Membayangkan Ahok Menjadi Ketua PSSI

Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab dipanggil Ahok adalah Gubernur DKI Jakarta Periode 2014-2017. Menjabat sebagai gubernur yang notabenenya adalah seorang pemimpin, Ahok memiliki komposisi yang lengkap. Ia tegas, berani dan tidak kenal kompromi. Bisa dibilang ayah dari Nicholas Sean ini adalah sosok pemimpin yang dirindukan di negeri ini.

Saat ini Ahok dikenal sebagai pemimpin yang memiliki visi jangka panjang. Namun sering kali visinya kerap terbentur dengan keinginan rakyat. Sebagai contoh, pembangunan dan perbaikan infrastruktur yang terjadi di beberapa titik di Jakarta sepanjang tahun 2015 ini, sedikit banyak membuat banyak warga yang “gemas” lantaran semasa Ahok menjadi gubernur, Jakarta jadi bertambah macet.

Namun, setelah ditelaah lebih jauh, kemacetan yang terjadi saat ini lantaran Pemprov DKI sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur transportasi. Proyek seperti MRT, LRT, enam ruas tol dalam kota, dan tiga jalan layang koridor TransJakarta ini dibangun sekaligus di masa kepemimpinan Ahok guna mengurai kemacetan di masa depan. Sering kali, visi jangka panjang seperti ini, luput dari penglihatan kita yang terkadang hanya memandang sebuah problema dari satu sisi saja.

Menilik potensi besar yang dimiliki Ahok, membuat penulis berandai-andai kelak Ahok dapat memimpin Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Persoalan mengenai pengaturan skor, gaji pemain yang tak terbayar, dan lainnya gagal ditangani dengan baik oleh PSSI.

Hal ini sedikit banyak diakibatkan oleh keberadaan PSSI sebagai asosiasi tunggal sepak bola di Indonesia yang memiliki kedudukan istimewa bila dibandingkan dengan organisasi lainnya. Sebagai lembaga independen, pemerintah dilarang keras untuk ikut campur atau intervensi PSSI dalam bentuk apa pun. Bila tetap nekat, siap-siap saja diganjar sanksi berupa pembekuan keanggotan oleh FIFA.

Hal ini sesuai dengan statuta atau peraturan FIFA pasal 13 dan pasal 17 yang berisi ketentuan-ketentuan dimana setiap anggota FIFA harus melaksanakan kegiatan organisasi secara independen tanpa campur tangan pihak ketiga dan bila dilanggar, FIFA dapat membekukan PSSI dari keangotaan mereka.

Alhasil, “imun” yang diberikan FIFA ke PSSI, membuat lembaga yang berkantor di Senayan ini sering bertindak di luar jalur dan cenderung sewenang-wenangan. Hal ini karena tak ada lembaga termasuk pemerintah yang berani menegur PSSI karena dianggap sebagai bentuk intervensi.

Sampai pada akhirnya, di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo, melalui Menpora Imam Nahrawi, negara secara tegas tidak mengakui PSSI melalui surat keputusan (SK) Menpora Nomor 01307 yang dirilis pada pada tanggal 17 April 2015 lalu perihal pembekuan PSSI.

Namun seperti yang kita saksikan bersama, meski pemerintah atau dalam masalah ini, Menpora telah melakukan sanksi terhadap PSSI‒yang berdampak sanksi dari FIFA ke Indonesia. Pasca-SK dirilis, sejauh ini belum ada perubahan yang berarti yang dilakukan oleh Menpora, sehingga menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak serius dan cenderung lamban dalam mereformasi tata kelola sepak bola di tanah air.

Perihal Ad-Hoc, misalnya. Bila pemerintah serius,  seharusnya mereka sudah terlebih dahulu menyetorkan nama ke FIFA sebelum didahului oleh PSSI. Pemerintah justru secara sembrono membuat tim kecil. Kubu suporter yang beberapa waktu lalu mendukung langkah Imam Nahrawi pun kini berbalik menyerang Menpora untuk menagih janji dalam membenahi sepak bola Indonesia agar menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Untuk itulah, penulis yakin pemecahan masalah ini bakal terurai sedikit demi sedikit apabila Ahok didaulat menjadi orang nomor satu di PSSI. Banyak program-program yang telah dilakukan oleh mantan Bupati Belitung Timur ini yang bisa diimplementasikan dalam kepengurusan PSSI. Berikut beberapa gebrakan yang dapat dilakukan Ahok bila kelak dapat terpilih menjadi Ketua Umum PSSI.

Lelang jabatan

Salah satu konsep yang cukup baru atau fresh yang dilakukan oleh Ahok adalah konsep lelang jabatan dalam menentukan pejabat yang tepat untuk mengisi posisi penting dalam pemerintah Jakarta, seperti proses pemilihan camat dan lurah.

Lewat proses Lelang jabatan yang dilakukan secara terbuka, diharapkan mampu melahirkan para panelis yang cakap dari pelbagai disiplin ilmu dan juga sebagai ajang mencari pejabat yang berkualitas dan memenuhi kompetensi. Cara ini terbukti manjur untuk meningkatkan kinerja internal guna dapat bersaing dengan eksternal.

Penulis membayangkan bila pemilihan pengurus atau pun ketua PSSI dilakukan dengan lelang jabatan, pastilah membawa dampak positif bagi tata kelola sepak bola. Bayangkan apabila stakeholder terbaik Indonesia dari pelbagai disiplin ilmu, baik dari segi finansial, manajemen SDM, tokoh nasional atau pun tokoh sepak bola bergabung menjadi satu dan diberi kesempatan memegang kendali PSSI, pastilah akan membuat banyak perubahan dan pastilah bermuara pada prestasi.

Hal ini juga menjadi jawaban atas minimnya regenerasi di tubuh PSSI. Bila kita perhatikan bahwa sepertinya anggota PSSI orangnya itu-itu aja, sehingga meski Ketua Umum baru, tetapi struktur organisasi di bawahnya cuman sekadar rotasi semata, bahkan banyak di antaranya rangkap jabatan. Tak usah jauh-jauh, Ketua Umum PSSI versi KLB Surabaya, La Nyalla toh merangkap menjadi Ketua Komite Darurat.

Transparansi

Salah satu alasan mengapa publik pencinta sepak bola nasional begitu jengah dengan PSSI adalah perihal transparansi, misalnya tentang laporan keuangan yang dikelola oleh PSSI seperti hadiah juara, uang pembinaan dari FIFA, serta penggunaan dana APBN selama ini terkesan ditutup-tutupi.

Hal ini justru berbanding terbaik dengan kepemimpinan Ahok saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Melalui blog pribadi atau pun situs resmi Pemrov DKI, ia melaporkan gaji ataupun anggaran Pemrov DKI ke publik tanpa tedeng aling-aling. Tak hanya itu, melalui akun Twitter pribadinya yang beralamat di @basuki_btp, ia mengajak masyarakat untuk mengawal dana anggaran tersebut agar tidak disalahgunakan.

“Bantu pemerintah mengawasi APBD DKI Jakarta 2016. Masyarakat bisa langsung akses dan tahu rinciannya melalui http://data.jakarta.go.id/dataset/data-” tulis Ahok di akun pribadinya beberapa waktu lalu.

Pecat

Selain marah-marah, Ahok dikenal sebagai pemimpin yang tak segan memecat anak buahnya yang tidak disiplin dalam bekerja. Menurut sumber berita dari Kompas, Selasa 15 September 2015 lalu, selama menjabat sebagai gubernur, total sudah 2.500 orang turun jabatan dan 120 oknum PNS yang telah dipecat olehnya. Suami dari Veronica Tan ini tak memberi toleransi kepada oknum yang telah menyalahgunakan jabatan untuk menyelewengkan anggaran.

Apabila langkah di atas juga diberlakukan pula di PSSI. Pastilah para pengurus asosiasi akan bekerja dengan maksimal. Sebab bila tidak demikian, sanksi berupa pemecatan atau penurunan jabatan bisa diberlakukan setiap saat.

Kepedulian terhadap sepak bola

Banyak yang tidak tahu bahwa Ahok memiliki kepedulian yang tinggi terhadap sepak bola, khususnya di Jakarta. Baru-baru ini, turnamen Rusun Cup dilangsungkan dalam rangka pembinaan usia dini bagi anak-anak di Jakarta.

Turnamen yang diinisiasi oleh Ahok ini untuk dijadikan inspirasi bagi para pengelola sepak bola di Jakarta untuk melakukan hal serupa dalam rangka melahirkan bibit-bibit pesepak bola asal Jakarta yang dapat mewarnai kancah persepakbolaan nasional, khususnya untuk menjadi pemain Persija Jakarta di masa depan.

Meski berlabel turnamen antarrusun, Ahok serius menyiapkan turnamen tersebut dengan merekrut Uni Papua sebagai EO. Tim Rusun Daan Mogot yang memenangkan turnamen ini pun telah dikirimkan ke Barcelona untuk latihan bareng dengan akademi La Masia milik klub Barcelona FC.

Ke depan Rusun Cup akan dilakukan setiap tahun. Pria kelahiran Belitung Timur ini menginginkan meski sepak bola tengah vakum, regenerasi pemain harus tetap berjalan.

Selain itu, beberapa kali Ahok pun berkeinginan untuk akuisisi Persija Jakarta. Ia geram lantaran tim asal ibukota nihil prestasi dan seringkali dilanda masalah keuangan. Keinginan Ahok untuk mengambil alih Persija terbentur lantaran masalah hutang yang dimiliki Persija cukup tinggi, yakni Rp20 milliar.

Bila menilik langkah-langkah yang telah dilakukan Ahok, tidak ada salahnya bila kita mulai berandai-andai suatu saat nanti, Ahok mau menjadi Ketua PSSI. Dengan syarat, kalo bisa pasal 34 ayat 4 Statuta PSSI harusnya dihapus saja karena memberatkan. Untuk menjadi Ketua PSSI saja harus aktif di kepengurusan sepak bola selama lima tahun. Adalah wajar kalau anggota PSSI saat ini, orangnya dia lagi, dia lagi. Pusing pala barbie.

 

Komentar

This website uses cookies.