Minggu, 26 April 2015, ketika jam mulai bergerak ke angka tujuh, saya bergegas menuju lapangan yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumah orang tua di desa Susukan, kabupaten Semarang. Sesampaainya di sana, telah ada belasan anak yang menanti kedatangan saya yang memang berjanji bertemu di tanah lapang pagi itu.
Cuaca mendung yang menyelimuti langit tak menyurutkan semangat mereka untuk hadir. Kami tidak sedang janjian bermain sepak bola seperti yang biasa mereka lakukan melainkan untuk kerja bakti melakukan perbaikan lapangan.
Ada dana sekitar satu juta rupiah dari Fandom Foundation yang diperuntukkan bagi komunitas sepak bola Jagsas. Setelah berkomunikasi dengan koordinator Jagsas, Robin, kami sepakat bahwa uang itu akan dipergunakan untuk meningkatkan kualitas lapangan yang jauh dari kata layak untuk latihan sepak bola.
Perlu diketahui bahwa seperti halnya lapangan sepak bola di berbagai desa di Indonesia, kualitas lapangan di sini amatlah buruk. Tidak rata, rumput tidak dicukur dengan berkala, dan sering digunakan untuk kegiatan lain yang seringkali menyebabkan kualitas lapangan semakin buruk. Di Susukan, sikap abai dari pemerintah desa dalam merawat lapangan semakin memperburuk kualitas lapangan.
Selama ini, komunitas Jagsas-lah yang lebih sering melakukan perawatan. Meski ala kadarnya, setidaknya kegiatan sepak bola terus berjalan di lapangan tersebut. Sikap proaktif para remaja setempat untuk menggiatkan sepak bola tanpa bergantung pada donatur apalagi birokrat inilah yang membuat saya memilih Jagsas sebagai penerima dana dari Fandom Foundation. Selain tentunya karena romantisme tersendiri antara saya dengan lapangan yang jadi tempat saya bermain ketika masih anak-anak hingga beranjak dewasa.
Karena keterbatasan dana, tak mungkin rasanya bagi kami untuk merombak keadaan lapangan yang tidak rata itu. Akhirnya, diputuskanlah untuk memperbaiki beberapa titik lapangan seperti di daerah gawang yang ada lubang cukup besar sehingga menimbulkan genangan air ketika hujan mengguyur. Akan tetapi, fokus utama kegiatan perbaikan ini adalah untuk memberi perlindungan pada anak-anak ketika bermain sepak bola.
Lapangan ini berada di pinggir jalan alternatif dari Kabupaten Semarang menuju Sragen sehingga lalu lintasnya cukup padat. Seringkali, bola yang ditendang bergulir hingga ke jalan raya. Tentu berbahaya bagi anak-anak yang bermain jika terlalu sering menyeberang jalan untuk memungut bola. Pun demikian halnya bagi para pengendara yang melintas bila terkena bola nyasar.
Dengan pertimbangan itulah kemudian diputuskan untuk memasang jaring di belakang gawang bagian timur yang langsung berbatasan dengan jalan raya. Peralatannya pun sederhana. Jaring sepanjang 24 meter dengan tinggi 5 meter yang dibeli seharga 295 ribu rupiah dan sepuluh batang bambu yang dibeli dengan uang sebesar 150 ribu rupiah.
Agar awet dan tidak mengganggu aktivitas lain jika sewaktu-waktu lapangan ini digunakan untuk kegiatan non-sepak bola, maka jaring pengaman itu pun dibuat portable alias bisa dibongkarpasang. Oleh karena itu, patok untuk bambu jaring dibuat semi-permanen. Bisa dipasang dan dilepas dengan mudah, tapi juga kokoh. Peralatan lain yang dibutuhkan adalah pipa paralon dan kawat seharga 93 ribu rupiah.
Untuk tenaga, kami sepakat untuk menjadikan aktivitas ini sebagai kegiatan kerja bakti, sehingga tidak ada dana yang kami keluarkan untuk membayar tenaga. Seluruh anak-anak yang biasa ikut latihan sepak bola diharapkan untuk ikut serta. Meski tidak semua datang pada hari Minggu itu, setidaknya ada 20 orang yang bahu-membahu mewujudkan pengadaan jaring pengaman tersebut.
Setelah berpeluh keringat selama kurang lebih tiga jam, kami menyudahi kerja bakti. Kegiatan selanjutnya adalah sarapan soto bersama. Rasanya perlu untuk membayar kerja keras mereka dengan menraktir mereka makan soto ayam. Lagipula jarang-jarang juga saya makan bersama mereka.
Ada canda tawa ketika kami bersama-sama melakukan perbaikan lapangan, juga ketika kami bercakap-cakap sembari makan soto. Senyum di wajah anak-anak yang begitu tulus mencintai sepak bola. Sepak bola sebagai permainan yang membahagiakan hati, bukan yang penuh intrik politik.
Semoga apa yang dilakukan Fandom Foundation dan rekan-rekan yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan charity kalender sepak bola 2015, meski sedikit, bisa memelihara senyum di wajah mereka. Ini semua kita lakukan agar mereka tetap yakin bahwa sepak bola itu bisa memberi kebahagiaan dan menjalin pertemanan, bukan seperti yang dilakukan elit sepak bola nasional yang lebih suka memantik api permusuhan.