Menilik Luka Grbavica

Sepakbola adalah perpanjangan dari perang. Istilah yang sering kita dengar tersebut terkadang berlebihan, meskipun di momen tertentu sepakbola memang terasa bagaikan peperangan.

Lapangan dianalogikan sebagai sebuah medan peperangan antara kedua tim yang menghuni sisi utara dan selatan. Namun, analogi tersebut nyatanya pernah menjadi sebuah kenyataan.

Kala itu lapangan benar-benar menjadi bagian dari medan peperangan. Apabila ada yang mengira ini adalah Donbass Arena, Anda benar.

Akan tetapi, yang penulis maksud bukan Donbass Arena. Ini terjadi jauh sebelum konflik Ukraina-Rusia yang merusak kandang dari Shakhtar Donetsk tersebut.

FK Željezničar, Stadion Grbavica, dan The Maniacs

Stadion Grbavica, kandang dari FK Željezničar Sarajevo, menjadi satu dari banyak bangunan yang terkena dampak langsung dari perang usai runtuhnya Yugoslavia.

Stadion ini dibangun oleh SD Željezničar mulai tahun 1949 dan baru rampung pada 1953. SD Željezničar sendiri adalah sebuah asosiasi olahraga yang mana salah satu bagiannya adalah FK Željezničar.

Asosiasi ini didirikan oleh para pekerja kereta api dengan nama awal Radničko športsko društvo (RSD) Željezničar alias “Paguyuban olah raga pekerja Željezničar”.

Asosiasi ini didirikan tahun 1921 dan pada tahun tersebut pula didirikan FK Željezničar sebagai anak pertama dari SD Željezničar.

Sebenarnya, pada waktu itu di sekitar Sarajevo sudah ada beberapa lapangan yang memiliki tribun penonton, termasuk Stadion Koševo, rumah FK Sarajevo, yang dibangun dengan bantuan dari otoritas Yugoslavia.

Namun pemerintah malah menyarankan SD Željezničar untuk membangun stadion sendiri. Maka, dibangunlah Stadion Grbavica melalui kolaborasi anggota asosiasi, para suporter, dan tenaga dari JNA (tentara nasional Yugoslavia).

Awalnya, stadion ini adalah stadion multifungsi yang juga digunakan untuk balap sepeda dan atletik. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya diputuskan secara penuh menjadi stadion sepakbola, tempat di mana FK Željezničar menerima tamu.

Seperti halnya wilayah-wilayah lainnya, Sarajevo khususnya Grbavica adalah wilayah multietnik.

Bosniak, Serb, dan Croat hidup berdampingan dalam Yugoslavia yang sekuler, tidak memandang etnik dan agama dalam bermasyarakat. Semua diperlakukan sama.

FK Željezničar adalah salah satu representasi dari masyarakat heterogen Sarajevo. Ini dibuktikan dari kesuksesan mereka menjuarai Liga Yugoslavia musim ke-26 (1971/1972) dengan komposisi yang heterogen.

Ada nama-nama seperti Edin Sprečo, Josip Bukal, serta Božo Janković di jajaran pemain dan di jajaran pelatih ada Milan Ribar dan Sulejman Kulović.

Dari demografi yang beragam inilah kelak pada 1987 berdiri kelompok suporter yang dinamai The Maniacs. Kelompok ini pun merepresentasikan dinamika sosial yang ada di sekitarnya pada waktu itu.

Anggotanya benar-benar beragam, tak memandang latar belakang, siapa saja yang mencintai FK Željezničar boleh bergabung.

Hal ini jelas kontras dengan beberapa kelompok lain yang memiliki basis etnisitas, misalnya Delije Sever di Beograd dan Bad Blue Boys di Zagreb.

Mimpi Buruk Bernama Perang

Minggu, 5 April, 1992, FK Željezničar dijadwalkan bertanding melawan FK Rad Beograd di Stadion Grbavica.

Di hari itu pula, tak ada yang tahu apabila tentara Serbia akan datang untuk menguasai Akademi Kepolisian Vraca yang letaknya persis di sebelah tenggara Stadion Grbavica.

Hari itu akhirnya tercatat sebagai hari efektif terakhir sebelum stadion terbengkalai hampir empat tahun akibat perang.

Dua jam sebelum pertandingan digelar, belum ada kepastian apakah pertandingan ini akan benar-benar dimainkan.

Beberapa perangkat pertandingan yang berasal dari luar Sarajevo pun belum hadir. Sementara para suporter sudah mulai hadir di sekitar stadion.

Mereka merasa bahwa pertempuran yang sudah berlangsung di Kroasia tidak akan terjadi di Bosnia & Herzegovina.

Ternyata, mereka salah. Suara tembakan mulai terdengar dari arah tenggara. Tak ada pertandingan sepakbola hari itu, yang ada hanyalah pertandingan tembak-menembak.

Pada malam harinya, pasukan Serbia telah menguasai bandara. Orang-orang Serbia di Sarajevo, termasuk para pemain FK Željezničar yang berasal dari sana melenggang meninggalkan Sarajevo beberapa hari kemudian menggunakan jalur udara.

Pihak Bosnia & Herzegovina dengan kekuatan seadanya sudah tak mampu membendung serangan pasukan Serbia.

Pada akhirnya, akademi tersebut jatuh ke tangan Serbia dan menjadi titik permulaan konflik di Sarajevo.

Salah satu tujuan penyerangan Sarajevo adalah untuk membagi kota ini menjadi wilayah ekslusif berdasarkan etnisitas.

Hal ini diharapkan agar rasa senasib sepenanggungan antarwarga memudar sehingga prospek Bosnia & Herzegovina yang merdeka menjadi semakin mengecil akibat mengikisnya rasa persatuan.

Sialnya lagi bagi FK Željezničar, salah satu titik pada garis imajiner yang membelah kota sekaligus menjadi garis terdepan pertempuran adalah Stadion Grbavica.

Tentu saja stadion ini rusak parah akibat pertempuran yang berlangsung. Letaknya yang tepat berada di titik pertempuran membuat pihak FK Željezničar kesulitan mendapatkan informasi.

Josip Katalinski, selaku direktur teknis pada saat itu sekaligus legenda klub yang ikut dalam skuad 1971/1972 membenarkan bahwa ledakan sering terdengar di sekitar stadion. Namun, dirinya tak tahu seperti apa kondisi stadion secara pasti.

Tribun Grbavica terbakar total pada Mei  1992. Ini merupakan pukulan telak yang dirasakan oleh pihak FK Željezničar.

Di dalamnya, tersimpan seluruh piala dan benda-benda simbolis lain yang telah diperoleh klub sejak didirikan 1921. Tak ada satu pun yang selamat, kecuali barang-barang yang sebelumnya sudah terabadikan dalam potret.

Parahnya lagi, selama perang, lapangan stadion tak luput dari tempat untuk menanam ranjau yang mana membuatnya harus dibersihkan secara menyeluruh saat kelak digunakan kembali.

Pasca-perang

Setelah perang berakhir pada Maret 1996, para warga tentunya juga seluruh anggota SD Željezničar pulang ke Grbavica.

Orang-orang etnik Serb yang sebelumnya tinggal di wilayah tersebut sudah pergi, termasuk mereka yang sebelumnya mendukung FK Željezničar sebelum perang berkecamuk.

Banyak dari mereka pergi karena khawatir akan keselamatannya. Kepergian mereka pun meninggalkan tempat-tempat kosong yang nantinya akan diisi oleh para Bosniak yang terusir dari wilayah timur negeri.

Kepergian para Serb ini membuat status FK Željezničar sebagai klub multietnik meluntur, pasalnya hanya tersisa para muslim (Bosniak) yang tetap mendukung klub pasca-perang.

Kenyataan ini nyatanya tetap membuat para suporter menjunjung sikap inklusif yang telah lama mereka pegang. Meskipun, sang rival, FK Sarajevo selalu menganggap FK Željezničar sebagai klubnya orang-orang muslim.

Pihak klub dan para suporter bahu-membahu membersihkan sisa-sisa peperangan dari Stadion Grbavica.

Beberapa minggu setelah kembali ke Grbavica, 2 Mei 1996, digelar laga bersejarah antara FK Željezničar melawan sang rival, FK Sarajevo.

Laga bersejarah ini adalah pesan bahwa kota ini beserta seluruh elemen di dalamnya, tak terkecuali derbi Sarajevo, masih hidup dan akan terus hidup.

Selanjutnya, Stadion Grbavica mengalami renovasi secara bertahap. Mulai dari pemasangan kursi, perbaikan lampu stadion, pemasangan atap, pemasangan LED, perbaikan drainase, hingga menaikkan kapasitas menjadi 24.000 penonton.

Kisah menarik terjadi pada tahun 2013, FK Željezničar tidak bisa bermain di Stadion Grbavica untuk menjamu Viktoria Plzeň di kualifikasi Champions League tahap kedua.

UEFA menganggap kandang FK Željezničar ini tidak memenuhi standar untuk menggelar laga tingkat kontinental. Mengungsilah mereka ke kandang FK Sarajevo.

Setelah kejadian itu, para fans berinisiasi mengadakan kampanye “Buy a Seat for Grbavica” yang mengundang respon positif dari berbagai pihak.

Beberapa mantan manajer serta mantan pemain seperti Amar Osim, Edin Džeko, Ibrahim Šehić, dan Semir Štilić ikut berpartisipasi pada kampanye ini.

Bahkan, Dinamo Zagreb pun turut serta menolong mantan lawannya di era Yugoslavia ini.

Dana kolektif yang telah dikumpulkan para suporter tersebut digunakan untuk merenovasi tribun timur serta meningkatkan kapasitasnya menjadi 4650 kursi. Proyek renovasi ini sendiri rampung pada April 2017.

Komentar

This website uses cookies.