Menyambut Kepulangan Gerrard

Steven Gerrard resmi didapuk sebagai manajer Aston Villa per 11 November 2021 kemarin setelah Dean Smith dipecat pihak manajemen.

Walau usianya tergolong masih muda untuk melatih di Premier League (41), Gerrard tak sedang aji mumpung. Ia telah mendemonstrasikan bakat kepelatihannya di Skotlandia bersama Rangers FC.

Selama tiga tahun lebih bertugas di Stadion Ibrox, eks kapten Tim Nasional Inggris tersebut telah mengembalikan harkat klub asuhannya.

Di tangan Gerrard, Rangers yang sudah satu dekade tak merasakan manisnya trofi liga, dibawanya menjuarai Scottish Premiership pada musim 2020/2021 lalu.

Hebatnya, Gerrard mengantarkan Rangers jadi kampiun Skotlandia dengan cara yang tak biasa.

The Gers berhasil merajai tanah Skotlandia tanpa terkalahkan. James Tavernier dan kolega sukses melesakkan 92 gol serta kebobolan 13 kali saja.

Lebih jauh, Rangers juga menghentikan dominasi rivalnya, Celtic FC, yang menjadi juara Scottish Premiership sembilan kali beruntun.

Gerrard mengambil alih Rangers dari tangan Graeme Murty tatkala kondisi klub jauh dari kata stabil.

Mereka dipaksa terdegradasi ke divisi empat pada 2012 akibat kebangkrutan. The Gers cukup beruntung bisa kembali berlaga di divisi teratas Skotlandia hanya dalam kurun waktu empat tahun.

Kembali ke Scottish Premiership bukan berarti masalah usai. Kegagalan Rangers menunjuk pelatih yang mumpuni bikin prestasi mereka mandek.

Dalam dua musim beruntun sejak 2016/2017 hingga 2017/2018 dengan Mark Warburton, Pedro Caixinha, dan Murty sebagai juru strategi, kesebelasan yang berdiri tahun 1872 ini hanya sanggup finis di peringkat tiga liga serta gagal merengkuh trofi.

Barulah pada Mei 2018, Gerrard dikonfirmasi sebagai pelatih baru Rangers dengan kontrak berdurasi empat tahun.

Bagi suami Alex Curran itu sendiri, Rangers menjadi klub profesional pertama yang ia besut. Sebelumnya Gerrard cuma punya rekam jejak sebagai nakhoda Liverpool U-18.

Tak ada target muluk yang diberikan manajemen kepada Gerrard. Namun kepercayaan mereka dijawab secara paripurna oleh mantan gelandang yang ikonik dengan sepakan geledeknya tersebut.

Memutus kedigdayaan Celtic yang tak tahu adat merupakan kebahagiaan tak ternilai. Sebab jarak titel liga di antara The Gers dan The Bhoys tertahan di angka empat.

Rangers menambah gelarnya menjadi 55 buah. Sementara trofi milik Celtic masih berjumlah 51 buah.

Sebelum kedatangan Gerrard yang membawa prestasi, fans tim Glasgow Biru menyimpan rasa khawatir jika kubu Glasgow Hijau sanggup menyamai atau bahkan menyalip jumlah gelar liga mereka.

Rangers asuhan Gerrard tidak cuma tampil oke di level domestik. Saat beraksi di kancah kontinental, mereka juga memberikan impresi positif.

Dalam dua musim pamungkas, lelaki kelahiran Whiston itu sukses mengantar timnya menjejak babak 16 besar Liga Europa.

Sayangnya, Tavernier dan kawan-kawan gagal lolos ke babak fase grup Liga Champions musim ini setelah gugur di tangan klub Swedia, Malmo FF, pada babak ketiga kualifikasi.

Musim ini pun, Rangers masih berpeluang untuk kembali berprestasi. Di tingkatan domestik, mereka masih memuncaki klasemen Scottish Premiership dengan selisih empat poin dari Celtic jelang paruh musim.

Selain itu, mereka juga bakal melakoni semifinal Piala Liga Skotlandia pada 20 November 2021 mendatang.

BACA JUGA:  Pesimisme akan Perhelatan Piala Menpora dan Liga 1

Pada level Benua Biru, The Gers juga masih menyimpan kans untuk melaju ke fase gugur Liga Europa.

Seharusnya, musim ini menjadi ajang unjuk konsistensi bagi Gerrard untuk mematenkan statusnya sebagai salah satu pelatih paling berbakat di Eropa.

Akan tetapi, sebuah panggilan dinas berdering dari kota Birmingham. Aston Villa membutuhkan peramu taktik anyar setelah Smith gagal mengangkat performa tim.

Tumbangnya The Villans dari Southampton pada akhir pekan lalu (6/11) bikin klub yang berkandang di Stadion Villa Park itu menderita kekalahan kelima beruntun di Premier League musim ini.

Pelan tapi pasti, posisi Aston Villa pun kian merosot ke papan bawah. Tepatnya duduk di posisi 16 dan mengoleksi 10 poin.

Rapor buruk The Villans memang memantik pemecatan Smith. Namun permasalahan di tubuh klub yang menjadi rival sekota Birmingham City ini jauh lebih kompleks.

NSWE Group sebagai pemilik klub telah menggelontorkan dana sekitar 330 juta Poundsterling sejak mengakuisisi juara Inggris tujuh kali tersebut pada tahun 2018 silam.

Pada tahun ketiga, Nasser Sawiris dan Wes Edens mengharapkan adanya progresi. Namun yang terjadi justru sebaliknya.

Klub berlambang singa itu kini terdampar di papan bawah dan cuma mengantongi margin dua angka dari zona merah.

Statistik pertahanan Aston Villa dinilai amat buruk. Emiliano Martinez dan kawan-kawan sudah kebobolan 20 gol dari 11 laga.

Praktis, hanya Newcastle United (24) dan Norwich City (26) yang punya catatan kebobolan lebih buruk. Performa buruk itu juga yang membuat keduanya terdampar di dua terbawah klasemen sementara.

Smith dianggap tidak mampu memaksimalkan dua rekrutan mahal terbaru Aston Villa yakni Emiliano Buendia dan Leon Bailey.

Pelatih berusia 50 tahun itu lebih sering menerapkan formasi 3-5-2. Alhasil, tak ada ruang bagi Buendia dan Bailey yang merupakan pemain berkarakter eksplosif.

Smith lebih suka menduetkan rekrutan baru lainnya, Danny Ings, dengan Ollie Watkins di lini depan.

Akan tetapi, dua penyerang Inggris tersebut sejauh ini belum menunjukkan chemistry yang ideal.

Masing-masing baru membukukan tiga dan dua gol. Padahal musim lalu Watkins adalah top skorer klub di semua kompetisi dengan catatan 16 gol.

Hal tersebut sebetulnya dapat dimaklumi karena Aston Villa baru saja kehilangan pemain terbaik mereka dalam beberapa musim terakhir, Jack Grealish, yang hijrah ke Manchester City.

Kepergian Grealish yang menelurkan 7 gol dan 10 asis musim lalu bikin kreativitas tim mandek.

Selain itu, duo palang pintu pertahanan, Tyronne Mings dan Ezri Konsa, juga mengalami penurunan performa yang cukup signifikan.

Sekilas, keputusan yang diambil manajemen Aston Villa terbilang cukup mengejutkan. Pasalnya, selain banyaknya situasi kurang menguntungkan yang memengaruhi hasil buruk mereka musim ini, Smith juga terbilang cukup populer di internal klub dan disukai oleh para pemain.

Dikutip dari The Athletic, penggawa The Villans merasa nyaman dengan metode kepelatihan Smith yang bikin mereka mampu merilis performa terbaiknya.

Masih menurut media yang sama, Grealish bahkan menyebut Smith sebagai pelatih terbaik sepanjang masa.

Jika jajaran direksi Aston Villa berani mengesampingkan faktor tersebut, bisa dibilang ada ambisi besar yang memperkuat alasan mereka untuk merombak susunan kepelatihan.

BACA JUGA:  Gerakan #PlayersTogether Lahir dari Keputusasaan

NSWE Group ingin setidaknya The Villans mampu bersaing di posisi sepuluh besar seperti yang pernah terjadi medio 2007 hingga 2010 pada masa kepelatihan Martin O’Neill.

Kala itu, Aston Villa sukses finis di peringkat enam selama tiga musim beruntun dan mampu berkompetisi di Eropa.

Penunjukan Gerrard yang telah membuktikan potensinya bersama Rangers diharapkan dapat mereplikasi performa apik tersebut.

Terlebih, dengan besarnya dana yang telah digelontorkan, wajar jika NSWE Group menginginkan adanya perbaikan prestasi.

Dari perspektif Gerrard, kelanjutan karier di Aston Villa juga sangat menguntungkan. Setelah merintis perjalanan manajerialnya dari nol di akademi Liverpool, kini ia punya ruang belajar yang lebih kompetitif untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai pelatih muda.

Tak seperti kebanyakan pelatih pemula saat ini yang berani mengambil tanggung jawab besar menangani klub-klub dengan ambisi selangit seperti yang dilakukan oleh Mikel Arteta bareng Arsenal, Andrea Pirlo bersama Juventus, atau Frank Lampard di Chelsea, Gerrard pilih menggodok pengalamannya secara bertahap.

Saat memutuskan pensiun sebagai pemain pada November 2016, Gerrard menolak tawaran untuk melatih klub divisi tiga Inggris, Milton Keynes (MK) Dons.

Ia beralasan jika belum siap, dan lebih suka untuk bergabung dengan tim kepelatihan akademi Liverpool pada Januari 2017.

Setelah berhasil memberi kesan positif kepada kepala pelatih The Reds, Jurgen Klopp, Gerrard diberi tugas untuk menahkodai tim junior Liverpool di level U-18 dan U-19 dalam kurun waktu 2017 hingga 2018.

Usai memaksimalkan waktu belajarnya di tim junior Liverpool, barulah Gerrard memberanikan diri menangani tim profesional dengan menerima tawaran Rangers.

Menengok catatan The Gers yang begitu produktif musim lalu, bisa jadi Gerrard adalah figur tepat buat memaksimalkan kemampuan Buendia, Bailey, Ings, dan Watkins alias membikin Aston Villa lebih beringas di depan gawang.

Di sisi lain, ia juga diharapkan mampu membantu Mings dan Konsa serta Martinez agar tampil padu sehingga lini belakang semakin sukar ditembus.

Selain menambah pengalaman melatih dan mendongkrak penampilan The Villans, banyak pengamat yang merasa bahwa keputusan Gerrard pulang ke Inggris adalah untuk membuktikan kepantasannya melatih Liverpool di masa depan.

Di Premier League, Gerrard akan belajar menjaga relevansi taktikal yang berevolusi secara dinamis serta menghadapi tekanan yang begitu masif.

Kontrak Klopp di Stadion Anfield memang baru akan berakhir pada 2024 mendatang. Andai tak diperpanjang, ada waktu selama tiga setengah musim bagi Gerrard buat membuktikan kapasitasnya.

Walau di Skotlandia punya kans untuk kembali menahbiskan diri sebagai yang terbaik bersama Rangers, Gerrard memilih jalan lain.

Ia memutuskan buat kembali ke rimba Premier League dan berduel dengan segala risiko yang ada secara langsung.

Gerrard akan menggunakan waktunya semaksimal mungkin di Aston Villa buat belajar dan meningkatkan kemampuannya sebagai pelatih.

Sehingga kelak, entah bersama klub Premier League yang mana, ia dapat menjawab rasa penasarannya dengan menjadi kampiun. Hal yang gagal ia wujudkan saat berstatus sebagai pemain.

Komentar
Sesekali mendua pada MotoGP dan Formula 1. Bisa diajak ngobrol di akun twitter @DamarEvans_06