Massimo Luongo: Pemain Australia Keturunan Indonesia

Apakah pembaca kenal dengan Massimo Luongo? Mungkin hanya beberapa saja. Namanya memang kurang akrab di telinga pembaca lantaran hanya bermain di Divisi Championship bersama Queens Park Rangers (QPR).

Banyak penggila bola dari Indonesia yang kurang tertarik mengikuti perkembangan sepakbola Eropa jika bukan dari lima liga terbaik seperti Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, Serie A Italia, Ligue 1 Prancis, dan Bundesliga Jerman. Tentu dengan catatan hanya klub-klub yang berlaga di kasta tertinggi.

Nah, QPR sendiri berbeda jauh dengan “QPR beberapa musim yang lalu”. Dahulu, QPR sempat dikenal sebagai “klub kaya baru”. Namun, prestasinya terus melorot dan akhirnya degradasi. Bahkan, saking jeleknya, lima pertandingan yang dijalani oleh QPR pada bulan Desember tahun lalu dilalui dengan kekalahan.

Salah satunya ketika kalah tiga gol tanpa balas dari Brington & Hoves Albion. Kekalahan ini membantu Brington & Hoves menduduki peringkat satu di kasta kedua Liga Primer Inggris.

Luongo sendiri didatangkan QPR dari Swindon Town setelah bermain apik di Piala Asia 2015 dan mengantarkan Australia menjadi juara. Selain itu, pemain yang juga bisa bermain sebagai bek kanan ini juga menyabet gelar pemain terbaik. Pelatih QPR saat itu, Cris Ramsey, mengatakan bahwa Luongo mempunyai kualitas baik dan juga seorang gelandang yang kreatif.

“Dia memberikan kualitas. Dia memiliki kemampuan untuk menghubungkan permainan di semua sisi lapangan. Rekor gol serta asisnya di klub dan negara menjadi bukti bahwa dia seorang gelandang kreatif,” ungkap Ramsey.

Darah Indonesia dan awal karier

Pemain yang lahir di Sydney, 25 September 1992 ini mengakui bahwa di dalam dirinya mengalir darah Indonesia, tepatnya dari pihak ibu, Ira Luongo yang berasal dari Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Ayahnya, Mario, berasal dari Italia. Luongo sendiri memilih untuk membela tanah kelahirannya, Australia.

Luongo mengaku bahwa dirinya memiliki ikatan emosional dengan Indonesia dan berharap suatu saat bisa berkunjung ke Nusantara. “Ada emosi yang mengikat (dengan Indonesia). Saya memiliki kakek, nenek, bibi, paman, dan sepupu di sana. Saya belum pernah ke sana namun saya ingin ke sana,” aku Luongo.

BACA JUGA:  West Ham United: Rumah yang Tak Nyaman Itu Bernama Stadion Olimpiade London

Luongo mengawali karier junior di tim lokal Australia, APIA Leichhardt Tigers. Pemain berkulit sawo matang ini juga alumni Sydney Olympic Youth yang berlaga di NSW National Premier League Mens Competitions.

Berkat perkembangan dan performanya, Luongo berhasil mendapatkan kesempatan trial bersama Tottenham Hotspur yang saat itu masih ditangani Harry Redknapp.

“Saya mendapatkan tawaran untuk bermain di level youth beberapa tim A-League (Liga Australia). Tetapi, pelatih mengatakan bahwa saya harus melanjutkan karier di level yang lebih tinggi. Saat masuk usia 17 tahun, pelatih membantu saya mendapatkan kesempatan trial bersama Spurs,” kata Luongo.

Debut Luongo terjadi kala Spurs bertemu Stoke City di ajang Piala Liga. Luongo masuk di menit 70 menggantikan Sandro. Namun di hari debutnya tersebut, Dewi Fortuna belum berpihak kepadanya. Luongo gagal mengeksekusi penalti ketika adu tos-tosan. Kegagalannya pun sukses membuat Spurs tersingkir dari ajang Piala Liga.

Untuk menambah pengalaman bertanding, Spurs meminjamkan Luongo ke Ipswich Town pada tahun 2012. Masa belajar Luongo bersama Ipswich terbilang singkat. Pelatih Ipswich Town yang mendatangkan Luongo dipecat dan digantikan pelatih baru.

Mick McCarthy, selaku nahkoda baru Ipswich Town merasa tidak memerlukan jasa gelandang keturunan Indonesia tersebut.

Masa belajar pun dilanjutkan ke Swindon Town, di mana Luongo sempat mengalami masalah adaptasi. Pada fase tersebut, Luongo kesulitan menunjukan performa terbaiknya, meski bakat jelas terlihat. Setelah menjalani masa peminjaman dua kali bersama Swindon, Luongo mendapatkan tawaran kontrak permanen berdurasi tiga tahun.

Setelah mampu beradaptasi, Luongo semakin cocok dengan Swindon. Keduanya menikmati masa-masa indah. Sebelum didatangkan QPR pada jendela transfer musim panas tahun lalu, Luongo telah mencatatkan 102 penampilan, 14 gol, dan 15 asis untuk Swindon Town.

BACA JUGA:  Kesetiaan Willem Jan Pluim pada PSM Makassar

Menjadi pemain terbaik di Piala Asia 2015

Gelandang yang pernah masuk dalam daftar nominasi Ballon d’Or ini berhasil menggantikan peran Mark Bresciano selama Piala Asia 2015. Sebagai pemain muda, Luongo mampu dengan cepat menjalin koordinasi dengan rekan-rekannya. Umpan-umpan yang memanjakan Tim Cahil di depan merupakan salah satu tontonan yang menarik untuk dinikmati.

Pelatih Austalia, Ange Postecoglou, memang melakukan perjudian besar. Tetapi, Luongo berhasil membayarnya kala meraih gelar pemain terbaik dalam sebuah laga. Tidak tanggung-tanggung, Luongo dua kali menjadi pemain terbaik saat Australia berjumpa Kuwait dan Uni Emirat Arab (UEA).

Tak hanya itu, ia juga menyumbang empat asis dan dua gol. Salah satu gol dilesakkannya saat Australia menekuk Kuwait dengan skor 4-1 dan satu gol lain di partai puncak saat Australia menang 2-1 atas Korea Selatan.

Dua kaki yang hidup, ditambah kecepatan yang baik merupakan kelebihan Luongo. Pemain dengan senyum menawan ini juga diberkahi visi permainan yang ciamik. Kerap kali, ia melepaskan umpan dari sudut dan situasi yang tidak terduga. Ketika bertahan, kemampuan membaca arah serangan lawan sangat membantu Australia.

Luongo, yang perlahan-lahan menjadi pemain kunci Australia, akan menjadi aset berharga bagi Jimmy Floyd Hasselbaink, pelatih QPR saat ini. Mantan pemain muda Tottenham Hotspur ini hanya perlu terus berjalan di jalur yang benar. Terus berlatih dan menyerap ilmu sebanyak mungkin.

Bukan tidak mungkin, dalam waktu dekat, Luongo akan menggantikan peran pemain-pemain senior seperti Mile Jedinak dan Bresciano di lini tengah Australia. Pun, jika terus berkembang, klub-klub besar Liga Primer Inggris akan mulai meliriknya.

 

Komentar