Seorang kakak memiliki tanggung jawab besar kepada adiknya. Mulai dari menjaga hingga menjadi panutan dalam bertindak. Seorang kakak menjadi sosok pengganti ketika orang tua tidak ada. Dan akan sangat membahagiakan dan tentunya membanggakan bagi orang tua ketika kakak-adik akur, tidak meributkan hal yang tidak perlu, dan bahkan sukses bersama.
Sebagaimana kebanyakan orang pada umumnya, pesepak bola juga memiliki keluarga. Memiliki orang tua, memiliki pasangan, dan tentunya memiliki saudara. Neville bersaudara mungkin menjadi pesepak bola bersaudara yang paling tersohor. Gary dan Phil yang yang dua tahun berusia lebih muda, bermain bersama untuk Manchester United selama sepuluh tahun terhitung sejak 1995 hingga 2005 (sampai) akhirnya Phil memutuskan untuk menerima tawaran David Moyes agar pindah ke Everton pada transfer musim dingin Liga Inggris 2005/2006. Keduanya bahkan memiliki panggilan unik satu sama lain, yaitu Gaz dan Fizzer.
Meskipun sama-sama berposisi sebagai bek sayap, dibandingkan dengan Phil, sang abang Gary yang terus bermain di Manchester United hingga pensiun pada 2009, memiliki catatan prestasi yang lebih gemilang. Setelah meraih gelar Liga Champion bersama pada tahun 1999, Gary bahkan kembali mendapatkan medali juara Liga Champion Eropa keduanya pada 2008. Gary juga memiliki dua gelar Liga Inggris lebih banyak dibandingkan Phil yang mengoleksi enam gelar. Catatan penampilan untuk tim nasional Inggris Gary bahkan melesat jauh dibandingkan Phil, Gary memiliki 85 caps sementara Phil 59.
Superioritas seorang kakak dalam sepak bola tidak hanya terjadi pada Neville bersaudara, cukup banyak contoh lain.
Mulai dari periode klasik, Rai yang berusia sebelas tahun lebih muda tidak setenar sang abang Socrates yang bahkan sempat menjadi kapten tim nasional Brasil pada 1982. Brian Laudrup selalu dalam bayang bayang sang kakak Michael yang bahkan sempat membela dua seteru abadi Real Madrid dan Barcelona. Filippo Inzaghi yang membuat banyak orang menyangka hanya ada satu nama Inzaghi, padahal ada Inzaghi lain yaitu Simone. Felix Kroos yang harus mendapati kenyataan bahwa sang abang merupakan pemenang Piala Dunia, dan bermain untuk Real Madrid. Xabi Alonso yang jauh lebih sukses dibandingkan sang adik Mikel Alonso.
Dan daftar panjang lain, Rio yang lebih sukses dibanding Anton Ferdinand, Hamit Altintop yang lebih terkenal dibanding sang adik Halil, Frank dan Ronald De Boer, Fabio dan Paolo Cannavaro dan seterusnya.
Meski demikian itu tak jadi garansi bahwa sang kakak selalu lebih sukses. Da Silva bersaudara yang sempat sama-sama membela Manchester United punya cerita yang berbeda. Sang kakak, Fabio saat ini “hanya” bermain untuk Cardiff City, sementara sang adik Rafael masih bertahan di United, meskipun saat ini karirnya terancam karena kedatangan Matteo Darmian.
Menjadi sebuah pertanyaan, mengapa sang kakak umumnya memiliki catatan prestasi yang lebih mentereng dibanding adiknya? Karena tentunya ketika Alonso senior mendaftarkan putra-putranya ke La Masia, Neville senior mendaftarkan Gaz dan Fizzer ke akademi Manchester United atau Kroos senior mengantar kedua anaknya ke akademi Hansa Rostock. Mereka memiliki harapan semua anaknya mencapai kesuksesan, bukan hanya salah satu.
Waktu, elemen paling rumit baik dalam filsafat maupun ilmu pasti ini bisa jadi sintesis pertama kenapa sang abang memiliki karir yang lebih gemilang dibandingkan sang adik. Sebagai anak yang terlebih dahulu lahir, tentunya sang kakak lebih dulu memasuki dunia sepak bola, sehingga anak yang lebih tua itu memilki jam terbang yang lebih banyak, memiliki pengalaman yang sebelumnya tidak dimiliki sang adik. Waktu yang dimiliki oleh sang kakak untuk membuktikan diri jauh lebih banyak.
Poin kedua, sebagai kakak yang memiliki tanggung jawab untuk menjadi panutan sang adik, tentunya sang abang akan melakukan segala sesuatunya sebaik mungkin, tidak memberi contoh yang buruk. Sang abang bisa jadi akan menunjukan peforma terbaiknya dalam setiap pertandingan, sebagai bentuk tanggung jawabnya menjadi percontohan baik untuk sang adik. Sementara yang lebih muda tidak memiliki tanggung jawab besar tersebut, bisa lebih santai melakukan hal yang diinginkan.
Ketiga, bisa jadi setelah sang abang memiliki catatan yang impresif hal ini membuat sang adik merasa inferior, karena merasa mungkin tidak akan bisa mencapai tingkat yang sama seperti kakaknya. Atau membuat dirinya akan lebih dikenal sebagai adik sang kakak dibandingkan terkenal sebagai dirinya sendiri. Seperti Jordan yang akan selalu dikenang sebagai adik dari Andre Ayew atau Rafinha yang diharapkan akan memiliki karir gemilang seperti sang kakak, Thiago Alcantara. Seperti yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, apabila kita memiliki abang “tuh mas mu, berhasil ranking satu”, “tuh abangmu juara lomba” dan lain lain.
Fenomena ini hampir mirip dengan yang terjadi pada kasus ayah dan anak pesepak bola, ada hubungan darah, ada ekspektasi. Hal seperti ini tidak dapat dihindarkan. Maka terkadang menimbulkan permusuhan di antara kakak beradik seperti yang terjadi antara Jack dan Bobby Charlton misalnya, yang disebabkan perdebatan siapakah yang memiliki catatan yang lebih dalam dunia sepak bola.