Saat dipastikan kembali berkiprah di Liga Champions, gurat-gurat kebahagiaan tersembul di tubuh Lazio. Absensi selama 13 tahun akhirnya disudahi. Mereka akan kembali beraksi di kompetisi antarklub Eropa nomor wahid dan paling prestisius.
Tergabung di Grup F bersama Borussia Dortmund, Club Brugge, dan Zenit St. Petersburg tak mengerdilkan ambisi I Biancoceleste untuk melaju sejauh mungkin.
Performa mereka pun tak kelewat mengecewakan. Sepanjang fase grup, Ciro Immobile dan kawan-kawan mengemas dua kemenangan, empat hasil seri dan tak pernah kalah seraya mengoleksi 10 poin. Catatan itu mengantar mereka finis sebagai runner up grup dan melenggang ke 16 besar.
Hasil undian babak gugur tersebut mewajibkan Lazio berjumpa dengan raksasa Jerman sekaligus jawara bertahan, Bayern Munchen. Keadaan ini membuat Lazio sah jadi underdog.
Laga pertama yang diselenggarakan pada 24 Februari 2021 di Stadion Olimpico berujung duka. Bayern tampil superior dan menggasak tim asuhan Simone Inzaghi dengan skor telak 4-1.
Seketika, peluang lolos ke babak 8 besar pun mengecil karena Lazio harus menang dengan keunggulan empat gol atau lebih di markas Die Bayern, Stadion Allianz Arena, pada leg kedua (18/3).
Saat memasuki lapangan yang begitu megah dan penuh nuansa teatrikal, tak ada sikap berlebihan dari para pemain Lazio.
Mungkin, yang ada di kepala mereka saat itu cuma satu, bermain dengan sebaik-baiknya demi fans yang selama ini senantiasa memberikan dukungan masif. Syukur-syukur, tak lagi dibantai oleh Bayern.
Dalam laga yang tak dihadiri penonton tersebut, suara-suara yang terdengar hanyalah teriakan pelatih, pemain, suara bola yang kena sepak dan peluit wasit.
Starter yang dipilih Inzaghi agak mengejutkan sebab tanpa Immobile. Lini depan dihuni oleh Joaquin Correa dan Vedat Muriqi.
Sementara wilayah tengah diperkuat Manuel Lazzari, Sergej Milinkovic-Savic, Gonzalo Escalante, Luis Alberto, dan Mohamed Fares.
Di belakang, trio Adam Marusic, Francesco Acerbi, dan Stefan Radu membentengi gawang yang dijaga Pepe Reina.
Seperti yang sudah diduga, Lazio dibuat sibuk oleh serbuan tanpa henti kubu besutan Hansi Flick.
Sementara aksi ofensif I Biancoceleste, biasanya mentok sampai garis tengah. Ya, mereka jarang sekali merangsek hingga sepertiga akhir pertahanan Die Bayern.
Pengalaman dan kualitas akhirnya jadi pembeda di mana level Bayern serta Lazio saat ini.
Dua gol, masing-masing lewat upaya Robert Lewandowski dan Eric Maxim Choupo-Moting sudah lebih dari cukup untuk menumpas usaha anak asuh Inzaghi yang bikin gol konsolasi via Marco Parolo.
Papan skor di Stadion Allianz Arena memamerkan hasil akhir 2-1. Sepasang duel dalam babak 16 besar dari kedua tim ini sendiri menghasilkan agregat 6-2 untuk keunggulan Bayern.
Saya menyeruput kopi sembari duduk di ruang tamu, menampari nyamuk yang sesekali datang, dan berusaha menerima keadaan.
Ya, di tengah malam musim penghujan di Karawang yang hawanya cukup menusuk, saya menyadari bahwa tim kesayangan sudah rontok di Liga Champions.
Lazio di Liga Champions 2020/2021 memang tak memiliki armada tempur semegah Lazio musim 1999/2000 kala ditukangi Sven-Goran Eriksson.
Beramunisikan Inzaghi, Pavel Nedved, Alessandro Nesta, Marcelo Salas, hingga Diego Simeone, I Biancoceleste pada saat itu berhasil melenggang sampai 8 besar sebelum akhirnya ditaklukkan Valencia.
Dalam konferensi pers seusai laga seperti dilansir Football Italia, Acerbi mengatakan bahwa Lazio pulang dengan kepala tegak meski akhirnya tersingkir.
“Bayern adalah kesebelasan hebat. Namun kami bermain cukup baik di leg kedua. Kami harus tetap menegakkan kepala. Sepasang laga kontra Bayern menjadi pelajaran penting bagi kami. Kans lolos ke Liga Champions musim depan masih terbuka dan kami akan memperjuangkannya.”
Apa yang dikatakan Acerbi ada benarnya. Kegagalan di musim ini tak perlu diratapi. Peluang untuk kembali berkiprah di Liga Champions pada musim mendatang masih terbuka lebar. Hal inilah yang seharusnya jadi fokus I Biancoceleste.
Sampai pekan ke-27, Immobile dan kawan-kawan duduk di peringkat tujuh klasemen dengan bekal 46 poin.
Mereka tertinggal enam angka dari Atalanta yang duduk di posisi keempat (posisi terakhir yang menjamin kelolosan ke Liga Champions musim mendatang).
Terlebih, Lazio masih menyimpan tabungan satu laga tunda yakni melawan Torino. Andai memenangkan partai tundanya itu, tentu jarak poin dengan Atalanta bisa dipangkas menjadi tiga angka saja.
Gugur di Liga Champions musim ini memang menyesakkan. Namun kekecewaan mesti ditepikan dan Lazio kudu menegakkan kepalanya sekali lagi sebab di hadapan mereka terhampar kesempatan untuk tampil lagi di ajang tersebut.
I Biancoceleste harus terus berjuang dan terbang tinggi seperti elang.