Semenjak diperkenalkan sebagai alat bantu bagi wasit untuk mengambil keputusan di dalam sebuah pertandingan, penggunaan Video Assistance Referee (VAR) telah diimplementasikan di banyak kompetisi. Tak terkecuali kompetisi paling kondang dan prestisius di jagad sepakbola, Liga Primer Inggris.
Mulai musim 2019/2020, federasi sepakbola Inggris (FA), memutuskan untuk menggunakan VAR. Tujuannya pun sederhana, membantu kinerja wasit kala memimpin laga sekaligus mengurangi keputusan-keputusan yang cenderung kontroversial sehingga laga dapat berjalan dengan lebih adil serta menarik.
Akan tetapi, realita di lapangan tidak sesuai dengan ekspektasi. VAR justru kerap mendatangkan kontroversi. Perdebatan panjang di kalangan fans dan beraneka asumsi yang muncul di media, bikin VAR berada di zona abu-abu karena dicintai sekaligus dibenci.
Salah satu kontroversi VAR yang menyeruak di Liga Primer Inggris terjadi pada saat gol Teemu Pukki ke gawang Tottenham Hotspur pada 28 Desember 2019 kemarin. Gol penyerang Finlandia tersebut dibatalkan sebab salah satu lengannya dianggap offside oleh VAR.
Ketika tulisan ini dibuat, Liverpool sedang memuncaki klasemen dengan keunggulan 14 poin dari pesaing terdekatnya, Manchester City. Dari 63 poin maksimal yang tersedia dalam 21 pekan yang sudah dilaksanakan, Jordan Henderson dan kawan-kawan sukses mengantongi 61 poin.
Sebagai pengingat, The Reds juga masih mengantongi satu pertandingan tunda karena pada Desember lalu, mereka kudu terbang menuju Qatar demi ikut serta pada gelaran Piala Dunia Antarklub. Manisnya lagi, Liverpool sanggup memenangkan kejuaraan itu sekaligus menahbiskan diri sebagai klub terhebat di dunia.
Jauhnya selisih poin yang mampu dibuat tim asuhan Jürgen Klopp, fans kesebelasan lain yang tak menyukai The Reds dengan mudahnya menuding bahwa capaian elok Henderson dan kawan-kawan sejauh ini, seringkali ditentukan oleh keberpihakan wasit dengan bantuan VAR. Tak heran kalau nama Liverpool seringkali diplesetkan menjadi LiVARpool di media sosial
Benarkah Liverpool tim yang paling diuntungkan VAR?
Baru-baru ini, ESPN merilis klasemen Liga Primer Inggris tanpa menggunakan VAR per gameweek 21. Kemudian, mari kita bandingkan perolehan poin yang digapai Liverpool dan City.
Liverpool
Poin di klasemen asli: 58
Poin di klasemen tanpa VAR: 56
Hingga partai ke-21, Liverpool digdaya meraup 58 poin. Andai VAR dihapuskan, The Reds hanya mendapatkan 56 poin saja. Ketika menjamu Crystal Palace, Liverpool dikejutkan dengan gol James Tomkins ketika skor masih imbang 0-0.
Wasit akhirnya menganulir gol tersebut karena dorongan Jordan Ayew yang dilakukan kepada Dejan Lovren, sesaat sebelum bola disundul masuk ke gawang oleh Tomkins. Akhirnya, Liverpool berhasil membawa pulang 3 poin dengan gol yang berhasil disarangkan oleh Roberto Firmino dan Sadio Mane. Sementara Tomkins dan kawan-kawan cuma bisa mencetak satu gol sah dalam laga itu.
Jadi, kalau ada VAR, hasil akhirnya justru seri, tuh.
Manchester City
Poin di klasemen asli: 44
Poin di klasemen tanpa VAR: 49
VAR membuat Manchester City harus kehilangan 5 poin. Berdasarkan klasemen anti-VAR, City merupakan tim kedua yang paling dirugikan setelah Norwich City, yang kehilangan 6 poin akibat VAR.
VAR dianggap merugikan The Citizens ketika Manchester United berhasil mengalahkan mereka di kandang sendiri via skor 1-2. Awalnya, wasit enggan memberikan penalti kepada United ketika Marcus Rashford dijatuhkan oleh Bernardo Silva. Namun setelah melihat VAR, hadiah penalti diberikan.
Kemudian kejadian vital berikutnya terjadi pada laga City melawan Tottenham di awal musim 2019/2020. Di menit-men it akhir, Stadion Etihad bergemuruh saat Gabriel Jesus berhasil mencetak gol ketiga bagi The Citizens. Skor pun berubah menjadi 3-2.
Semua terlihat normal-normal saja sampai akhirnya wasit memutuskan untuk menilai ulang proses terjadinya gol tersebut. Usai mengecek VAR, wasit memutuskan bahwa gol Jesus tidak sah karena bola lebih dulu terkena tangan Aymeric Laporter. Alhasil, City harus puas dengan kedudukan akhir sama kuat.
Seandainya tidak ada VAR, mungkin selisih angka di antara City dan Liverpool tak selebar sekarang. Meski demikian, pelatih The Citizens, Pep Guardiola, pernah menyebut bahwa dirinya mendukung penggunaan VAR demi menciptakan laga yang adil. Entah, saat mengucapkan itu dirinya sadar atau tidak bahwa klub asuhannya juga berpeluang tidak beroleh keuntungan dari penggunaan VAR.
Jadi, bila muncul pertanyaan siapa yang lebih diuntungkan oleh VAR, Liverpool atau City? Benar jawabannya adalah Liverpool karena mereka hanya kehilangan dua poin akibat penggunaan alat tersebut berbanding lima angka yang harusnya dikantongi City.
Meski begitu, seperti klasemen anti-VAR yang dibuat ESPN, maka pihak yang paling diuntungkan dari VAR adalah Southampton lalu Brighton and Hove Albion, Bournemouth dan Leicester City.
Perdebatan mengenai VAR takkan ada habisnya, bahkan alat ini kerap melahirkan banyak kontroversi baru. Namun menyebut Liverpool sebagai satu-satunya pihak yang diuntungkan VAR dan melabeli mereka dengan nama LiVARpool adalah kemunafikan. Apa susahnya mengakui bahwa performa anak asuh Klopp sepanjang musim ini begitu fantastis? Jika tim kesayanganmu sedang tampil jelek, ya, jelek saja.
Pemakaian VAR memang mengubah cukup banyak hal di Liga Primer Inggris. Dahulu, setiap kali tim kesayangan sukses membobol gawang lawan, suporter bisa merayakannya tanpa rasa was-was. Namun sekarang, perasaan gembira menyaksikan tim favorit mencetak gol tak bisa dirayakan secara lepas karena wasit berhak mengevaluasi proses gol tersebut, sah atau tidak. Pun begitu andai kita berdiri sebagai fans dari tim yang kemasukan gol.
Di atas semua itu, hal terpenting yang wajib dilakukan adalah menjadi pribadi yang netral dan objektif menilai sesuatu, terutama penggunaan VAR. Jangan seketika lantang, utamanya di media sosial, ketika tim idola dirugikan, tapi berlagak bersih manakala beroleh keuntungan. Benar atau salahnya keputusan wasit usai melihat segala peristiwa melalui alat tersebut adalah bumbu dari partai sepakbola di masa kini. Ya, VAR memang tak bisa menyenangkan semua pihak.