Manchester United dan DNA Eropa yang Hilang

Saya yakin, pendukung Manchester United saat ini tengah bergembira. Alasannya apalagi kalau bukan kesuksesan The Red Devils menekuk sang tetangga berisik, Manchester City, di Stadion Etihad (8/3) dalam lanjutan Premier League musim 2020/2021.

Tak sekadar menang di kandang lawan, David de Gea dan kawan-kawan juga berhasil menghentikan rekor kemenangan beruntun The Citizens dalam 21 pertandingan lintas ajang.

Kendati demikian, masih ada banyak hal yang wajib dibenahi Manchester United. Terlebih, posisi mereka di empat besar masih belum aman karena Leicester City, Chelsea, Everton, dan Tottenham Hotspur memperlihatkan grafik cukup bagus belakangan ini.

Bila ingin meraih tiket lolos ke Liga Champions musim mendatang, bermain konsisten dan rajin memetik poin penuh jadi syarat wajib bagi anak asuh Ole Gunnar Solskjaer.

Kiprah di Eropa yang Tak Memuaskan

Menurut fakta, sudah jelas kalau klub asal Spanyol merupakan penguasa sepakbola Eropa dan bahkan dunia. Real Madrid dengan perkasanya berada di kasta tertinggi sebagai pemilik gelar Liga Champions yaitu sebanyak 13 kali.

Pada level Liga Europa, singgasana diduduki oleh Sevilla yang telah menyabet trofi sebanyak 5 kali. Teraktual, mereka jadi kampiun pada musim 2019/2020 kemarin.

Diakui atau tidak, ada DNA Eropa di tubuh masing-masing kesebelasan sehingga berhasil memanen trofi juara. Sialnya, DNA ini pula yang mulai lenyap dari The Red Devils selepas pensiunnya Sir Alex Ferguson.

Kala menyatakan pensiun dan akhirnya digantikan David Moyes, penampilan tim yang bermarkas di Stadion Old Trafford merosot sepanjang musim 2013/2014. Di Premier League mereka hanya finis di posisi ketujuh sementara pada ajang Liga Champions, Manchester United terhenti di perempatfinal.

Musim berikutnya, di bawah arahan Louis van Gaal, The Red Devils gagal tampil di Eropa sebagai akibat dari jebloknya performa saat ditangani Moyes. Asa sempat muncul usai kembali ke Liga Champions pada musim 2015/2016.

Akan tetapi, klub dengan kostum kebesaran berwarna merah ini justru rontok di fase grup. Saat terdemosi ke Liga Europa, perjalanan mereka berakhir di babak 16 besar.

Ketika Jose Mourinho datang sebagai nakhoda anyar di musim 2016/2017, harapan baru menyeruak. Terlebih di musim perdananya, Mourinho sukses mengantar klub yang berdiri tahun 1878 dengan nama Newton Heath ini jadi kampiun Liga Europa.

Butuh waktu selama kurang lebih sembilan tahun bagi The Red Devils untuk menjuarai kompetisi Eropa lagi setelah era Ferguson. Pencapaian ini melambungkan asa bahwa mereka bakal menuai sukses di masa yang akan datang bersama Mourinho.

Apa lacur, keberhasilan itu tak berlanjut pada musim-musim selanjutnya. Tatkala mentas lagi di Liga Champions 2017/2018, langkah mereka mentok di babak 16 besar.

Musim 2018/2019 disongsong Manchester United dengan lebih serius. Namun performa tim asuhan Mourinho malah semakin jeblok. Tak heran kalau akhirnya lelaki Portugal itu dihadiahi surat pemecatan dan digantikan Ole Gunnar Solskjaer.

Penampilan di Liga Champions musim itu memang tak bagus-bagus amat, tetapi juga tak buruk-buruk amat sebab mereka baru terhenti di perempatfinal.

Berbekal posisi finis di Premier League yang kurang apik. Musim 2019/2020 kudu dihabiskan The Red Devils dengan beraksi di Liga Europa. Walau tak begitu meyakinkan, De Gea dan kawan-kawan sanggup melaju ke semifinal.

Dengan penguatan serta kemauan manajemen untuk memperkuat armada, mereka optimis menyongsong Liga Champions 2020/2021. Namun apa mau di kata, anak asuh Solskjaer gagal di fase grup kendati sempat tampil elok.

Alhasil, mereka cuma finis di posisi tiga dan terdemosi ke Liga Europa. Sejauh ini, The Red Devils sudah mengantongi kemenangan agregat 4-0 dari Real Sociedad di babak 32 besar dan lolos ke 16 besar. Menarik dinanti bagaimana langkah De Gea dan kawan-kawan selanjutnya kala bertemu AC Milan. Bisakah mereka lolos?

Jika dihitung, setelah Manchester United ditinggalkan Ferguson, catatan mereka saat bermain di Benua Biru adalah 75 main, 41 menang, 14 imbang, dan 20 kalah. Mereka mencetak 130 gol dan kebobolan 63 gol plus bonus satu titel Liga Europa.

Walau tak begitu buruk, tetapi tetap saja mereka butuh pembuktikan lebih di Eropa, salah satu tempat di mana mereka biasa meraup sukses bersama Ferguson. Sanggupkah Solskjaer menjawab hal tersebut?

Komentar

This website uses cookies.