Lima Peran Krusial Seorang Ibu Bagi Karier Pesepak Bola Usia Dini

Peran dan kedudukan seorang ibu sangat krusial. Bapak boleh menjadi kepala keluarga, tapi satu yang pasti, surga (masih dan akan selalu) di bawah telapak kaki ibu.

Mulai dari dongeng Malin Kundang, sampai cerita sehari-hari yang acap kita dengar, kedudukan ibu bagi anak dan keluarganya adalah krusial. Sangat penting dan strategis.

Kita kerap merasa lebih mudah membantah dan mengabaikan perintah bapak, tapi menjelma menjadi pecundang dan pengecut sejati di hadapan ibu. Kecuali, kalian siap dikutuk menjadi batu.

Ibu mengatur hampir seluruh urusan domestik (perihal rumah tangga dan semacamnya). Ia dipandang sebagai permata keluarga. Kalau bapak dan anak laki-laki acap dipandang sebagai pemimpin dalam keluarga, peran ibu adalah rekan yang tak tergantikan bagi si pemimpin.

Ada satu kalimat bijak untuk menggambarkan posisi paling indah untuk ibu. Bunyinya: “Di samping pria hebat, ada wanita (ibu) yang luar biasa.”

Bukan di belakang atau di depan, tapi di samping. Berjajar dan beriringan. Setara dan seimbang.

Kalimat di atas menggambarkan peran ibu yang tak kecil bagi pesepak bola usia dini. Terutama untuk menapaki jenjang karier yang panjang dan berat. Tak jarang, kasih dan pendampingan seorang ibu yang tanpa ujung menjadi penjamin mekarnya bakat-bakat terpendam seorang calon bintang.

Peran apa saja yang dimaksud?

Ibu sadar gizi anak

Kapasitas seorang ibu dalam menangani kebutuhan gizi keluarga sangat penting, terutama soal perkembangan anak.

Untuk seorang ibu rumah tangga yang menghabiskan waktu di rumah, memasak makanan adalah salah satu urusan domestik. Dan di dalam hal itu pula peran ibu untuk memaksimalkan gizi sang anak akan sangat berguna.

Mulai dari kebutuhan makanan dengan gizi dan nutrisi yang ideal, sampai kebutuhan suplemen dan vitamin. Ketelatenan seorang ibu dalam menjaga asupan gizi bisa menjadi faktor di balik tubuh tinggi tegap Hansamu Yama Pranata atau visi cemerlang Evan Dimas.

Memilih lingkungan akademi yang tepat

Coba kalian ingat baik-baik, pernahkah di antara pembaca yang memiliki ibu yang kerap memberi nasihat: “Jangan main sama anak itu, dia nakal, bandel, dan bla…bla…bla..?”

Entah berkat dari Sang Khalik atau memang setiap wanita memiliki intuisi yang tajam, ibu kerap menjadi indikator penting bagi saya untuk memilih teman, juga kekasih.

Ibu semacam memiliki kekuatan semesta yang dianugerahkan Tuhan untuk mengendus gelagat tak baik yang bisa timbul di lingkup pergaulan. Dan saya berkali-kali membuktikan itu selama sekolah menengah.

Intuisi itulah yang diperlukan ibu guna menemukan tempat terbaik bagi sang anak untuk berkembang dan mengasah bakat sepak bolanya. Dari hal-hal ini, biasanya, seorang ibu bisa mengendus dengan baik apakah Sekolah Sepak Bola (SSB) yang dipilih anaknya adalah yang terbaik.

Seperti yang dulu dilakukan ibu saya dengan memilih SSB lokal di Madiun yang jam dan hari latihannya tidak berbenturan dengan les Bahasa Inggris dan jadwal tidur siang.

Kalau kalian menyebut Carles Rexach sebagai pemandu bakat yang hebat karena menemukan “alien jenius” bernama Lionel Messi, ibu bisa menjadi adalah pemandu bakat yang bakal menjadi tonggak bagi Indonesia agar “Messi-Messi baru” muncul di negara ini.

Percayalah, kala Socrates bilang bahwa orang bijak adalah mereka yang tak tahu apa-apa, sejatinya ia lupa, bahwa man to the left because women always right. Kalian bisa mendebat ibu sampai mulut berbusa, tapi sebelum terlambat dan menjadi sebongkah batu, kita akan percaya bahwa selayaknya wanita, ibu akan selalu benar.

Demokrasi usai di bawah telapak kaki Ibu, bung dan nona sekalian.

Berperan aktif membangun etos kerja dan disiplin anak

Walau terkesan njlimet, poin ini sebenarnya sederhana. Dalam contoh kehidupan SSB saya dulu, peran ibu saya di poin ini sederhana saja : Memastikan saya mencuci sepatu bola dan kaos kaki selepas berlatih.

Ibu saya orang yang mengutamakan kebersihan di atas segalanya. Andai Fidel Castro yang ditakuti Amerika Serikat itu datang ke rumah kami dengan memakai sepatu botnya dan mengotori lantai rumah kami, ia bakal diceramahi ibu habis-habisan. Tak memandang siapa dirimu, kebersihan adalah mutlak.

Memastikan mencuci sepatu dan kaos kaki hingga bersih adalah titik awal yang beliau ajarkan. Saya yakin, peran sederhana tersebut cukup membantu saya membangun disiplin dan etos kerja yang bagus saat itu. Kalau di kemudian hari saya menjadi pemalas dan pria brengsek, itu murni salah saya, bukan ibu.

Mengajarkan kedisiplinan adalah kunci penting supaya anak tahu bahwa tidak ada karier sepak bola yang dibangun dengan instan. Seorang berbakat seperti Cristiano Ronaldo atau Messi tetap harus melalui latihan tahap demi tahap.

Memberi dukungan secara langsung

Mendukung seorang anak untuk memupuk mimpi menjadi pesepak bola yang hebat di Indonesia adalah pekerjaan yang begitu berat bagi seorang ibu. Liga yang berantakan, federasi yang begitu-begitu saja, kasus penunggakan gaji pemain dan sejenisnya, merupakan aib sepak bola kita

Maka wajar rasanya melihat seorang ibu menjadi skeptis ketika anaknya mempunyai cita-cita menjadi the next Firman Utina atau Bambang Pamungkas. Tapi bukan berarti, mengharapkan ibu memberi dukungan adalah hal yang utopis.

Kembali di satu titik, orang tua, terlebih ibu yang cenderung sentimentil, akan luluh jika sang anak menunjukkan minat pada sepak bola dengan gairah yang tinggi.

Dukungan awal misalnya, mengantarkan latihan dan menyiapkan bekal. Sepengalaman saya, ibu termasuk sosok yang skeptis soal sepak bola. Tapi bukan berarti ia acuh.

Setiap tahun, ia selalu menyempatkan membeli perlengkapan bermain sepak bola sejak saya pertama berlatih di SSB. Saat itu saya berusia 9 tahun sampai sekitar usia SMP kelas dua.

Dukungannya pun bisa bermacam-macam, seperti membelikan sepatu, celana, baju hingga bola untuk saya mainkan di rumah. Bahkan ibu semoat sekadar berbasa-basi menanyakan bagaimana progres latihan tiap minggunya. Hal-hal kecil seperti itu penting agar mental anak terbangun dan ia percaya, ibunya akan selalu ada dan mendukung.

Memahami seluk-beluk akademi sepak bola

Anda bisa memahami permasalahan di poin ini dalam artikel yang ditulis Ganesha Putera dalam salah satu artikel di Fandom yang bisa dibaca di sini.

Poin terakhir ini cukup penting agar kehadiran ibu di tiap proses latihan tidak menghambat dan menjatuhkan hasrat sang anak untuk berkembang.

Kita sering menemukan orang tua yang selalu ingin terbaik bagi anaknya. Dan jika kebetulan mereka dari keluarga berada, sumbangsih berupa dana untuk SSB kerap dipercaya memuluskan langkah sang anak untuk terus bermain dan mendapat keistimewaan dari tim pelatih.

Walau sang anak memiliki kemampuan cemerlang, hal seperti ini tidak bisa dibenarkan.

Seorang ibu (dan juga bapak) yang memahami aturan dan sistem dapat membantu menciptakan atmosfer kompetitif bagi perkembangan si anak. Jika semenjak dini anak sudah terbiasa kompetitif dan bersaing dengan sehat, saya yakin ke depannya, ia akan menjadi pribadi dengan mental yang kuat.

Mental yang kuat membantu pesepak bola usia dini untuk belajar dan berprogres dengan baik. Psikis yang sehat dan perkembangan yang terpantau membantu si anak memoles bakatnya.

Sekarang sudah penghujung tahun 2016. Sudah masuk zaman milenial seperti yang diyakini kebanyakan orang. Sudah bukan zamannya ibu hanya mengurus hal domestik dan tidak berperan penting bagi keinginan anaknya untuk menjadi pesepak bola masa depan.

Ini zamannya ibu-ibu di seluruh Nusantara untuk mulai yakin bahwa ia merupakan garda terdepan yang krusial bagi anak-anak mereka yang ingin bermain dan berlatih sepak bola.

Karena ibu yang hebat, untuk anak-anak yang hebat pula. SELAMAT HARI IBU!

 

Komentar

This website uses cookies.