Piala Eropa 1996 dikenang sebagai turnamen yang mengesankan. Di panggung ini, terjadi pertemuan antara pemain-pemain yang sudah berstatus bintang seperti Juergen Klinsmann, Hristo Stoitchkov, Paolo Maldini, Alan Shearer, dan Paul Gascoigne dengan para calon bintang seperti Pavel Nedved, Alessandro Del Piero, Manuel Rui Costa, Zinedine Zidane, Garry Neville atau Patrick Kluivert.
Dalam turnamen yang dilangsungkan di Inggris ini, slogan Football Comes Home ramai didengungkan tuan rumah. Tahun 1996 menandai 30 tahun sejak Inggris meraih gelar Piala Dunia, juga di kandang sendiri tahun 1966.
Setelah 30 tahun tanpa gelar bergengsi, sudah saatnya sepak bola kembali ke rumah bangsa yang mengklaim sebagai penemunya. Dengan skuat yang beranggotakan Gascoigne, Shearer bersama David Platt, Paul Ince dan Tony Adams, memang wajar jika publik Inggris menargetkan gelar juara bagi tim asuhan Terry Venables.
Sementara Italia datang dengan status sebagai finalis Piala Dunia 1994, dua tahun sebelumnya. Pelatih Arrigo Sacchi pun cukup percaya diri bahwa Italia akan berbicara banyak di turnamen ini. Pasalnya, Italia memang saat itu tengah kebanjiran talenta hampir di seluruh lini.
Meski tidak lagi diperkuat Franco Baresi di lini belakang, Sacchi masih memiliki Maldini, Alessandro Costacurta, Luigi Apolloni, dan Roberto Mussi yang merupakan penggawa di Piala Dunia 1994.
Di tengah, Demetrio Albertini semakin matang bersama dengan Roberto Donadoni, Diego Fuser, Roberto Di Matteo, Dino Baggio, dan Angelo Di Livio.
Sementara di depan, Sacchi cukup percaya diri dengan tidak membawa serta Roberto Baggio dan Giuseppe Signori karena ia masih memiliki Gianfranco Zola, Pierluigi Casiraghi, Fabrizio Ravanelli serta dua pemain muda potensial, Enrico Chiesa dan Alessandro Del Piero.
Namun kenyataannya, tanda-tanda limbungnya tim ini sudah terbaca sejak babak kualifikasi. Dalam tiga laga awal, mereka hanya mengumpulkan empat poin.
Hasil imbang didapat ketika bertandang ke Slovenia, dan kekalahan didapat saat menjamu Kroasia. Meskipun setelah itu Maldini dan kawan-kawan mampu bangkit dengan meraih enam kemenangan dari tujuh laga, namun di klasemen akhir, mereka kalah secara rekor head to head dengan Kroasia.
Untungnya, tiket lolos otomatis masih dapat digenggam. Hasil undian kemudian menempatkan Italia bersama Jerman, Republik Ceska, dan Rusia di Grup C.
Dari komposisi ini, semestinya Italia bersama Jerman akan melaju mulus ke babak selanjutnya, dengan Rusia yang akan menyimpan potensi kejutan mengingat mereka diperkuat oleh talenta-talenta seperti Alexandr Mostovoi, Andrei Kanchelskis, dan Viktor Onopko.
Persiapan menuju turnamen pun dilakukan. Tiga hari jelang laga pembuka menghadapi Rusia, Italia mengadakan laga latih tanding tertutup menghadapi Stoke City, yang saat itu masih bermain di level kedua kompetisi sepak bola Inggris. Sacchi secara khusus meminta Lou Macari, pelatih Stoke saat itu untuk menggunakan formasi 5-3-2.
Bukan tanpa alasan, mantan pelatih Milan ini ingin Italia berlatih menghadapi formasi yang biasa diterapkan Oleg Romantsev di kubu Rusia, yang juga agak mirip dengan pola 3-5-2 yang diterapkan pelatih Berti Vogts di kubu Jerman dan Dusan Uhrin di kubu Ceska. Laga tersebut kemudian dimenangi Italia dua gol tanpa balas, lewat gol yang dilesakkan Del Piero dan Chiesa.
Ujian pertama pun dilalui dengan mulus oleh Italia. Dengan memasang trio penyerang Del Piero-Zola-Casiraghi, Italia tampil atraktif dan mendominasi Rusia. Dua gol berhasil disumbangkan Casiraghi ke gawang Stanislav Cherchesov untuk membawa Italia menang dengan skor 2-1. Di laga lain, Jerman berhasil mengalahkan Ceska dengan skor 2-0.
Italia semestinya terus mempertahankan intensitas permainan dan susunan pemain di laga kedua melawan Ceska, namun secara mengejutkan, Sacchi melakukan perubahan yang cukup banyak dalam susunan pemain.
Ia menurunkan Fuser dan Dino Baggio menggantikan Di Livio dan Di Matteo. Trio Del Piero-Zola-Casiraghi pun digantikan dengan dua penyerang Ravanelli dan Chiesa, plus menempatkan Donadoni sebagai gelandang sayap.
Perubahan susunan pemain ini memberi prahara bagi sang unggulan. Di kubu lawan, gelandang muda Pavel Nedved begitu leluasa mendominasi lini tengah.
Nedved yang kala itu masih bermain di Sparta Praha bahkan mencetak gol ketika laga baru berlangsung empat menit. Lini belakang Italia juga kesulitan menghadapi kecepatan “Si Kereta Cepat” Karel Poborsky.
Dari area permainannya, umpan silang berhasil dilepaskan ke arah Radek Bejbl yang tak terkawal. Tendangan keras pun dilepaskan sang gelandang yang kelak memperkuat Atletico Madrid ini tanpa mampu dihalau Angelo Peruzzi. Gol tersebut membawa kembali keunggulan skor setelah Chiesa sempat menyamakan kedudukan.
Italia pun gagal membalas sepanjang babak kedua meski Zola dan Casiraghi diturunkan, hingga mereka harus mengakui keunggulan tim yang saat itu dikapteni Miroslav Kadlec.
“Mengubah susunan pemain dengan drastis memang sebuah kesalahan. Saya kelak tidak akan mengulangi kesalahan yang sama,” tutur Sacchi beberapa tahun setelahnya seperti dikutip dari situs Goal.com. Dalam pertandingan lain, Jerman mampu menundukkan Rusia dengan skor telak 3-0 dan memastikan diri lolos dari Grup C.
Kekalahan dari Republik Ceska begitu menyulitkan Gli Azzuri, karena di laga terakhir mereka harus menghadapi Jerman yang begitu meyakinkan. Dengan demikian, Italia harus berebut selembar tiket terakhir dengan Ceska dan Rusia yang juga saling berhadapan di laga terakhir.
Sacchi pun tidak mau melakukan kesalahan yang sama, meski tetap melakukan modifikasi dalam taktiknya. Ia kembali menurunkan Zola dan Casiraghi di lini depan, dengan didukung Donadoni, Albertini, Fuser dan Di Matteo di tengah.
Sementara di kubu Jerman, Vogts menurunkan Steffen Freund dan Thomas Strunz menggantikan Markus Babbel dan Stefan Reuter di lini belakang, sementara Thomas Haessler dan Andreas Moeller masih memegang lini tengah bersama sang jangkar, Dieter Eilts. Di depan, Fredi Bobic tampil bersama Klinsmann menggantikan Oliver Bierhoff.
Tuntutan harus menang menjadikan Italia tampil agresif sejak awal. Kiper Andreas Koepke pun dibuat sibuk lewat upaya-upaya yang dilakukan Fuser dan Casiraghi pada awal laga.
Puncaknya adalah ketika ia terpaksa menjatuhkan Casiraghi di kotak penalti sehingga wasit menunjuk titik putih. Eksekusi pun dilakukan Zola yang begitu cemerlang sepanjang turnamen, namun tendangan tersebut begitu lemah dan terbaca oleh Koepke. Italia pun gagal membuat gol cepat.
Kegagalan Zola tidak membuat Italia menyerah. Mereka terus mengurung pertahanan Jerman yang saat itu masih bersih dari kebobolan. Gebrakan-gebrakan yang dilakukan Donadoni di sayap kiri dan Fuser di kanan begitu gencar, hingga akhirnya membuat Strunz yang menghuni posisi wingback terkena dua kartu kuning, yang membuat Jerman harus menghadapi sisa laga dengan 10 pemain.
Di laga lainnya, pertandingan berlangsung seru antara Ceska dan Rusia. Rusia yang terlambat panas di turnamen ini berhasil memimpin dengan skor 3-2 hingga menit ke-85.
Andai skor ini bertahan hingga usai, Italia akan lolos mendampingi Jerman meski hanya bermain imbang. Namun penyerang pengganti, Vladimir Smicer mengubah plot dongeng dengan golnya pada menit ke-88 untuk menjadikan skor imbang.
Seperti kisah heroiknya ketika menyamakan kedudukan untuk Liverpool dalam laga klasik Battle of Istanbul menghadapi AC Milan tahun 2005, Smicer pun berhasil memastikan kelolosan Ceska. Meski sama-sama mengumpulkan empat poin dengan Italia, Ceska unggul dalam rekor head to head.
Italia pun merana dan dipaksa pulang cepat. Bagi Sacchi, inilah akhir dari kariernya sebagai pelatih timnas. Sebuah kesalahan dalam laga melawan Ceska harus dibayar dengan mahal. Sacchi sendiri mengaku bahwa tim Italia tahun 1996 ini lebih baik secara permainan ketimbang tim tahun 1994, namun jauh lebih buruk dari sisi hasil.
Namun kemudian, Ceska pun membuktikan bahwa kemenangan atas Italia bukanlah kebetulan semata, dan bukan hanya karena Sacchi menurunkan tim yang berbeda. Dalam perjalanan di fase gugur, Ceska berhasil menundukkan dua tim tangguh Portugal dan Prancis, untuk kemudian menantang Jerman dalam laga puncak.
Jerman sendiri kemudian keluar sebagai juara berkat gol emas tendangan Bierhoff yang terlepas dari tangkapan kiper Petr Kouba pada babak perpanjangan waktu. Jerman pula yang mengakhiri mimpi Italia untuk melangkah lebih jauh di Euro 96, sekaligus mengandaskan tuan rumah Inggris lewat drama adu penalti pada semifinal.