Seperti yang diperkirakan, manajer Lazio, Stefano Pioli membuat kejutan dalam starting line–up yang diturunkannya pada laga final Coppa Italia kali ini. Pada saat sesi latihan Lazio menjelang final, mereka menutup akses media dan fans terhadap kegiatan latihan yang mereka lakukan. Ini menimbulkan banyak spekulasi terhadap kejutan taktik yang mungkin digunakan oleh Pioli.
Singkat cerita, beberapa perubahan dilakukan oleh Pioli. Pertama, ia memutuskan untuk memainkan pola dasar 3-4-3 yang tidak biasa digunakannya. Kedua, ia melakukan banyak perubahan pada starting XI Lazio. Stefano Mauri yang merupakan salah satu pilihan reguler di posisi gelandang serang, yang juga kapten utama Lazio, tidak dimainkan. Pioli lebih memilih untuk memainkan sepasang pemain no. 6 ketimbang memainkan Mauri yang terbiasa bemain di pos no. 10. Lucas Biglia, salah satu gelandang no. 6 Lazio yang cedera, digantikan oleh Danilo Cataldi. Senad Lulic, pemain Bosnia, dimainkan sebagai gelandang kiri. Sementara di lini belakang, Santiago Gentiletti mendapatkan kesempatan menjadi starter dalam formasi tiga pemain belakang bersama Stefan de Vrij dan Stefan Radu.
Dari Juventus, tidak ada kejutan berarti. 3-5-2 yang merupakan salah satu pilihan pola dasar milik Massimiliano Allegri mendapatkan giliran tampil kali ini. Seperti yang Anda bisa lihat dalam gambar di atas, tiga pemain belakang Juventus adalah para pemain reguler yang biasa menjadi starter ketika Juventus bermain dengan pola tiga bek. Di tengah, Paul Pogba memainkan laga keduanya setelah cedera panjang lebih dari tujuh pekan. Satu-satunya kejutan – setidaknya bagi saya sendiri – adalah keputusan Allegri untuk memainkan Fernando Llorente ketimbang Alessandro Matri.
Jalannya Pertandingan
Baik Juventus maupun Lazio merupakan dua tim yang mampu bermain rapi dan konsisten di sepanjang musim ini. Pertukaran posisi antar pemain kedua tim tersebut tergolong cair dan disiplin. Saat seorang pemain meninggalkan posisinya untuk melakukan pressing atau menyerang area tertentu dari lawan, pemain lain yang terdekat akan segera mengisi posisi yang ditinggalkan. Dalam fase menyerang, kedua tim juga terlihat berhasil memaksimalkan pemain-pemain yang mampu bergerak maupun menciptakan kombinasi one-two passing yang cepat. Lini depan Juventus sangat terbantu oleh pengambilan posisi Carlos Tevez (serta Alvaro Morata, bila ia bermain), sementara Lazio sangat mengandalkan interchanging serta kemampuan individu Antonio Candreva dan Felipe Anderson.
Berikut sedikit gambaran bagaimana pergerakan pemain-pemain Lazio di area sayap, tengah, dan halfspace (area antara sayap dan area tengah).
Bila memungkinkan, Lazio lebih memilih untuk membangun (build–up) serangan dari belakang. Saat fase build–up dilakukan, salah satu dari Marco Parolo atau Danilo Cataldi akan turun ke bawah sejajar dengan lini belakang. Hal ini bertujuan untuk membantu lini belakang mengalirkan bola ke area depan tanpa harus melakukan umpan-umpan jauh yang berisiko gagal lebih besar dibandingkan umpan-umpan pendek. Keduanya merupakan sepasang no. 6 yang pada saat fase menyerang lebih banyak bertindak sebagai pendukung (supporting) dengan tugas utama untuk melakukan ball recovery (mengambil bola liar setelah terjadi perebutan bola) maupun menyediakan jalur umpan bila lini depan Lazio harus melakukan backpass ke area belakang karena tidak adanya akses ke kotak penalti Juventus. Baik Parolo maupun Cataldi lebih banyak berpatroli di luar kotak penalti lawan.
Karena Lazio bermain dengan empat gelandang – dua di sayap dan dua di tengah, sementara Juventus bermain dengan tiga gelandang tengah, secara alami Juventus memiliki superioritas jumlah di area tengah. Untuk mengatasi hal ini, kedua gelandang sayap Lazio (Dusan Basta dan Senad Lulic) banyak melakukan pergerakan ke halfspace dan area tengah. Hal ini ditujukan untuk mencegah Juventus menguasai area tengah hanya karena mereka unggul kuantitas. Pergerakan Basta dan Lulic ini – terutama saat fase menyerang – juga berpotensi membuat lawan bingung dan out of position karena saat serangan Lazio mendekati area penalti Juventus, dua penyerang sayap Lazio (Antonio Candreva dan Felipe Anderson), akan melakukan pertukaran posisi dengan Basta dan Lulic. Dalam diagram di atas hal ini ditunjukan oleh garis titik yang menghubungkan dua gelandang sayap dengan dua penyerang sayap Lazio.
Dengan mengambil posisi di halfspace dan tengah, ketika lazio menguasai bola, Basta memungkinkan Lazio untuk tetap berada dalam bentuk yang rapat secara horizontal. Pada gilirannya, hal ini memungkinkan Lazio untuk mempertahankan penguasaan bola dan mengatasi inferioritas jumlah pemain.
Di lini depan, pertukaran posisi paling sering dilakukan oleh Candreva dan Felipe Anderson. Keduanya bergantian mengisi area sayap serta area no. 10 di zona 5 pertahanan Juventus (sama dengan zona 14 area serang Lazio). Pertukaran posisi antara salah satu dari kedua penyerang sayap dengan Miroslav Klose terjadi ketika Juventus berada dalam fase build–up dari belakang dan Andrea Pirlo coba menjemput bola di sepertiga pertahanan Juventus. Salah satu dari ketiganya – siapapun yang terdekat – akan bertugas untuk menempel Pirlo.
Fase ketika Lazio melakukan build–up dari belakang bisa disebut sebagai fase pertama. Pada saat Lazio berada dalam fase pertama, Juventus akan coba menerapkan pressing dengan menggunakan Carlos Tevez dan Fernando Llorente sebagai presser utama. Bila Lazio mampu lolos dari fase ini dan serangan mereka mulai masuk ke area tengah (middle third), pemain-pemain Juventus lebih memilih untuk mempertahankan bentuk bertahan daripada harus lakukan pressing dengan intensitas tinggi yang berpotensi menyebabkan kerusakan bentuk. Bila bola berhasil direbut, Juventus akan melakukan serangan balik yang cepat. Sebagai tambahan, pertandingan ini sendiri berlangsung dalam tempo yang lumayan cepat. Sesuatu yang jarang Anda temui dalam kebanyakan pertandingan liga Italia.
Berikut ilustrasi sederhana serangan Juventus:
Perbedaan skema serangan Juventus dengan Lazio tampak dalam ilustrasi di atas. Kedua wingback Juventus (Stephan Lichtsteiner dan Patrice Evra) tidak menempati halfspace sesering yang dilakukan oleh kedua gelandang sayap Lazio. Baik Lichtsteiner maupun Evra lebih banyak bergerak di area sayap. Kalaupun mereka melakukan inversi (bergerak diagonal dari sayap ke area yg lebih tengah), hal itu hanya akan mereka lakukan saat berada sangat dekat atau di dalam kotak penalti melalui celah (channel) antara dua pemain bertahan Lazio.
Andrea Pirlo yang banyak dijaga oleh pemain-pemain depan Lazio tidak terlalu sering turun ke bawah menjemput bola. Alasan Lazio melakukan penjagaan seperti ini sudah jelas adalah untuk menghambat kreativitas Pirlo dalam menyebar umpan. Pirlo sendiri, seperti yang diungkapkan dalam autobiografinya, sangat tidak menyukai lawan yang bermain dengan cara ini. Dalam satu atau dua improvisasi, Paul Pogba atau Arturo Vidal sesekali menggantikan posisi Pirlo sebagai penjemput bola.
Bola kemudian diarahkan secepatnya ke depan, kepada salah satu dari Carlos Tevez atau Fernando Llorente. Dalam fase ini, terasa ada yang hilang dalam taktik menyerang Juventus, terutama pada kehadiran Alvaro Morata. Ketika Morata bermain, ia dan Tevez sering bergantian atau bersamaan turun agak dalam untuk membantu melakukan pressing pada lawan atau sebagai jembatan umpan ketika Juventus membangun serangan dari bawah. Pada partai ini, posisi Morata digantikan oleh Llorente. Hal ini bukan hanya mengubah cara main Juventus tetapi juga mengurangi efektivitas serangan Juventus. Bukan hanya karena gaya bermain Llorente yang lebih banyak menunggu di depan, tetapi juga karena penempatan posisinya tidak sebaik Morata. Pada gilrannya, buruknya penampilan Llorente menyebabkan ia lebih banyak terisolasi di depan dan beberapa kali menjadi penyebab Juventus kehilangan bola.
Dalam momen di atas, Morata turun membantu pertahanan dan membantu tim membentuk formasi pressing. Pengambilan posisinya di sepertiga pertahanan sendiri menyebabkan dirinya berada dalam wilayah yang tepat untuk menjadi sasaran umpan bagi Juventus dalam melakukan serangan balik. Hal ini yang hilang dalam partai menghadapi Lazio. Keberanian Lazio dalam melakukan pressing blok tinggi juga tampaknya dipicu oleh ketidakhadiran Morata yang memiliki kecepatan lebih baik ketimbang Llorente.
Selain Llorente, Pogba juga menjadi salah satu titik lemah Juventus. Tampaknya Pogba belum sembuh sepenuhnya dari cedera yang dialaminya selama sekitar 7-8 pekan. Tidak tampak agresivitas dan daya jelajah yang biasa ditunjukkannya. Beberapa kali ia juga kehilangan bola. Yang paling membahayakan adalah ketika ia melakukan kesalahan kontrol bola dengan dada dan membuka peluang first–time shot bagi Lazio dari luar kotak penalti.
Pada awal babak kedua, belum ada perubahan berarti dibanding babak pertama. Satu hal yang juga sama adalah inisiatif Lazio untuk mencoba menguasai permainan sedini mungkin dengan menekan Juventus mungkin. Di sisi lain, baik Juventus maupun Lazio menampilkan soliditas pertahanan yang sangat baik. Kompaksi horizontal dan vertikal sangat terjaga. Touchline pressing juga dilakukan dengan tepat. Penempatan posisi bertahan lawan membuat kedua tim kesulitan menciptakan situasi menyerang yang menjanjikan.
Kalaupun ada situasi yang berbahaya, hal ini tercipta lebih kepada kemampuan individu pemain. Salah satu contohnya adalah keberhasilan Roberto Pereyra masuk ke kotak penalti dan melepas sebuah umpan silang pendek-mendatar pada menit ke-86 yang merupakan buah dari kemampuan dribelnya.
Satu hal menguntungkan Juventus pada babak kedua adalah Andrea Pirlo tampak mendapatkan lebih banyak ruang untuk bergerak. Beberapa kali ia sempat melakukan dribel atau mendapatkan ruang umpan yang besar. Pada babak kedua dan terutama pada babak perpanjangan waktu, Pirlo lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk bergerak ke area depan. Hal ini sangat menguntungkan bagi Juventus karena Pirlo mendapatkan lebih banyak ruang untuk menciptakan attacking set–up yang membuat serangan Juventus terus mengalir di sekitar sepertiga pertahanan Lazio. Dalam tiga sampai empat kesempatan, Pirlo seperti dibiarkan melepaskan umpan jauh menyilang yang jadi salah satu trademark-nya.
Lepas dari besar tidaknya akibat yang ditimbulkan dari bebasnya Pirlo berpikir dan bergerak, seperti yang selalu saya percayai, membiarkan pemain kunci lawan berkreasi dan mendapatkan banyak ruang bukanlah merupakan proses taktikal yang baik.
Lazio makin kesulitan setelah Matri mengubah skor menjadi 2-1 bagi keuntungan Juventus. Dengan makin pendeknya waktu tersisa, fokus Juventus pada pertahanan makin besar.
Karena kali ini Lazio mencoba masuk dari sisi kanan Juventus dan kebetulan ada dua pemain Lazio di wilayah tersebut, pemain-pemain Juventus yang bertugas sebagai presser utama adalah bek sayap kanan (Lichtsteiner) dan gelandang kanan dalam (Vidal). Pemain yang berposisi di pos gelandang bertahan (Pirlo) dan bek tengah kanan (Barzagli) berperan sebagai pressing support yang bertugas mengawasi pemain yang di-press oleh dua presser utama. Bila lawan berhasil meloloskan diri dari pressing utama, kedua pemain inilah yang bertugas memberikan pressing kedua. Atau, dalam kondisi lain, bila bola lepas dari penguasaan lawan, kedua pemain supporting inilah yang juga bertugas melakukan ball recovery (mengambil bola untuk memulai fase transisi menyerang).
Secara umum, dalam momen ini Juventus lebih superior dalam jumlah pemain dengan menciptakan situasi 4v2. Andrea Pirlo sendiri juga memiliki tugas lain yaitu menjadi pelindung (ditunjukan oleh garis titik kuning) terhadap celah (channel) antara Barzagli dan Bonucci. Inilah tujuan utama pengambilan posisi di depan sekaligus di antara dua pemain belakang ketika tim dalam fase bertahan. Hal yang sama juga akan dilakukan Pirlo bila bola berada dalam penguasaan pemain-pemain Lazio di sisi kiri pertahanan Juventus.
Dalam kondisi tertentu, pada saat bertahan, salah satu penyerang akan ikut turun ke area di mana bola sedang bergulir. Dengan cara ini, pertahanan Juventus akan makin solid dan ketat karena lebih banyak pemain ikut membantu membentuk formasi pressing ketika tim sedang berada dalam fase bertahan.
Satu hal yang juga penting, pemain Juventus manapun bisa mengisi posisi bertahan seperti yang ditunjukan gambar di atas. Yang terpenting adalah pemain-pemain Juventus mampu membentuk sistem pertahanan dengan prinsip-prinsip dasar yang terdiri dari: (1) formasi 3-5-2/3-6-1, (2) penciptaan superioritas jumlah pada saat touchline pressing, (3) selalu berjaga terhadap celah (channel), (4) ada tiga sampai empat pemain bersiap menghalau bola di zona 2 (di depan gawang), dan (5) menempatkan pemain di zona 5 (depan kotak penalti) untuk bersiap terhadap bola liar (bila ada) yang dibuang oleh para pemain bertahan.
Kesimpulan
Tidak diragukan lagi, kedua tim bermain sama baiknya. Absennya Alvaro Morata memengaruhi taktik menyerang Juventus. Mereka kehilangan pemain dengan penempatan posisi yang sangat baik untuk membantu tim dalam fase serangan balik dan fase menyerang. Morata juga sering terlihat terlibat dalam fase bertahan Juventus. Dengan memainkan Fernando Llorente, Juventus kehilangan karakter ini.
Dari kubu Lazio, Stefan de Vrij kembali memperlihatkan bahwa ia merupakan salah satu transfer terbaik Lazio. Sepanjang musim ini, penampilannya sangat stabil, termasuk di partai ini. Danilo Cataldi juga memainkan peran besar di lini tengah (di area no. 6) Lazio. Sementara, di lini depan, Antonio Candreva dan Felipe Anderson kembali memperlihatkan kemampuan keduanya sebagai pusat serangan Lazio.
Ketatnya penjagaan pemain-pemain Lazio pada Andrea Pirlo pada babak pertama melonggar sejak babak kedua sampai perpanjangan waktu. Akibatnya, Pirlo mampu menjaga permainan Juventus untuk tetap mengalir ke depan (ke sepertiga pertahanan Lazio). Gol kemenangan Juventus yang dicetak Alessando Matri pun berawal dari umpan 40 meter Pirlo yang dapat terjadi karena longgarnya penjagaan pemain Lazio padanya.