Piala Jenderal Sudirman memiliki aturan yang berbeda dengan Piala Presiden. Pertama, pertandingan harus ada pemenang. Jika ada hasil imbang maka diteruskan adu penalti.
Ada pula peraturan yang menyebutkan bahwa harus ada dua pemain berusia di bawah usia 21 tahun (U-21) yang tampil sebagai pemain inti. Aturan ini sempat ditentang tetapi setelah ada dialog, 15 tim peserta menyepakatinya.
Aturan mengenai pemain U-21 ini tidak memusingkan bagi tim-tim yang sejak awal mengandalkan pemain muda. Sebut saja Bali United dan Surabaya United yang sejak gelaran Piala Presiden lalu sudah mengandalkan pemain muda jebolan timnas U-19.
Bagi Pusamania Borneo FC pun aturan ini tak masalah. Terens Puhiri dan Arphani yang masih berusia di bawah 21 tahun sudah jadi tulang punggung tim asuhan Iwan Setiawan ini di Piala Presiden dan terbukti mampu memberi dampak positif bagi tim
PSM Makassar yang di ajang Habibie Cup menurunkan mayoritas pemain U-21 nya menerima berkah dengan regulasi ini. Mereka jelas siap dengan aturan ini, apalagi dua pemain andalan, Muchlis Hadi dan Maldini Pali masuk daftar pemain U-21.
Sedangkan untuk tim yang selama ini mengandalkan pemain senior tentu kaget dan perlu segera mencari pemain muda untuk memenuhi regulasi. Arema dan Persib sebagai contoh mengambil pemain dari tim muda mereka.
Joko Susilo mengagendakan laga latih tanding dengan Arema U-21 untuk mencari pemain muda yang pas bagi skuatnya. Sementara Djajang Nurjaman mengambil pemain terbaik yang ada di Diklat Persib dan sudah sempat dicoba dalam laga eksebisi sebelum turun di Piala Jenderal Sudirman.
Tapi, aturan yang diterapkan oleh Mahaka selaku penyelenggara memiliki celah. Hanya disebutkan bahwa setiap tim wajib menyertakan dua pemain U-21 di susunan pemain sejak menit awal. Tidak diatur mengenai durasi waktu bagi pemain muda tersebut.
Tim yang berlaga pun leluasa untuk mengganti pemain muda mereka ketika laga belum genap satu babak. Bahkan ketika pertandingan baru berjalan 15 menit.
Laga pembuka turnamen antara Arema melawan Gresik United langsung jadi contoh. Singo Edan memainkan Dio Permana dan M. Junda Irawan. Tapi, keduanya hanya diberi kesempatan 12 menit sebelum digantikan oleh Hendro Siswanto dan Alfarizie.
Ketika Maung Bandung mengalahkan Persela Lamongan, Djajang Nurjaman hanya memberi waktu bermain selama 30 menit bagi Febri Haryadi dan Gian Zola. Meski keduanya berkolaborasi bagi gol pertama Persib, Zola mengirimkan umpan dari sepak pojok yang diselesaikan oleh Febri, Firman Utina dan Makan Konate tetap menggantikan peran keduanya pasca-water break.
Regulasi lain yang memperbolehkan pelatih melakukan enam pergantian turut memengaruhi aturan pemain muda. Ketika dua kesempatan pergantian dilakukan untuk menggantikan dua pemain, pelatih masih punya empat kesempatan lain yang bisa digunakan sewaktu-waktu sesuai situasi jalannya pertandingan.
Bagaimanapun aturan ini patut diapresiasi. Format turnamen yang biasanya memaksa semua tim untuk selalu tampil dengan kekuatan penuh demi mengejar kemenangan seringkali mengabaikan pemain muda. Pemain yang sudah matang lebih diberi kesempatan.
Dengan adanya aturan ini setidaknya ada pemain-pemain muda baru yang muncul. Jika di Piala Presiden ada Terens Puhiri dan Arphani yang menyita perhatian, maka di Piala Jenderal Sudirman ini akan lebih banyak pemain muda yang punya kesempatan unjuk kemampuan.
Gian Zola, yang masih berusia 17 tahun diplot sebagai gelandang serang oleh Djanur. Jarang ada pemain muda yang mengemban peran penting sebagai pengatur serangan.
Hal seperti itu yang kemudian berpengaruh pada tim nasional. Timnas kerap kesulitan mencari pemain tengah yang jadi jenderal lapangan.
Sudah berapa tahun kita melihat Firman Utina memimpin lapangan tengah timnas Garuda? Pemain asal Manado ini sudah mengatur serangan timnas sejak perhelatan Piala Tiger (kini AFF) 2004 dan masih jadi andalan Alfred Riedl di Piala AFF 2014. Selain memang dia punya kemampuan mumpuni, harus diakui pelatih timnas tak punya banyak pilihan.
Aturan pemain U-21 ini perlu menjadi salah satu evaluasi untuk gelaran kompetisi berikutnya. Perlu untuk tetap dilanjutkan dengan berbagai perbaikan. Sepak bola negeri ini sudah terlalu lama mengabaikan pembinaan pemain muda, jadi sekarang sudah waktunya untuk kembali serius melakukan pembinaan.