat sepak bola sebagai sebuah permainan yang menyenangkan, menggembirakan dan membahagiakan. Ia bermain untuk sebuah minat yang besar. Ia mungkin tak romantis, tapi karena dia kita bisa melihat tim-tim yang bermain menarik seperti Barcelona dan Bayern Munchen saat ini.

Dewasa ini, ketika sepak bola dimainkan untuk sebuah hasil dan bukan proses, di titik itulah seharusnya kita sadar bahwa kita merindukan Johan Cruyff. Ia bukan sosok pragmatis. Whoever has the ball, can win the game. Sesederhana itu, bagi Cruyff. Ketika memiliki bola, kita tidak akan sibuk memikirkan akan memarkir sebuah bus, seonggok truk usang atau sebuah tank militer yang besar di depan gawang.

Sepak bola tidak dimainkan dengan cara itu, bagi Cruyff. Ia mungkin seorang moralis sepak bola. Sepak bola penuh resikonya, total voetball, membuatnya tidak memenangi satu gelar Piala Dunia pun selama kariernya. Tapi, dunia akan mengingat Cruyff. Ia tidak lebih besar dari sepak bola, tapi ia sama besarnya dengan sepak bola itu sendiri.

Di satu sudut di surga sana, Tuhan membangunkan sebuah lapangan hijau berisi banyak orang memainkan sepak bola dengan cara atraktif dan menyenangkan. Di dalam lapangan itu, dengan gurat senyum bahagianya, dengan kanker yang sudah hilang bersama dengan hembusan nafas terakhirnya, Johan Cruyff memainkan sepak bolanya dengan gembira.

Happy Easter, Johan. Play in peace.

Komentar
Penulis bisa dihubungi di akun @isidorusrio_ untuk berbincang perihal banyak hal, khususnya sepak bola.