Melalui laman resminya, federasi sepakbola Indonesia (PSSI) memastikan bahwa kompetisi Liga 1 dan Liga 2 musim 2020 akan dilanjutkan sekitar bulan September atau Oktober mendatang. Keputusan ini didapat setelah PSSI melakukan rapat Komite Eksekutif (Exco) secara virtual pada 17 Juni 2020.
“Setelah kompetisi dihentikan, kami intens melakukan komunikasi dengan perwakilan klub-klub Liga 1 maupun Liga 2. Mereka sepakat bahwa kompetisi harus dilanjutkan. Kami lantas membawanya ke rapat Exco dan dengan ini, PSSI memutuskan untuk melanjutkan kompetisi”, tutur Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan atau akrab disapa Iwan Bule.
Pandemi Corona yang melanda dunia memaksa banyak kompetisi sepakbola dihentikan. Di Indonesia sendiri, gelaran Liga 1 dan Liga 2 mandek per bulan Maret silam guna menekan adanya penyebaran Corona lantaran pertandingan sepakbola identik dengan kerumunan massa dalam jumlah besar.
Selepas itu, kesimpangsiuran mengenai dilanjutkan atau tidaknya kompetisi terus bergulir. Ada pihak-pihak yang bersikukuh kalau dua kompetisi level teratas mesti diteruskan layaknya ajang Bundesliga, Liga Primer Inggris dan juga Serie A. Namun ada pula yang mengambil sikap bahwa kompetisi di tanah air wajib disetop seperti Eredivisie dan Ligue 1 karena Indonesia amat rentan dengan sebaran Corona.
Berdasarkan data worldometers yang diakses pada pukul 05.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA), terdapat 45 ribu kasus Corona di Indonesia dengan pasien sembuh mencapai 17 ribu dan yang meninggal dunia sebanyak 2 ribu orang. Nahasnya, grafik sebaran Corona di Indonesia masih menampilkan kurva yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Dalam sebuah podcast beberapa waktu lalu, saya pernah mengungkapkan bahwa melanjutkan kompetisi adalah opsi yang lebih arif ketimbang mengadakan turnamen pengganti.
Namun saya menekankan jika hal itu terjadi, harus ada regulasi ketat sehingga seluruh elemen, mulai dari federasi, klub sampai suporter, yang terlibat dalam persepakbolaan nasional memiliki acuan yang jelas.
Pasalnya, tetap bermain sepakbola di tengah pandemi bukanlah persoalan sepele. Kudu ada jaminan bahwa para pemain, pelatih maupun wasit yang berlaga di suatu pertandingan memang dalam kondisi sehat. Kesehatan mereka pun mesti dikontrol secara berkala supaya tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Bundesliga yang Tak Sempurna
Sebagai contoh, Bundesliga yang berlanjut per Mei kemarin melaksanakan dua gelombang tes kesehatan untuk para pemain, pelatih dan ofisial sebelum kompetisi digulirkan lagi.
Realitanya, masih ditemui kasus positif Corona dari dua gelombang tes tersebut dan memaksa pihak-pihak yang terpapar menjalani karantina selama 14 hari.
Lebih jauh, Bundesliga juga menerapkan prosedur ketat sebelum pertandingan. Pemain, pelatih dan ofisial wajib melakukan tes kesehatan dua kali dalam sepekan, satu di antaranya ditunaikan sehari sebelum laga. Jika tidak patuh dengan aturan ini, ada sanksi yang bakal dijatuhkan.
Dalam setiap partai yang berlangsung, Bundesliga hanya mengizinkan 322 orang di dalam stadion. Mereka adalah pemain, pelatih, ofisial, wasit, kameramen, anak gawang, petugas kesehatan, petugas keamanan dan petugas lapangan. Semuanya wajib melakukan pengecekan suhu sebelum masuk ke lapangan.
Lebih jauh, orang-orang yang boleh masuk ke stadion itu dibagi ke dalam tiga zona berlainan. Pertama, zona lapangan. Kedua, zona tribun. Dan ketiga, zona luar dengan jumlah maksimal yang berbeda-beda di tiap zona.
Selain itu, masih ada banyak regulasi yang dibuat oleh asosiasi sepakbola Jerman (DFB) bersama Deutsche Fussball League (DFL) sebagai operator kompetisi guna menjamin pertandingan berlangsung aman.
Akan tetapi, berbagai aturan yang sudah dibuat tak bisa menjamin bahwa para pemain, pelatih, dan ofisial yang terlibat di suatu pertandingan bebas dari paparan Corona. Klub 2.Bundesliga, Dynamo Dresden merupakan buktinya.
Dalam sebuah tes, ada pemain Dynamo yang dinyatakan positif Corona. Akibatnya, mereka harus dikarantina 14 hari sehingga jadwal latihan molor (sementara tim-tim yang tak terganggu Corona sudah berlatih).
Sialnya, DFB dan DFL tak memberi dispensasi. Jadwal pertandingan mereka justru semakin padat sebab harus berlaga sebanyak tujuh kali dalam rentang 19 hari! Alhasil, Dynamo kesulitan mereguk hasil positif dan dipastikan turun kasta ke 3.Bundesliga per musim depan.
Sudahkah PSSI memiliki solusi jelas dan menguntungkan semua pihak dari berbagai masalah yang mungkin saja muncul jika kompetisi dilanjutkan?
Menangani Para Suporter
Di sisi lain, mereduksi lahirnya kerumunan manusia dalam jumlah masif juga wajib dilaksanakan. Mengetahui bahwa klub kesayangannya kembali beraksi di atas lapangan, tentu memantik keinginan suporter untuk datang ke stadion dan menonton pertandingan secara langsung. Lantas, bagaimana cara mereduksi hal ini?
Mengadakan laga tanpa penonton tidak dapat dijadikan solusi utama agar pertandingan sepakbola tak menjadi penyebab sebaran Corona. Siapa yang bisa memberi garansi kalau para suporter tidak akan berkerumun di sekitar stadion atau mengadakan nonton bareng di sebuah tempat?
Apalagi masih banyak suporter di Indonesia yang kesadarannya akan protokol kesehatan begitu rendah dan akibat fanatismenya yang berlebihan, rela mengabaikan keselamatan dirinya demi menyaksikan tim kesayangannya berlaga. Maka seketat apapun regulasi yang dibuat, misalnya oleh PSSI dan Kepolisian, semuanya akan sia-sia.
Perlu edukasi secara intensif sehingga hal-hal buruk tidak terjadi dan semuanya berlangsung secara aman dan nyaman. Namun sekali lagi, semua akan kembali pada rasionalitas suporter itu sendiri.
Bila ada sanksi yang dijatuhkan kepada suporter yang membandel, akan seperti apa wujudnya? Lalu, siapa yang berhak menjatuhkannya?
Ya, ada dua komponen utama yang bisa menjadi kunci kelanjutan kompetisi sepakbola nasional di tengah situasi seperti sekarang. Regulasi yang jelas (terkait protokol kesehatan) dan kesadaran kita (mulai dari federasi hingga suporter) sebagai manusia yang memiliki akal sehat.
Jangan sampai, Liga 1 dan Liga 2 dilanjutkan hanya karena kepentingan pihak-pihak tertentu (terlebih yang bersinggungan dengan kekuasaan serta uang) dan malah mengorbankan (kesehatan dan keselamatan) pihak lainnya.