Liga sepakbola Arab Saudi tengah senang bukan kepalang. Pasalnya, salah satu klub kontestannya, Al-Nassr, sukses menggaet Cristiano Ronaldo untuk mentas di tanah Raja Salman setidaknya untuk 2,5 tahun ke depan. Kedatangan mega bintang asal Portugal tersebut tentu berdampak pada sisi komersial dan eksposur liga yang bakal meroket di mata global.
Gaji fantastis dan fasilitas serba “wah” tentu menjadi salah satu alasan kuat kenapa mantan pemain Manchester United itu mau bermain di Liga Arab Saudi bersama Al-Nassr . Namun, dalam sesi perkenalannya di hadapan ribuan fan Al-Nassr di Stadion Mrsool Park, Ronaldo mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah untuk mengejar rekor-rekor lain dan mengenalkan pada banyak orang bahwa Liga Arab Saudi sangatlah kompetitif.
Lantas, apakah benar Liga Arab Saudi memang sekompetitif itu?
Sejarah
Jika berkaca pada sejarah, Arab Saudi menjadi negara pertama di kawasan teluk Arab yang mengenal sepakbola. Tepatnya di tahun 1920-an, sepakbola mulai ada dan dimainkan oleh penduduk Arab Saudi. Permainan tersebut menurut peneliti sejarah, John Nauright dan Charles Parris, dibawa oleh para imigran dari Mesir dan Sudan saat menunaikan ibadah haji atau umroh.
Kemudian klub sepakbola yang pertama kali didirikan adalah, Al-Ittihad, pada tahun 1927. Dan kemudian disusul Al-Hilal pada tahun 1935. Tujuan dibuatnya klub sepakbola tersebut adalah untuk meruntuhkan nilai elitis pada permainan sepakbola saat itu agar bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.
Baru pada tahun 1957 karena klub-klub sepakbola semakin banyak, pemerintah Saudi mulai merintis kompetisi sepakbola. Pada tahun yang sama, Pangeran Abdullah meresmikan Timnas Arab Saudi untuk pertama kali untuk mengikuti Pan-Arab Games di Beirut, Lebanon.
Hampir 20 tahun sepakbola Arab Saudi seperti jalan di tempat. Hingga pada era kepemimpinan Pangeran Faisal di SAFF (Federasi Sepakbola Arab Saudi) pada tahun 1976, barulah menaruh perhatian khusus pada sepakbola baik dari segi kompetisi liga, pembinaan, dan juga infrastruktur pendukung.
Dengan sokongan dana yang tidak terbatas dan dukungan penuh pemerintah, hasilnya, kompetisi profesional Liga Arab Saudi terbentuk dan mulai menunjukan tajinya di level Asia dan dunia terutama di medio 1980-2000.
Meskipun kompetisinya belum lama terbentuk, salah satu klub tertua di Arab Saudi, Al-Hilal, berhasil dua kali meraih dua gelar Liga Champions Asia pada tahun 1991 dan 1999. Hal ini menjadi tonggak awal klub-klub Liga Arab Saudi menjadi favorit juara di turnamen tersebut.
Kondisi terkini liga
Berdasarkan perangkingan liga yang dilakukan oleh AFC, saat ini Liga Arab Saudi berada di peringkat teratas mengungguli Jepang dan Korea Selatan. Dilansir dari Arabnews, ada beberapa faktor yang membuat Liga Arab Saudi begitu digdaya di Asia saat ini.
Pertama, mengelola kompetisi dengan berkiblat pada Liga Inggris. Kedua, punya perputaran uang yang besar sehingga mampu menarik banyak pelatih dan pemain top bermain di sana. Ketiga, klub-klub Liga Arab Saudi punya prestasi bagus saat tampil di Liga Champions Asia maupun AFC Cup.
Liga Arab Saudi saat ini dihuni oleh 16 tim dan pada beberapa tahun mendatang sedang mewacanakan akan menambah kontestan menjadi 18 klub. Dan klub tersukses dipegang oleh Al-Hilal dengan 18 gelar, kemudian diikuti Al-Nassr 9 gelar dan Al-Ittihad dengan 8 gelar.
Secara eksposure, Liga Arab Saudi memang tidak seterkenal Liga Jepang atau Korea di kawasan Asia, tapi soal prestasi mereka sangat membanggakan. 5 klub mereka sudah pernah merasakan partai final Liga Champions dan berhasil menyumbang total 6 gelar Liga Champions yakni, Al-Hilal dengan 4 trofi dan Al-Ittihad 2 trofi.
Surga bagi pemain pemburu harta
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Liga Arab Saudi adalah salah satu ajang yang menjanjikan uang besar baik bagi pelatih maupun pemain yang mau berkiprah di sana. Hal tersebut sukses menjadi daya tarik bagi beberapa pemain dan pelatih top mau berkarier di sana.
Beberapa pemain top yang pernah dan sedang merumput di Liga Arab Saudi adalah sebagai berikut: David Ospina (Al-Nassr), Ever Banega (Al-Shahab), Vincent Aboubakar (Al-Nassr), Luis Gustavo (Al-Nassr), Odion Ighalo (Al-Hilal), Sulley Muntari (Al-Ittihad, 2019), Sebastian Giovinco (Al-Hilal, 2019), M’Baye Niang (Al-Ahli), Talisca (Al-Nassr) dan terakhir ada Cristiano Ronaldo (Al-Nassr).
Bahkan, salah satu faktor yang membuat sangat sedikitnya para pemain asli Arab Saudi berkarier di Eropa atau luar negeri adalah faktor gaji yang terbilang tinggi yang telah mereka terima di tanah Saudi. Berdasarkan hitung-hitungan kasar dari situs, Salary Sport, rata-rata dalam satu bulan pemain yang berkarier di Liga Arab Saudi menerima gaji Rp1,9 miliar.
Hal yang membuat klub-klub Arab Saudi berani menggelontorkan uang miliaran rupiah bagi para pemainnya tak lepas dari dukungan penuh Kerajaan Arab Saudi. Pihak kerajaan dalam beberapa tahun terakhir memang sangat gencar melakukan investasi besar-besaran di dunia olahraga terutama sepakbola.
Melalui Dana Investasi Publik Arab Saudi (PIF) di musim ini sepakat menginvestasikan dana sebesar Rp1,905 triliun untuk Liga Arab Saudi. Selain itu, mereka juga menggelar balap F1 di Jeddah dan membeli Newcastle United pada tahun 2022 silam.
Jadi, apa yang diklaim Cristiano Ronaldo bahwa Liga Arab Saudi adalah kompetisi yang kompetitif itu mungkin benar adanya. Jika indikator yang dilihat dari progres para kontestan liganya di level Asia. Hanya saja, untuk level nasional dalam setidaknya tujuh musim terakhir, Al-Hilal sangat mendominasi liga dengan lima gelarnya dan masih sulit mendapatkan kompetitor yang sepadan.
Sumber : Historia, Arabnews, Salarysport)