Saat Liga Indonesia seperti berjalan di tempat atau bahkan justru berjalan ke belakang, Liga Malaysia justru menunjukkan progres yang bagus dalam tata kelolanya. Padahal, perbaikan Liga Malaysia oleh FAM (Federasi Sepakbola Malaysia) baru dimulai pada tahun 2015 silam, dengan membentuk Football Malaysia Limited Liability Partnership (FMLLP) atau semacam PT LIB sebagai operator liga.
Hasilnya, dalam tujuh tahun Liga Malaysia dalam hal ini Malaysia Super League, berhasil menduduki peringkat kedua ASEAN di bawah Liga Thailand sebagai kompetisi terbaik AFC. Jika dibandingkan pada tahun 2015, Liga Malaysia berada di peringkat keenam dan kalah telak dari Liga Indonesia yang saat itu menjadi liga terbaik ASEAN berdasarkan perangkingan dari AFC.
Ada beberapa faktor yang membuat Liga Malaysia begitu progresif dalam beberapa tahun terakhir. Berikut adalah beberapa faktor di antaranya:
Pertama, liga dikelola oleh pihak profesional
FAM sadar betul bahwa liga mereka tidak akan berkembang jika tidak dikelola oleh pihak swasta yang profesional. Keputusan menyerahkan liga ke FMLLP ternyata berbuah manis. Dengan jargon “Transforming Malaysian Football” Liga Malaysia saat ini memiliki standar yang tinggi dan rencana yang jelas setidaknya dalam 50 tahun ke depan.
“Kami sedang mengerjakan blue print 50 tahun kami yang akan kami luncurkan pada bulan April tahun ini. Kami memiliki [target] itu dan mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai FAM juga. Dan memastikan Liga Malaysia menjadi industri yang sehat” ungkap Kevin, CEO FMLLP di The Edge Markets.
Sementara di Indonesia meskipun liga juga sudah dikelola oleh swasta, namun tidak ada kemajuan yang signifikan dari tata kelola dan mutu liganya itu sendiri. Tiap tahun jadwal liga selalu tidak pasti, standar kualitas liga rendah, dan beragam problem pelik yang tak kunjung diselesaikan.
Kedua, memiliki kompetisi yang berjenjang
Per tahun 2022, Liga Malaysia total memiliki enam kompetisi resmi yakni, Malaysia Super League, Malaysia Premier League, Liga M3, FA Cup, Malaysia Cup, dan Challenge Cup. Dan tahun lalu semua kompetisi tersebut berjalan dengan baik.
Dilansir dari situs resmi FMLLP, di tahun 2023, mereka akan melakukan restrukturisasi liga yang bertujuan agar lebih kompetitif dan dinamis. Liga Super tetap akan berjalan dengan penambahan kontestan menjadi 18 dari yang awalnya 12 tim. Kemudian untuk Liga Primer sementara ditangguhkan dan digantikan dengan Liga Simpanan khusus pemain U-23.
Sementara itu, untuk kompetisi amatir akan digelar menjadi tiga gelaran yakni M3 atau setara Liga 3, M4, dan M5. Lalu untuk turnamen seperti FA Cup, Malaysia Cup, dan Challenge Cup tetap akan digelar.
Jika dibandingkan dengan Indonesia tentu sangatlah timpang. Praktis di tahun 2022/2023 PT.LIB dan PSSI hanya menggulirkan Liga 1 hingga saat ini. Sementara Piala Indonesia batal digelar, serta Liga 2 dan Liga 3 diberhentikan beberapa waktu silam.
Ketiga, punya banyak liga dan turnamen di level usia
Pada tahun 2023 ini, FMLLP bakal menggelar total lima liga atau turnamen level usia selama satu tahun penuh. Pertama ada Liga Simpanan U-23, Piala Presiden U-21, Piala Belia U-19, Liga Bola Sepak KPM U-17 dan U-15 dan Liga Suparimau U-14 dan U-8.
Sementara di Indonesia hanya punya dua kompetisi resmi yang itupun selama setahun hanya bergulir selama 1-4 bulan saja yakni Elite Pro Academy U-16 dan U-18 dan Piala Soeratin U-13 dan U-17.
Keempat, punya akuntabilitas keuangan yang baik.
Dilansir dari The Malaysian Reserve, kurangnya akuntabilitas telah menghalangi sepakbola Malaysia selama beberapa generasi. Hal-hal buruk seperti tim yang pailit, menunggak gaji pemain dan semacamnya menjadi problem pelik Liga Malaysia yang ingin dibenahi oleh FMLLP.
FMLLP memulai langkah pertama dengan membuat distribusi pendapatan yang proporsional bagi klub-klub yang berkompetisi dari Liga Super hingga Liga 3 yang bersumber dari hak siar dan sponsor. Baru-baru ini, FMLLP menerima dana segar Rp 1,8 triliun dari Unifi, stasiun tv lokal Malaysia, yang akan menayangkan hampir semua kompetisi sepakbola selama delapan tahun ke depan.
Sehingga tidak heran sejak musim lalu mereka sangat jor-joran membantu para klub yang juga merupakan pemilik saham di FMLLP. Total mereka mengeluarkan dana 3 juta ringgit atau setara Rp 10,6 miliar pada klub-klub Liga Super dan 1 juta ringgit atau Rp 3,5 miliar bagi tiap klub Liga Primer atau Liga 2-nya mereka.
Dengan keuangan yang sehat, kompetisi bisa berjalan lancar dan klub-klub pun bisa menggaji pemain. Terakhir isu penunggakan gaji pemain di Liga Malaysia terjadi pada tahun 2021 silam.
Catatan tersebut tentu bertolak belakang dengan apa yang ada di Indonesia. Berdasarkan keterangan Hasani Abdul Gani di Bola Sport, hak siar Liga 1 bernilai 178 miliar per musim, di mana hal itu kalah jauh dari Liga Malaysia yang mencapai Rp 220 miliar. Kemudian menurut Ahmad Hadian Lukita, Mantan Dirut PT.LIB, di Kompas, menuturkan bahwa klub-klub Liga 1 hanya memperoleh Rp 5 miliar per musim dan untuk klub-klub Liga 2 hanya akan menerima subsidi Rp 800 juta.
Hal ini berimbas pada seringnya klub-klub Liga 3, Liga 2 atau bahkan Liga 1 yang menunggak gaji para pemain. Bahkan kabarnya, tidak bergulirnya Liga 2 dan 3 musim 2022/2023 akibat banyaknya klub yang mengalami masalah finansial.
Meskipun saat ini Liga Super Malaysia, terbilang kurang kompetitif karena selama sembilan musim gelar juara selalu diraih Johor Darul Takzim, tapi setidaknya mereka punya kemauan dan tekad yang besar untuk memperbaiki tata kelola liga. Jika Liga Indonesia tidak kunjung berbenah secara menyeluruh, bukan tidak mungkin kita akan tertinggal jauh dari Malaysia.
(Sumber : theedgemarkets.com, Themalaysianreserve.com, Malaysianfootballleague.com)