Penampilan Ke-1000 Lionel Messi sepanjang karier profesionalnya mengiringi kemenangan Argentina atas Australia di babak 16 besar Piala Dunia 2022. Argentina melaju ke perempat final dan memperpanjang masa tinggal di Qatar.
Sementara edisi turnamen kali ini menjadi perjalanan cukup indah bagi Socceroos setelah terakhir kali lolos ke babak gugur pada 2006 silam. Laga usai, para pendukung Australia memberikan penghormatan kepada para pemain di lapangan.
Seperti prediksi di atas kertas, Argentina menguasai pertandingan. Messi menjadi episentrum permainan skuad Lionel Scaloni dengan pemain di sekelilingnya mengorbit untuk memberikan kapten tim tersebut keleluasaan dan meng-cover ruang di sekelilingnya. Seperti halnya di luar lapangan, Rodrigo De Paul juga amat berperan untuk menjaga kedalaman.
Acapkali Messi naik, De Paul akan sedikit turun dan begitupun sebaliknya. Dengan demikian Argentina mampu bermain lebih cair, terutama dengan adanya Julian Alvarez yang lebih dinamis mencari ruang.
Gol plesing klasik ala Messi membuka keunggulan La Albiceleste di menit 35. Kombinasi segitiga antara Messi, Mac Allister, dan Nicolas Otamendi berbuah gol Ke-789 untuk Messi atau gol Ke-9 baginya di Piala Dunia melewati Diego Maradona, dan terpaut satu gol dengan Gabriel Batistuta. Dari proses gol tersebut, terlihat secara gamblang bagaimana Messi mengatur set up gol pertama untuk tim.
Australia dengan shape 4-4-1-1 sebenarnya tampil cukup baik dalam aspek defensif. Namun dalam koridor ofensif dan perkembangan permainan, Socceroos masih terpaut kualitas individu dengan Argentina sehingga lebih sering kehilangan bola ketika mendapat possession. Dalam hal pressing, kedua tim tak terlalu intens atau agresif melancarkan tekanan.
Akan tetapi, Argentina mampu memanfaatkan kelengahan pemain bertahan Australia di menit 58. De Paul melancarkan pressing agresif hingga memaksa pemain lawan melakukan back pass sebelum Alvarez berhasil mencuri bola dan mencetak gol kedua bagi Argentina, serta menjadi gol kedua untuk dirinya sendiri di Piala Dunia pertamanya.
Pasca unggul, Scaloni mengubah pendekatan taktis dengan melakukan sejumlah pergantian pemain. Lisandro Martinez masuk untuk menambah daya tahan tim di belakang dengan shape 5-3-2 saat bertahan. Hasilnya, Argentina semakin pasif sehingga beberapa kali mampu dimanfaatkan Australia untuk lebih mudah melakukan progresi serangan.
Gol Socceroos yang mengalami deflection dari Enzo Fernandez menunjukkan gejala awal bagaimana Australia mampu melawan. Mereka nyaris menyamakan keunggulan lewat gol indah ketika Aziz Behich melakukan solo run melewati empat pemain sebelum digagalkan Lisandro Martinez saat nyaris menembak bola di depan gawang.
Pasifnya Argentina dalam pressing dan mengubah pendekatan mereka menjadi lebih defensif justru mengundang serangan dari Australia yang beberapa kali kurang mampu diantisipasi dengan baik oleh anak asuh Lionel Scaloni.
Hal itu juga terjadi di penghujung laga, tepatnya di menit 90+7. Beruntung Emi Martinez mampu menyelamatkan gawangnya. Argentina sebenarnya punya banyak kesempatan untuk killing the game alih-alih bermain lebih defensif dan pasif.
Total ada dua peluang besar dari Lautaro Martinez di babak kedua, namun dua-duanya berakhir sia-sia. Argentina tetap melaju ke 8 besar untuk menantang Belanda. Dengan performa tersebut, mampukah Tim Tango melaju lebih jauh selama di Qatar?