Nacho Fernandez: Si Bebas Cedera dan Penyandang Diabetes

Periode November sampai Januari kerap menjadi masa-masa genting bagi beberapa klub di Eropa. Alasannya, pada bulan-bulan tersebut, badai cedera kerap menghampiri. Ketatnya jadwal menjadi salah satu penyebabnya. Para manajer akan semakin pusing apabila badai cedera menghampiri pemain kunci.

Namun, tahukah Anda, ternyata ada seorang pesepak bola yang dari awal karier profesionalnya hingga sekarang belum pernah absen karena cedera? Pemain yang dimaksud bernama Nacho Fernandez.

Cedera terakhir yang dialami Nacho adalah ketika ia masih bermain untuk tim U-14 Real Madrid, yaitu cedera ankle. Tiga belas tahun berlalu, dan hingga hari ini, pesepak bola yang memiliki sisa kontrak bersama Madrid hingga Juni 2020 itu belum lagi absen karena alasan cedera.

Nacho dikenal yang sangat peduli terhadap kelangsungan keriernya sebagai pesepak bola profesional. Ia menyadari harus memerhatikan asupan makan, istirahat yang cukup, dan terutama masa-masa persiapan latihan dan/atau pertandingan. Ya, ketiga hal itu adalah beberapa kunci bagi atlet profesional dalam menjalani hidup sehat.

Walaupun, sebenarnya, faktor sistem latihan yang dibentuk oleh klub juga berpengaruh. Kita ambil contoh pesepak bola lain, misalnya Mesut Ozil. Selama bermain untuk Real Madrid, menurut Transfermarkt, Ozil sama sekali tidak pernah absen karena cedera.

Sedangkan selama di Arsenal, Ozil sudah melewatkan sekitar 28 pertandingan dalam total 150 hari akibat cedera. Ini artinya, tanpa mengurangi rasa hormat kepada Arsene Wenger, mungkin ada yang salah dengan sistem latihan. Akibatnya, dari musim ke musim, pemain kunci mereka sering mengalami cedera.

Kemudian, dalam sepak bola, jumlah menit bermain juga turut berpengaruh terhadap kebugaran pemain. Ini berhubungan dengan faktor istirahat (recovery). Dibandingkan Sergio Ramos, Raphael Varane, dan Pepe Lima, Nacho Fernandez adalah pemain belakang dengan menit bermain paling sedikit bermain dalam beberapa musim.

Artinya apa? Nacho punya waktu istirahat yang lebih panjang dibandingkan ketiga pemain di atas. Menarik untuk melihat ke depan ketika Nacho dipercaya menjadi pemain kunci di lini belakang Real Madrid, apakah akan tetap jarang cedera atau tidak.

Seorang penyandang diabetes

Seperti yang telah penulis singgung di atas, Nacho adalah pemain yang sangat peduli dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi, masa istirahat, dan jadwal latihannya.

Namun, apakah itu artinya pesepak bola lain tidak seperti Nacho? Mungkin kebanyakan pemain sepak bola profesional di Eropa sudah melakukannya. Hanya saja, boleh dibilang, Nacho tiga kali lipat lebih perhatian terhadap dirinya sendiri dibandingkan pemain lain karena ia adalah penyandang diabetes.

“Banyak orang tidak tahu bahwa aku (punya) diabetes dan itu bukan karena saya ingin merahasiakannya. Saya selalu terbuka, biasanya ketika mengunjungi anak-anak di rumah sakit,” kata pesepak bola yang terkenal kalem itu kepada Marca.

BACA JUGA:  Pentingnya Peran Gizi pada Masa Recovery (Bagian 2)

Fakta ini membuatnya lebih berhati-hati dalam menjalani hidup. Sekali lagi, inilah yang menyebabkan Nacho menjadi sangat peduli dengan asupan, istirahat, dan persiapan pertandingan. Dan ternyata, secara tidak langsung, memberikan dampak positif terhadap kebugaran fisik, sehingga menjadi bebas cedera.

“Saya sudah mengidapnya (diabetes) sejak berusia 12 tahun. Namun tidak masalah karena saya sangat berhati-hati tentang hal itu. Jika Anda harus menjaga diri dengan baik karena Anda seorang pesepak bola, maka sebagai pengidap diabetes, Anda harus menjaga diri tiga kali lebih ketat dari kebanyakan orang,” tegasnya.

Setelah membaca fakta di atas, mungkin muncul sebuah pertanyaan di dalam benak Anda, yaitu “Bagaimana bisa seorang anak berusia 12 tahun dapat mengidap diabetes?”

Menurut penulis, diabetes Nacho yang sudah ia rasakan sejak usia 12 tahun adalah Diabetes Tipe 1. Ini adalah jenis diabetes yang biasanya lebih banyak terdiagnosa pada anak-anak dan remaja.

Untuk alasan itu, diabetes jenis ini juga dijuluki “Diabetes Anak Muda”. Diabetes Tipe 1 ini disebabkan karena tubuh penderita tidak dapat memproduksi insulin.

Jelas berbeda dengan Diabetes Tipe 2 yang disebabkan oleh resistensi insulin. Tipe ini lebih banyak menyerang orang dewasa.

Resistensi insulin adalah suatu keadaan di mana tubuh dapat memproduksi insulin, tetapi tidak dapat menyerap glukosa dengan baik. Sedangkan, pada Diabetes Tipe 1, tubuh penderita sama sekali tidak memproduksi insulin. Akibatnya, glukosa dalam aliran darah tidak dapat diserap oleh sel-sel tubuh untuk dijadikan energi.

Atlet dengan Diabetes Tipe 1 harus rutin (bahkan wajib) melakukan injeksi insulin. Boleh menggunakan suntikan atau pompa insulin. Hal ini penting untuk memastikan ketersediaan insulin dalam tubuh tetap terjaga, sehingga penyerapan glukosa dari makanan yang dikonsumsi dapat terserap dengan baik.

Olahraga sangat baik untuk penderita diabetes. Ini merupakan keuntungan menjadi seorang atlet, tetapi hipoglikemia dapat menjadi ancaman terbesar. Hipoglikemia adalah kondisi yang dicirikan kadar gula darah yang lebih rendah dari normal, biasanya kurang dari 70 mg/dl. Kondisi tubuh atlet yang tidak dapat memproduksi insulin guna menyerap glukosa yang akan dikonversi menjadi energi adalah penyebab utamanya.

Saat berolahraga, tubuh kita membutuhkan energi lebih banyak. Energi tersebut berasal dari metabolisme tubuh yang mengolah glukosa dalam darah. Lama kelamaan, kadar glukosa menurun karena sudah berubah menjadi energi. Ini sebabnya, olahraga baik untuk membantu menjaga kadar gula darah pasien penderita diabetes.

Namun, jika glukosa yang terpakai terlalu banyak, maka kadar gula darah akan turun menjadi terlalu rendah sehingga terjadi hipoglikemia (Kemenkes RI, 2014). Perasaan lemas, sakit kepala, dan pandangan kabur adalah beberapa gejalanya. Jika tidak segera diatasi, atlet dapat pingsan, hingga berisiko koma.

BACA JUGA:  Antara Gizi dan Imunitas Tubuh Manusia

Dosis insulin saat latihan tetap sama seperti biasa, tetapi sebaiknya harus diimbangi dengan asupan makan lebih banyak. Namun, hal ini bukan berarti praktik suntik insulin diperbolehkan di tengah-tengah latihan atau sesaat jelang/sesudah latihan.

Alasannya, karena saat sedang berlatih, insulin akan cepat dimobilisasi, sehingga resiko hipoglikemia menjadi semakin besar. Perihal jadwal injeksi insulin, atlet yang bersangkutan harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter tim.

Memang, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi dalam menuju perubahan perilaku yang sehat bagi atlet penyandang diabetes. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia (penurunan kadar glukosa dalam darah), serta cara mengatasinya harus diberikan kepada atlet (Kemenkes RI, 2014).

Lalu bagaimana dengan asupannya? Sebenarnya tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan perihal asupan zat gizi, terutama karbohidrat untuk atlet penyandang diabetes dengan atlet normal lainnya.

Hanya saja, jika kadar glukosa darah sedang tidak normal atau tidak terkontrol dengan baik, maka perlu dilakukan penyesuaian asupan karbohidrat dengan intensitas latihan sampai kadar glukosa darah kembali terkontrol.

Jenis makanan yang disarankan untuk dikonsumsi atlet adalah makanan dengan indeks glikemik rendah dan sedang, sehingga kadar gula darah atlet tetap terjaga. Namun, jika latihan berlangsung dalam waktu lama, maka asupan makanan dengan indeks glikemik tinggi sangat dibutuhkan selama masa pemulihan.

Penjelasan tentang indeks glikemik dapat Anda baca di sini.

Atlet juga disarankan untuk senantiasa memeriksakan kadar gula darah sebelum dan setelah berlatih. Jika kadar gula normal, maka sebelum latihan, disarankan mengonsumsi makanan kecil terlebih dahulu. J

ika gejala-gejala hipoglikemia mulai terasa, maka periksa gula darah. Jika masih memungkinkan untuk meneruskan latihan, maka di tengah latihan itu, konsumsi kembali makanan kecil. Tidak harus selalu berbentuk makanan padat, boleh juga dalam bentuk cair.

Berikut anjuran asupan karbohidrat tambahan sebelum latihan dari Kemenkes RI (2014):

Terbukti, dengan tingkat disiplinan yang lebih tinggi dibandingkan atlet sepak bola lainnya, para penyandang diabetes seperti Nacho Fernandez tetap dapat eksis di level teratas sepak bola Eropa.

Diabetes yang diderita Nacho ternyata menjadi berkah tersendiri bagi dirinya. Secara tidak langsung, ia menjadi lebih perhatian terhadap dirinya sendiri. Maka tidak heran kalau sekarang ia menjadi pemain yang belum pernah lagi merasakan cedera sepanjang karier profesionalnya.

 

Komentar
Indonesian Moslem | Anti-Mainstream Nutritionist/Dietitian who love football | Twitter: @katondio | Hey, you can also read my article at giziberkarya.blogspot.com.