Sampai detik ini, tanggal 25 September 2019 jadi hari terakhir di mana Lazio mencicipi kekalahan di ajang Serie A musim 2019/2020. Bertandang ke Stadion Giuseppe Meazza, pada momen tersebut I Biancoceleste keok di tangan Internazionale Milano dengan skor tipis 0-1.
Namun setelah itu, anak asuh Simone Inzaghi melaju kencang dengan terus mengoleksi hasil-hasil positif, baik menang ataupun seri. Termasuk saat membungkam Genoa pada hari Minggu kemarin (23/2) di Stadion Luigi Ferraris via kedudukan akhir 3-2.
Catatan itu membuat rekor tak terkalahkan Lazio membentang hingga 20 giornata secara beruntun sekaligus mengantar mereka duduk nyaman di peringkat dua klasemen sementara dengan bekal 59 poin. Ciro Immobile dan kawan-kawan pun hanya terpaut sebiji angka saja dari Juventus yang bersemayam di puncak.
Impresifnya penampilan Lazio melambungkan nama mereka sebagai salah satu kandidat peraih Scudetto musim ini. Bersaing dengan sang juara bertahan, Juventus, dan juga Inter.
Menariknya, aksi gemilang I Biancoceleste diperoleh dengan materi skuad yang tak sementereng kepunyaan I Bianconeri maupun I Nerazzurri. Kualitas Francesco Acerbi, Joaquin Correa, Immobile, Manuel Lazzari, dan Sergej Milinkovic-Savic memang paripurna.
Walau begitu, bila dikomparasi dengan nama-nama semisal Gianluigi Buffon, Giorgio Chiellini, Paulo Dybala, Miralem Pjanic, dan Cristiano Ronaldo yang menghuni skuad Juventus atau Marcelo Brozovic, Christian Eriksen, Samir Handanovic, Romelu Lukaku serta Milan Skriniar di kubu Inter, ada perbedaan yang terlihat.
Akan tetapi, hal tersebut bukan persoalan besar bagi Inzaghi di balik kemudi. Lewat pengetahuannya, Lazio mampu bertransformasi jadi kesebelasan yang solid dan punya mental sekokoh baja.
Mimpi Dua Dekade
Tepat dua dekade lalu, klub yang bermarkas di Stadion Olimpico ini menggenggam titel Scudetto keduanya sepanjang sejarah. Saat itu, mereka ditangani oleh allenatore berpaspor Swedia, Sven-Goran Eriksson. Namun capaian Lazio di musim 1999/2000 tak kelewat mengejutkan sebab materi pemain yang mereka miliki begitu spektakuler.
Di bawah mistar, berdiri Luca Marchegiani. Barisan belakang ditempati oleh nama-nama sekelas Fernando Couto, Sinisa Mihajlovic, Alessandro Nesta hingga Nestor Sensini. Lini tengah tak kalah gemerlap akibat keberadaan Pavel Nedved, Diego Simeone, Dejan Stankovic plus Juan Sebastian Veron. Sedangkan wilayah depan disesaki oleh Alen Boksic, Roberto Mancini, Fabrizio Ravanelli, Marcelo Salas, dan Inzaghi sendiri.
Tak mengulangi kesalahan di musim 1998/1999, pada episode tersebut Lazio gagal mencaplok Scudetto akibat terpeleset jelang garis finis, adalah misi yang diusung Eriksson dan tim besutannya begitu memulai musim 1999/2000.
Lewat penampilan apik dan konsisten yang sanggup dipamerkan sepanjang musim, misi itu pun berhasil diwujudkan. Terasa semakin eksepsional, I Biancoceleste juga mampu merebut trofi Piala Italia sehabis mempecundangi Inter dengan skor agregat 2-1 dari sepasang laga final. Lazio pun sah mendapat gelar ganda.
Sayangnya, rapor Lazio memble sesudah peristiwa bersejarah tersebut. Masalah finansial yang dihadapi Sergio Cragnotti sebagai pemilik klub terasa kian menggerogoti dan jadi faktor utama mengapa mereka tak lagi berkeliaran di papan atas Serie A. Gerak-gerik Lazio makin terbatas dan kebiasaan membeli pemain bintang dengan nominal selangit pun terhenti seketika.
Butuh proses teramat panjang bagi I Biancoceleste untuk kembali ke jalan yang lurus seraya konsisten bertarung di papan atas. Pelbagai proses yang kudu dilakoni klub yang sekarang dipimpin Claudio Lotito itu terlebih dahulu, akhirnya membawa mereka sampai ke titik ini.
Laziale, sebutan bagi para suporter Lazio pun semringah bukan kepalang. Ada euforia yang meletup-letup dan melahirkan harapan demi harapan. Bila itu semua diejawantahkan ke dalam sebuah tuntutan, saya pun percaya jika Laziale hanya ingin melihat Immobile dan kawan-kawan bertarung sekuat tenaga guna mereguk sebanyak-banyaknya poin yang tersedia di sisa musim ini. Sederhananya, juara atau tidak, itu urusan nanti karena yang terpenting adalah terus mengumpulkan angka.
“Kemenangan atas Genoa sungguh berarti untuk kami dan mempertahankan performa hebat seperti ini adalah keharusan. Tak ada yang salah dengan bermimpi, tapi masih ada 13 pekan tersisa yang wajib dibereskan terlebih dahulu. Melaluinya satu per satu untuk kemudian melihat di mana posisi kami dalam persaingan ini. Setelah itu kita bisa membicarakannya lebih jauh”, papar gelandang Lazio, Danilo Cataldi, seperti dikutip dari Football Italia.
Keuntungan Lazio
Menengok jadwal pertandingan Lazio sampai berakhirnya bulan Maret nanti, kualitas lawan yang bakal mereka hadapi cenderung kelas menengah yaitu Bologna, Fiorentina, dan Torino. Satu-satunya lawan berat yang akan dijumpai hanyalah Atalanta.
Sementara Juventus akan bersua Bologna, Lecce, dan Genoa sedangkan Inter adu strategi dengan Sassuolo, Parma, dan Brescia. Serunya lagi untuk Lazio, I Bianconeri dan I Nerazzurri akan saling hajar di giornata ke-26 mendatang (1/3).
Belum cukup sampai di situ, anak asuh Inzaghi juga memiliki waktu pemulihan lebih panjang ketimbang Juventus dan Inter. Pasalnya, dua tim tersebut masih berkiprah di ajang Piala Italia (sudah menembus babak semifinal) serta kejuaraan antarklub Eropa, Liga Champions serta Liga Europa. Di sisi seberang, Lazio cuma berkonsentrasi di Serie A.
Jika sukses memanfaatkan keuntungan di atas, potensi bagi Immobile dan kawan-kawan untuk merebut Scudetto ketiga sepanjang sejarah klub bakal meninggi. Kendati demikian, I Biancoceleste sendiri mesti tampil sempurna dan jarang kehilangan poin. Sekali terpeleset, alih-alih mengulang narasi fantastis di musim 1999/2000, cerita muram di musim 1998/1999 justru bisa terulang kembali.
Situasi terkini memberi kesempatan kepada Elang Ibu Kota buat menentukan takdirnya. Berakhir manis atau pahit di pengujung musim kelak, segalanya tergantung pada usaha Immobile dan kawan-kawan sendiri.