Lolos dari fase grup Piala Eropa 2020, penampilan Spanyol asuhan Luis Enrique masih dianggap jauh dari kata memuaskan.
Pasalnya, Spanyol tak memperlihatkan kedigdayaan seperti yang selama ini biasa mereka lakukan tiap bertempur di kejuaraan sepakbola antarnegara.
Wajar kalau ekspektasi terhadap La Furia Roja tak setinggi biasanya. Bahkan ada yang menganggap kelolosan mereka tak ubahnya keberuntungan belaka.
Selain taktik mumpuni dan skuad yang tangguh, di titik tertentu kekuatan dari Dewi Fortuna memang punya peran lebih besar menentukan capaian sebuah tim. Kali ini, Spanyol mengantonginya.
Di fase gugur, tepatnya 16 besar, Alvaro Morata dan kolega bersua Kroasia. Siapapun tahu, finalis Piala Dunia 2018 tersebut bukan lawan enteng.
Akan tetapi, skuad asuhan Enrique tak gentar dan akhirnya lolos ke perempatfinal untuk berjumpa Swiss.
Spanyol merontokkan Kroasia dengan cara yang begitu khas dari mereka yakni penguasaan bola tinggi dan mampu menciptakan banyak peluang.
La Furia Roja kemudian menghempaskan Swiss yang jadi lawan di perempatfinal. Sayangnya, performa mereka dinilai tak seimpresif sebelumnya.
Terlebih negara pengoleksi tiga gelar Piala Eropa ini menaklukkan La Nati via adu penalti.
Kondisi ini jelas memunculkan kembali keraguan pada skuad Enrique. Semenjak berangkat ke Piala Eropa 2020, Spanyol memang diekori berbagai keraguan.
Selain kapasitas Enrique, skuad yang tergolong hijau disinyalir bisa memudarkan mimpi merengkuh titel.
Di sisi lain, para penggemar masih kesulitan move on dari generasi emas era 2008-2012 yang sanggup memanen sebiji trofi Piala Dunia dan sepasang Piala Eropa.
Enrique sadar bahwa kegagalan di Piala Dunia 2018 tak boleh terulang. Oleh karenanya, ia mengebut proses regenerasi di tubuh tim.
Ia tak membawa pemain berpengalaman seperti Raul Albiol, Isco, Jesus Navas, dan Sergio Ramos.
Praktis, cuma Jordi Alba, Sergio Busquets, dan Koke saja penggawa La Furia Roja di Piala Eropa 2020 yang caps-nya lebih dari 50 kali.
Bekas pelatih Barcelona ini lebih mempercayai para penggawa muda semisal Eric Garcia, Dani Olmo, Pedri, dan Pau Torres.
Spanyol pun tampil dengan wajah baru yang kian segar kendati lebih minim pengalaman.
Benahi Ketajaman
Salah satu problem utama Spanyol di Piala Eropa 2020 adalah penyelesaian. Banyaknya peluang mencetak gol yang dihasilkan menjadi tak bermakna sebab kualitas finishing Morata dan kawan-kawan begitu menyebalkan.
Perbaikan baru terlihat pada laga pamungkas babak penyisihan grup dan 16 besar setelah mereka mencetak 10 gol secara keseluruhan.
Sayangnya, di perempatfinal, hal itu lenyap lagi dari anak asuh Enrique. Mereka bahkan butuh gol bunuh diri Denis Zakaria untuk mengoyak jala Swiss.
Kepercayaan besar Enrique terhadap Morata juga terus mendapat sorotan. Padahal penyerang Juventus tak menunjukkan efektivitasnya sebagai mesin gol.
Pun dengan seringnya Thiago Alcantara jadi cadangan. Banyak yang mempertanyakan keputusan itu mengingat kemampuan apik Thiago sebagai metronom di sektor tengah.
Beruntung, sang entrenador masih mendapat apresiasi karena keberaniannya memainkan Pedri, Unai Simon, serta duo Torres, Ferran dan Pau.
Spanyol yang Belum Matang
Lolos ke semifinal jelas menyenangkan bagi Enrique dan anak asuhnya. Namun hal itu tak menjamin apa-apa sebab La Furia Roja masih memperlihatkan ketidakmatangannya sebagai unit.
Hal ini memang jadi fokus pembenahan Enrique karena ia sadar bahwa generasi saat ini berbeda dengan era Iker Casillas-Xavi Hernandez dahulu.
Spanyol di Piala Eropa 2020 benar-benar menitikberatkan permainannya pada kolektivitas tim, bukan kemampuan individu para pemain.
Usah kaget bila menyaksikan Spanyol saat ini lihai menguasai bola dan permainan, tetapi kebingungan membuat final pass yang berbahaya dan membuka peluang mencetak gol.
Ada segudang pekerjaan rumah dan keraguan yang terus membayangi Enrique. Hal itulah yang coba ia kikis sedikit demi sedikit sepanjanh Piala Eropa 2020.
Apalagi di babak semifinal (7/7) nanti, mereka sudah dinanti musuh lama, Italia, yang sepanjang Piala Eropa 2020 dinilai punya permainan memikat.
Jika menang secara meyakinkan, anggapan bahwa Spanyol yang terus melaju selama fase gugur berkat keberuntungan bisa menghilang perlahan-lahan.
Sebaliknya, andai mereka takluk, sudah pasti Enrique disorot habis karena performa tak memuaskan tim asuhannya bikin keraguan publik semakin terbukti.