Kepak Sayap Kebangkitan Rafael Leao

Mahar senilai 30 juta Euro mesti dikucurkan AC Milan demi mendaratkan pesepakbola berpaspor Portugal yang dimiliki Lille OSC, Rafael Leao, ke Stadion San Siro pada musim panas 2019 kemarin.

Di tengah kondisi finansial yang belum sepenuhnya stabil, nominal tersebut tergolong besar. Namun keyakinan manajemen I Rossoneri bahwa investasi mereka terhadap Leao akan berbuah patut diacungi jempol.

Setelah beberapa musim lebih identik dengan kesebelasan papan tengah, Milan mengejar kebangkitan. Mereka ingin mengembalikan trahnya sebagai klub papan atas Serie A.

Akan tetapi, rival sekota Inter Milan ini tidak memilih pembelian pemain jadi sebagai cara untuk bangkit. Mereka lebih suka berproses dengan para penggawa muda guna membangun fondasi kukuh untuk jangka panjang.

Ketertarikan Milan terhadap Leao sendiri diakibatkan performanya yang cukup mentereng pada musim 2018/2019. Bersama Lille, ia merumput sebanyak 26 kali di seluruh ajang dengan mengepak 8 gol dan 2 asis. Sebuah catatan menarik dari pemain yang saat itu baru berumur 19 tahun.

Berkaca pada usianya, bakat olah bola Leao memang spesial, apalagi ketika ia sedang meliuk-liuk dengan bola di kakinya. Kemampuan yang bukan hanya muncul karena kerja keras, tetapi juga bakat alamiah.

Meski dianugerahi bakat yang diidamkan mayoritas laki-laki, tetap saja tiada insan yang sempurna. Hal itu pula yang bikin pemain setinggi 188 sentimeter ini sesekali kelihatan bermain tanpa gairah di atas lapangan.

Penampilannya yang inkonsisten sempat memicu kegeraman Milanisti. Terlebih, ia dikenal sering menunggu bola tanpa ada usaha menjemputnya. Pemain malas, begitu cacian Milanisti kepada Leao.

Musim perdananya di San Siro dihabiskannya dengan beraksi dalam 33 laga lintas ajang dan mengemas 6 gol berikut 3 asis. Walau terlihat meyakinkan, tetapi pelatih Stefano Pioli selalu dihujani pertanyaan setiap kali memainkan Leao.

BACA JUGA:  Hokky Caraka Pembawa Hoki Timnas U-19!

“Buat apa mainin, Leao? Kayak nggak ada pemain lain aja”.

Kira-kira, kalimat seperti itulah yang acap menghiasi lini masa pada musim pertama sosok kelahiran Almada ini berseragam I Rossoneri. Utamanya saat ia sedang dalam periode buruk.

Milanisti seakan lupa bahwa musim pertama, apalagi untuk para penggawa muda asing, tak selalu mudah. Ada banyak adaptasi yang mesti ia lakukan.

Mulai dari kultur kehidupan yang berbeda, bahasa yang tak sama, sampai proses memahami filosofi taktik yang menjadi kegemaran pelatih.

Beruntung, Leao tak mendapat tekanan tinggi dari Pioli. Pelatih berkepala plontos tersebut sangat sabar dalam membantu anak asuhnya beradaptasi sekaligus mengembangkan diri.

Pendekatan Pioli memang masuk akal. Membebani Leao dengan terlalu banyak ekspektasi malah berpotensi menghambat kariernya yang baru seumur jagung.

Pioli bak seorang petani yang baru saja menanam padi dan dengan sabar merawatnya supaya tumbuh dengan baik. Tak terlihat sedikit pun ketergesa-gesaan darinya perihal pemuda kelahiran 10 Juni 1999 tersebut.

Apa yang dilakukan Pioli memang tepat. Perubahan drastis diperlihatkan Leao pada musim keduanya bermain di Italia. Mendapat kepercayaan lebih banyak dengan merumput di 40 pertandingan seluruh kompetisi, Leao sukses mencetak 7 gol dan 6 asis.

Kontribusi sang pemain berujung pada keberhasilan Milan kembali bermain di ajang antarklub Eropa paling bergengsi, Liga Champions, usai tujuh musim terasing.

Usai melewati dua musim yang angin-anginan, Leao kini mulai konsisten menunjukkan tajinya. Ia sanggup mengunci pos winger kiri dalam skema 4-2-3-1 kegemaran Pioli.

Kepercayaan Pioli kepada Leao bikin manajemen mantap melego pesaingnya untuk mengisi pos tersebut, Jens Petter Hauge, ke Eintracht Frankfurt. Sebuah keputusan yang sempat dikritisi Milanisti karena banyak yang merasa Hauge lebih baik daripada Leao.

Musim 2021/2022 menjadi pembuktian, baik untuk Leao maupun Milan. Dalam tujuh laga Serie A, I Rossoneri belum terkalahkan, termasuk ketika menahan imbang Juventus di Turin (20/9) dan yang terbaru ketika membungkam Atalanta 3-2 di Bergamo (4/10).

BACA JUGA:  Museum Hidup Bernama Stadion Sultan Agung

Sejauh ini pemain bernomor punggung 17 tersebut sudah menggelontorkan 3 gol pada ajang Serie A dari 7 pertandingan yang ia jalani. Kian manis, ia menambah pundi-pundi golnya dengan mengoleksi 1 gol pada ajang Liga Champions. Jumlah tersebut pasti memiliki potensi untuk terus bertambah.

Sebagai salah satu klub dengan jersei berhias emblem Badge of Honor, Milan bukanlah klub tanpa kisah istimewa. Namun penampilan semenjana mereka selama beberapa tahun belakangan membuat Milanisti acap diledek karena selalu bicara sejarah dan alpa tentang realita yang ada.

Dengan permainan Leao yang semakin berkembang, begitu juga performa konsisten Ismael Bennacer, Brahim Diaz, Theo Hernandez, Mike Maignan, Fikayo Tomori, dan Sandro Tonali, Milan punya kesempatan besar untuk bangkit dan tampil lebih menggigit.

Apalagi sosok-sosok lebih senior seperti Davide Calabria, Zlatan Ibrahimovic, Olivier Giroud, Franck Kessie, dan Ante Rebic juga terus memperlihatkan kematangannya, Milan bisa melesat semakin tinggi.

Leao yang masih muda memiliki bakat dan kualitas untuk menjadi pesepakbola kelas dunia. Roberto Donadoni, legenda I Rossoneri, yang juga eks pelatih Parma dan Bologna memberi wejangan kepadanya agar tak cepat puas dan mau terus belajar.

Pelan tapi pasti, Leao membuktikan bahwa ia bisa menjawab kepercayaan Pioli dan layak mengenakan seragam sakral milik Milan. Ia mulai memamerkan kepak sayap kebangkitannya.

Jangan kaget bila di masa yang akan datang, presensinya semakin esensial bagi I Rossoneri dan kejayaan yang lama hilang bisa mereka rasakan kembali.

#ForzaMilan

Komentar
Nomor punggung 51, asli Jawa dan menggemari Newcastle United. Howay The Lads. Bisa disapa via akun Twitter @lordmadonass