Ada euforia yang sedang menyeruak di kalangan pencinta sepakbola nasional. Apalagi kalau bukan sepak mula Liga 1 musim 2020 yang mulai dihelat sejak kemarin (29/2) dengan partai Persebaya kontra Persik sebagai pembuka.
Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator kompetisi dan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai pemegang kuasa atas berlangsungnya kompetisi sepakbola di Indonesia, telah merilis jadwal pertandingan bagi 18 kontestan Liga 1 musim ini. Walau tetap memunculkan pro dan kontra, semua pihak berusaha untuk menerima serta melaksanakannya dengan baik.
Sebagai sebuah federasi sepak bola yang sudah berdiri sejak tahun 1930, sudah ratusan bahkan puluhan ribu kali PSSI menggelar kompetisi resmi di berbagai level dengan beraneka format dan nama. Misalnya saja era Perserikatan (kompetisi amatir) yang dihelat pada 1931 sampai era 1990-an. Lalu liga semi-profesional bertajuk Galatama yang berputar tahun 1978 hingga tahun 1990-an. Sampai akhirnya peleburan Perserikatan dan Galatama menjadi Liga Indonesia (Ligina) sejak pertengahan 1990-an silam.
Di era terakhir ini pula, nama kompetisi acap diawali atau diikuti oleh sponsor seperti Liga Dunhill, Liga Kansas, Liga Indonesia Bank Mandiri, Liga Djarum sampai kini bernama Shopee Liga 1.
Dilihat dari waktu pelaksanaannya, ternyata kompetisi Liga 1 tahun 2020 lebih maju dua bulan jika dibandingkan dengan kompetisi pertama PSSI pada tahun 1931. Kompetisi Perserikatan edisi perdana tersebut dilaksanakan pada bulan Mei.
Lantas, bagaimana kisah keberhasilan para founding father federasi sepak bola bumiputra dan para pemain sepak bola ini mampu menyelenggarakan kompetisi untuk pertama kalinya?
Padahal di tahun tersebut dapat kita ketahui bersama bahwa Indonesia belum merdeka dan masih berada di bawah bayang-banyang penjajahan pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang juga sudah memiliki federasi sepak bola bernama NIVB (Nederland Indische Voetbal Bond).
Salah satu keputusan dalam pertemuan perwakilan tujuh bond bumiputra dari Jawa pasca-pembentukan PSSI di Yogyakarta pada tahun 1930 adalah ditunjuknya perwakilan dari Surakarta sebagai penyelenggara kompetisi perdana PSSI dan kongres PSSI yang pertama yang akan dilaksanakan pada tanggal 21 (Kongres) dan 22-24 Mei 1931.
Untuk menggelar pertandingan, panitia dari tuan rumah yaitu VVB (Vorstenlandschen Voetbal Bond) mempersiapkan alun-alun selatan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebagai venue pertandingan.
Dipilihnya alun-alun kraton karena saat itu di Surakarta belum ada stadion yang representatif untuk menggelar pertandingan sepakbola, apalagi oleh perkumpulan sepakbola bumiputra. Di halaman Benteng Vastenburg sebenarnya sudah ada lapangan sepakbola yang cukup baik dan terawat, tapi hanya tim-tim sepakbola gubahan bangsa kolonial yang boleh menggunakannya
Sebagai usaha menunjang tertibnya pertandingan, alun-alun tersebut disulap menjadi lebih megah dengan dipasangi gedeg atau bangunan semi permanen dari bahan kayu dan bambu untuk tempat duduk para tamu undangan.
Lapangannya sendiri dibatasi dengan seutas tali yang dipasang di pinggir lapangan agar para penonton tidak masuk dan berdiri di dalam pembatas tali tersebut. Dana yang dihimpun untuk kesuksesan acara ini sebagian besar merupakan kocek pribadi dari pengurus PSSI, pengurus VVB beserta bond peserta lain, pemberian dari Keraton Kasunanan Surakarta serta para dermawan.
Alun-alun selatan dan utara Keraton Kasunanan Surakarta pada masa itu memang sering digunakan untuk menggelar pertandingan besar sepakbola sebelum stadion megah buatan bangsa bumiputra pertama bernama Sriwedari berdiri saat Kasunanan Surakarta dipimpin oleh Sri Susuhunan Pakubuwana X.
Bahkan Sang Raja, Sri Susuhunan Pakubuwana X juga memberi perhatian khusus bagi perkembangan sepakbola bangsa bumiputra di daerah kekuasannya agar tidak kalah dari entitas Tionghoa dan kolonial. Cara yang ditempuh adalah memberi stimulan berupa menyumbangkan Wissel Beker atau piala dan satu bondmedaille untuk melanggengkan kompetisi PSSI pertama ini.
Salah satu alasan dipilihnya Surakarta sebagai tempat yang ideal untuk menyelenggarakan kompetisi PSSI yang pertama adalah letak geografisnya yang berada di pertengahan pulau Jawa sehingga ongkos perjalannya tidak terlalu mahal dan tidak berat sebelah dibanding jika dilaksanakan di wilayah bagian barat atau timur pulau Jawa.
Kompetisi PSSI pertama yang dilaksanakan di Surakarta ini mempunyai format kompetisi dan aturan permainan yang berbeda dengan sepakbola di era sekarang. Jika sekarang tim sepakbola sudah harus mandiri dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) dan berbadan hukum agar menjadi klub profesional, dahulu tim sepakbola daerah/bond masih merupakan induk dari banyaknya klub sepakbola amatir di daerah itu (kini lebih dikenal dengan istilah tim internal).
Dari banyaknya klub sepak bola yang berserikat itu, terbentuklah kesebelasan daerah bernama bond/perserikatan sehingga kompetisinya juga dinamai dengan Kompetisi Perserikatan karena diikuti oleh perserikatan-perserikatan klub sepakbola dari berbagai daerah yang berserikat.
Untuk format kompetisinya juga masih menggunakan penyisihan antarzona atau distrik sebelum melaju pada putaran final nasional. Belum ada format promosi dan degradasi maupun pembagian divisi dalam babak penyisihan kompetisi. Kejuaraan PSSI yang dilaksanakan di Surakarta pada Mei 1931 merupakan putaran final setelah penyisihan antardistrik selesai dilaksanakan. Tiga tim yang lolos ke putaran final kejuaraan PSSI yang pertama tersebut adalah VVB, PSIM (Persatoean Sepakraga Indonesia Mataram) dan VIJ (Voetbalbond Indonesische Jacarta) yang akhirnya keluar sebagai juara pada gelaran kompetisi Perserikatan edisi perdana tersebut.
Putaran final kompetisi PSSI edisi perdana tersebut hanya digelar tiga hari. Pertama, pada hari Jumat tanggal 22 Mei 1931 yang mempertandingkan PSIM melawan VVB. Kedua, Sabtu tanggal 23 Mei 1931 yang melangsungkan partai antara VIJ melawan PSIM. Terakhir, hari Minggu tanggal 24 Mei 1931, ada laga VVB melawan VIJ.
Ketiga bond yang lolos menuju putaran final Perserikatan 1931 itu sebelumnya telah mengalahkan lawannya dalam pertandingan penyisihan distrik yang dilaksanakan dua kali dengan hasil antara lain VVB yang berhasil mengalahkan SIVB (Soerabajasche Indonesische Voetbalbond) dengan skor 2-1 dan 1-0 sehingga VVB unggul agregat 3-1.
PSIM berhasil mengandaskan perlawanan PPSM (Perserikatan Paguyuban Sepakbola Magelang) dengan skor 1-1 dan 7-1 sehingga PSIM unggul aggregat 8-2. Sedangkan VIJ Jakarta mampu mengalahkan BIVB (Bandoengsche Indonesische Voetbalbond) dengan skor 3-1 dan 1-1 sehingga VIJ lolos dengan aggregat 4-2.
Susunan pemain yang dapat diketahui dari tiga bond yang lolos ke putaran final kompetisi Perserikatan edisi perdana tersebut antara lain VVB diisi oleh Soekirjo, Farooq O.R., Ponco, Soediyono, Soegiman, Djamadi, Soeharno, Siswanto, Darmowisman, Soedadio, dan Kajat.
Kubu PSIM mengandalkan R. Maladi, Mulyono, Wongso, Andreas, Irsad, Slamet Ngalim, Saring, Mukam, Suparmadi, Suharso, dan Saroso. Sementara VIJ dimotori Salikin, Rachim, Sarim, Marmoasmara, Besus, Basir Isa, Mudjitaba, Sumo, Djainin, dan Idris Halim.
(Bersambung)