Kapan Inggris Mencapai Klimaks di Sebuah Turnamen?

Pada final Piala Eropa 2020 lalu, Italia sukses membungkam Inggris via adu penalti untuk keluar sebagai raja Benua Biru yang baru.

Keberhasilan Gli Azzurri disambut gegap gempita oleh tifosi mereka di manapun berada. Penantian panjang selama 53 tahun akhirnya tuntas.

Berbeda dengan lawannya itu, kesedihan tak terkira justru menggelayuti The Three Lions dan para pendukungnya. Apalagi partai puncak tersebut dilaksanakan di Stadion Wembley, kandang mereka.

Narasi football is coming home yang acap didengungkan media-media Inggris pun seperti jauh panggang dari api.

Paceklik trofi mayor mereka selama 55 tahun, terakhir kali Inggris meraih prestasi adalah di Piala Dunia 1966, tak jua selesai.

Namun seperti kehidupan pada umumnya, fans Inggris harus optimis menatap masa depan. Toh, kesempatan untuk tampil hebat dan menjuarai sebuah turnamen senantiasa terbuka pada masa yang akan datang.

Hanya saja, ada satu pertanyaan yang bakal membelit mereka sepanjang waktu. Kapan klimaks dari The Three Lions datang?

Layaknya hubungan seksual, Inggris selama ini kerap terlihat gagah dan hebat jelang bertempur. Namun saat melakukannya, mereka seperti dijangkiti masalah ejakulasi dini.

Rontok di babak penyisihan grup atau fase gugur awal seringkali mereka alami. Alhasil, trofi yang diidam-idamkan selalu jauh dari jangkauan karena Inggris tak pernah tahu nikmatnya klimaks alias orgasme.

Piala Dunia 2022 dan Piala Dunia 2024 Sebagai Pembuktian

Sejujurnya, ada perubahan signifikan yang terlihat dari Inggris selama diasuh Gareth Southgate. Capaian mereka di sepasang turnamen mayor terakhir menjadi buktinya.

Sebelum keok di final Piala Eropa 2020, Inggris menjadi semifinalis ajang Piala Dunia 2018.

Artinya, ada peningkatan performa dari The Three Lions secara keseluruhan. Dipandang dari sudut manapun, hal itu merupakan pertanda positif.

Maka ajang Piala Dunia 2022 dan Piala Eropa 2024 bisa menjadi arena di mana singa-singa Inggris mengaum dengan lantang.

Harry Kane dan kawan-kawan memang harus berjuang lewat babak kualifikasi sebelum tampil di Piala Dunia 2022. Namun rasanya mereka bisa melaluinya.

Inggris sendiri tergabung di grup yang di atas kertas mereka bisa lalui pada babak kualifikasi. The Three Lions disatukan bersama Albania, Andorra, Hungaria, Polandia, dan San Marino di Grup I.

Walau begitu, ada yang perlu dicermati yakni selepas Piala Dunia 2022, kontrak Southgate sebagai arsitek tim bakal kedaluwarsa.

Skuad yang Lebih Matang

Saat berlaga di Piala Eropa 2020 lalu, Inggris memiliki skuad dengan rataan umur paling muda, 25.4 tahun, dibanding kontestan lainnya.

Pemain paling muda The Three Lions adalah Jude Bellingham (18 tahun). Sedangkan pemain tertua adalah Jordan Henderson dan Kyle Walker (31 tahun).

Bisa dikatakan, mereka punya modal bagus jelang Piala Dunia 2022 maupun Piala Eropa 2024 mendatang.

Para pemain muda yang ada saat ini seperti Bellingham, Phil Foden, Mason Mount, Declan Rice, Bukayo Saka, dan Jadon Sancho akan semakin matang.

Terlebih, mereka juga semakin dipercaya oleh klubnya masing-masing sebagai penggawa inti.

Sementara pemain-pemain senior macam Henderson, Kane, Jordan Pickford, dan Walker, juga semakin kenyang pengalaman sehingga lebih siap kala dipercaya kembali.

Terbentur, Terbentur, Terbentur, Terbentuk

Seperti pepatah kehidupan, fans Inggris harus memahami bahwa kegagalan hasil tak memuaskan di Piala Dunia 2018 dan Piala Eropa 2020 bukanlah akhir dari segalanya.

Dengan persiapan yang lebih baik, secara teknis maupun non-teknis, hasil berbeda bisa didapat pada turnamen berikutnya.

The Three Lions bisa berkaca pada Jerman dan Italia yang beberapa kali menangis akibat kalah di final sampai akhirnya sukses merebut gelar juara.

Melihat apa yang ditunjukkan Inggris belakangan ini, wajar bila optimisme tetap menyeruak. Tinggal menunggu bagaimana mereka mengemasnya saat tampil di turnamen mayor.

Akankah Inggris mencapai klimaks atau lagi-lagi mereka kembali mengalami ejakulasi dini yang mengecewakan? Hanya waktu yang tahu.

Yang pasti, Inggris harus berjuang sampai titik darah penghabisan guna menghapus predikat pecundang agar tak lagi menjadi bahan olok-olok.

Komentar

This website uses cookies.