Napas Sepuluh Musim Sami Hyypiä

Secara postur tubuh, Sami Hyypiä masih kalah tinggi dari eks striker jangkung Liverpool era 2005-2008, Peter Crouch— juga termasuk dalam pemain tertinggi ketiga sepanjang sejarah Premier League.

Fans Liverpool pernah menyanyikan chants untuk Crouch yang berbunyi “He’s big, he’s red, his feet stick out of bed!” karena ukuran kakinya yang semampai.

Hyypiä hanya selisih satu inci lebih pendek dari Joel Matip, bek Liverpool asal Kamerun. Matip sendiri adalah pemain tertinggi Liverpool musim 2016/2017.

Dengan tinggi badan yang mencapai 193 sentimeter dan warna rambutnya yang putih kecokelatan, tak akan sulit menemukan pergerakan Hyypiä di lapangan. Jika melihat video-video cuplikan pertandingan Liverpool masa lalu, ia akan sering terlihat menjaga area pertahanan sentral The Kop bersama bek kawakan Stephane Henchoz atau Jamie Carragher.

Duel udara sudah barang tentu menjadi kelebihan Hyypiä. Meskipun bukan tipe pelari cepat, ia memiliki kesadaran pemosisian yang baik. Berkat kemampuannya itu, Hyypiä beberapa kali mencetak gol, baik lewat sundulan, maupun sepakan kakinya.

Hyypiä termasuk pemain yang agresif merebut bola dan sering melakukan tekel bersih. Jika melihat catatan hitamnya bersama Liverpool, ia hanya sekali mendapatkan kartu merah.

Tepatnya saat melakukan pelanggaran kepada striker tajam Manchester United musim 2002/2003, Ruud van Nistelrooy, terjadi pada sebuah laga di Old Trafford yang berakhir dengan kekalahan telak 4-0.

“Van Nistelrooy merasa aku telah menarik sedikit bagian kaosnya. Wasit juga berpikir demikian. Aku langsung diberi kartu merah. Mereka (Manchester United) mendapatkan hadiah penalti. Itu adalah salah satu kekecewaanku saat menyaksikan pertandingan itu di ruang ganti. Satu-satunya kartu merah dalam karierku,” ungkap Hyypiä dalam sebuah artikel The Guardian.

 

Meski berposisi sebagai bek, hampir setiap musim, pemain bernomor punggung 4 itu mencetak minimal dua gol. Rekor golnya yang paling banyak adalah lima gol dalam semusim yang pernah ia raih secara berturut-turut pada musim 2001/2002, 2002/2003, dan 2003/2004.

Satu gol Hyypiä yang tak terlupakan adalah saat pertandingan Liverpool melawan Juventus pada babak perempat final Liga Champions 2004/2005. Hyypiä mencetak satu gol pembuka lewat tendangan voli kaki kirinya ke gawang Gianluigi Buffon setelah menerima bola liar yang berawal dari titik tendangan sudut.

BACA JUGA:  Mari Bersandar di Pundak Mignolet

Pertandingan klasik — jika mengingat tragedi Heysel 1985 — yang berakhir dengan skor kemenangan tipis 2 – 1 itu kemudian mengantarkan Liverpool menjadi juara Liga Champions yang ke-5 pada tahun 2005.

“Aku naik ke area lawan saat bola mati dan aku menunggu untuk menciptakan gol. Meskipun tugasku adalah menjaga clean sheet ketimbang menciptakan gol, tetapi gol adalah bonus, dan hari ini terjadi lewat kaki kiriku,” kenang Hyypiä mengingat gol penting itu.

Hyypiä bukan satu-satunya orang Finlandia yang meraih sukses sebagai pesepak bola profesional. Sebagai sesama orang Finlandia, Hyypiä sering disebut sebagai suksesor Jari Litmanen, penyerang produktif Ajax Amsterdam era 90-an.

Keduanya bahkan pernah menjadi rekan satu tim di Liverpool selama kurun waktu 2001-2002. Sayang, Litmanen lebih banyak mengalami cedera saat bermain untuk Liverpool.

Menjadi kapten dan legenda

Masa muda lelaki kelahiran Porvoo, Finlandia, itu awalnya hanya menyukai permainan hoki es. Jenis olahraga yang lebih populer ketimbang sepak bola di Finlandia. Ia tumbuh di tengah kedua orang tuanya yang kebetulan adalah pemain sepak bola.

Ayahnya bermain untuk klub sepak bola lokal Pallo Peikot, sedangkan ibunya adalah seorang penjaga gawang amatir.

“Aku pikir hanya ada satu pilihan karier untukku, yaitu sepak bola,” kata Hyypiä setelah ia memutuskan menjadi pemain sepak bola profesional.

Hyypiä memulai karier seniornya di klub lokal Finlandia, PaPe (1989), Kumu (1990-1991), MyPa (1992-1995), sebelum kemudian berlabuh di klub Belanda, Willem II (1995-1999), dengan pencapaian yang membanggakan.

Bersama Willem II— klub yang juga melahirkan Jaap Stam dan Marc Overmars, ia berhasil membawa klubnya berada di posisi kedua Eredivisie musim 1998/1999. Prestasi terbaik klub itu sejauh ini.

Pembelian Hyypiä seharga 2,6 juta poundsterling pada tahun 1999 dari Willem II adalah salah satu pembelian terbaik Liverpool. Hyypiä diboyong ke Anfield oleh Gérard Houllier saat berusia 26 tahun. Usia emas bagi seorang pesepak bola.

BACA JUGA:  Bagaimana Memanusiakan Kembali Lionel Messi?

Kedatangan Hyypiä menempatkan dirinya satu skuat bersama nama-nama senior seperti Vladimir Smicer, Dietmar Hamann, Emile Heskey, Sander Westerveld, Jamie Redknapp, Michael Owen, juga Robbie Fowler. Dua tahun kemudian, ia segera dipercaya menjadi kapten tim, bergantian dengan Robbie Fowler atau Jamie Redknapp.

Mendapatkan pemain yang relatif murah dengan prestasi yang membanggakan adalah impian banyak klub sepak bola. Namun, tak semua pesepak bola yang berprestasi layak disebut legenda. Mereka yang layak disebut legenda adalah pemain-pemain yang mampunyai andil membawa klubnya naik ke level yang lebih tinggi.

Liverpool sudah sepantasnya bangga memiliki jajaran bek hebat yang pantas disebut sebagai legenda, sebut saja Ron Yeats, Tommy Smith, Phil Thompson, Alan Kennedy, Alan Hansen, Mark Lawrenson, baru kemudian Sami Hyypiä. Sebagai catatan, nama-nama yang disebut sebelum Sami Hyypiä adalah eks pemain Liverpool sebelum era Liga Primer—sebelum tahun 1992.

Bek yang selalu terlibat dalam momen-momen penting, konsisten mencetak gol, pernah menjabat sebagai kapten tim, dan menjadi juara di level kompetisi setingkat Eropa adalah beberapa kontribusi penting Hyypiä bagi tim.

Tanggal 24 Mei 2009 menjadi hari terakhir Hyypiä berkiprah bersama Liverpool selama sepuluh musim. Laga partai kandang versus Tottenham Hotspurs yang berakhir dengan kemenangan 3-1 adalah laga perpisahan bagi pemain yang namanya termasuk dalam daftar pemain tersukses Liga Primer yang didatangkan dari luar Inggris.

Ia takkan lagi berlari menghalau bola bersama kesebelasan yang memiliki slogan “You’ll Never Walk Alone” itu. Napasnya seakan telah berhenti saat itu juga.

Pada hari itu, ia memberi sambutan terakhir ke sepenjuru arah Stadion Anfield, di antara panji-panji kebanggaan Liverpool. Ia peluk rekan-rekan satu timnya hingga tak sanggup menahan rasa haru. Momen itu barangkali mengingatkannya akan masa-masa paling membahagiakan selama 464 kali penampilan dengan 35 gol untuk Liverpool.

Sebuah koreo apik tersuguh di salah satu sisi tribun Anfield, membentuk corak bendera Finlandia dan tulisan “SAMI”. Sambil menyanyikan chants “Oooh Sami, Sami!”, puluhan ribu suporter menjadi saksi lahirnya seorang legenda baru.

 

Komentar
Blogger, pengembang web, dan penjaga gawang di fandom.id. Fans Liverpool. #YNWA