Perseru dan Ironi Badak Lampung FC

Gol kesepuluh Beto de Paula di Liga 1 musim 2018 tak mampu menolong Perseru dari kekalahan. Gelontoran 4 gol Arema FC membuat kesebelasan asal Serui itu terpaku di peringkat 18 klasemen sementara.

Menyisakan 4 laga, Perseru yang diasuh Wanderley Silva sekali lagi membutuhkan keajaiban untuk bertahan di kasta teratas sepakbola Indonesia.

Selain harus meraup poin sebanyak mungkin, nasib tim yang dikapteni Arthur Bonai tersebut juga bergantung kepada hasil tim lain guna memperpanjang napas.

Berbekal 32 poin dari 30 pertandingan, Perseru memulai misi mustahil mereka di Stadion Marora melawan peringkat lima klasemen sementara, Pusamania Borneo FC.

Gol cepat Sidik Saimima lewat sepakan bebas seakan membuka jalan bagi Perseru. Cenderawasih Jingga selanjutnya menambah 2 gol lewat kapten mereka, Arthur dan penyerang sayap senior Yohanis Nabar.

Borneo FC sendiri hanya mampu membalas satu gol di menit akhir pertandingan setelah Delvin Rumbino mencetak gol bunuh diri.

Kemenangan 3-1 itu membuat Perseru naik ke peringkat 17 setelah di pertandingan lainnya, PSMS, hanya mampu bermain seri 3-3 melawan Madura United di kandang sendiri.

Pada pekan ke-32, Perseru bertandang ke Bali guna menghadapi Persib. Walau sempat tertinggal dua gol, mereka berhasil bangkit dan membawa pulang satu poin.

Tendangan penalti Beto dan sepakan bebas Sidik menghindarkan Perseru dari kekalahan sekaligus menjaga asa mereka bertahan.

Di pekan ke-33, giliran Madura United yang dihadapi. Lewat perjuangan ekstra keras, Cendrawasih Jingga berhasil memetik angka penuh setelah Beto bikin brace.

Perjuangan Arthur dan kawan-kawan mencapai klimaksnya pada pekan terakhir, pekan ke-34.

Menjelang pekan pamungkas, ada empat tim yang koleksi poinnya sama-sama berjumlah 39 poin. Mereka adalah Sriwijaya FC, PS Tira, Mitra Kukar dan Perseru.

BACA JUGA:  Arti Penting Peran Suporter dalam Mendorong Profesionalisme Klub

Pada pekan terakhir, klub dengan seragam strip vertikal oranye-hitam ini melakoni Derbi Papua melawan Persipura.

Perseru yang membutuhkan kemenangan berhasil memenangi Derbi tersebut lewat gol Boaz Isir dan Silvio Escobar pada masing-masing babak.

Cenderawasih Jingga akhirnya lolos dari lubang jarum setelah Mitra Kukar dan Sriwijaya FC, saingan mereka di zona degradasi, mengalami kekalahan dari lawan-lawannya. Perseru pun resmi menjadi kontestan Liga 1 untuk musim 2019.

Perseru yang bermarkas di Kepulauan Yapen, Papua, menjejakkan kaki ke kasta teratas untuk pertama kalinya sepanjang sejarah usai tampil sebagai runner up Divisi Utama (kini Liga 2) musim 2014.

Promosinya Perseru bertepatan dengan terhentinya Liga 1 musim 2015 dan tidak adanya kompetisi pada musim 2016. Alhasil, mereka baru benar-benar beraksi Liga 1 musim 2017.

Berkandang di Stadion Marora yang kapasitas maksimalnya cuma 10 ribu penonton, presensi Perseru membuat Persipura tak lagi sendirian mewakili Papua di Liga 1.

Bertandang ke Serui bagi tim-tim Liga 1 merupakan sebuah cerita asik tersendiri. Semen Padang misalnya, harus menempuh perjalanan selama 19 jam kala bertandang ke Serui pada Liga 1 musim 2017.

Buat menjangkau Serui, tim-tim harus terlebih dahulu transit di Biak setelah melakukan perjalanan ke Makassar dari homebase masing-masing.

Selama dua musim tampil di Liga 1, Perseru acap berkutat di jurang degradasi. Hebatnya,  Cenderawasih Jingga selalu mengeluarkan magisnya pada etape terakhir untuk tetap bertahan sebagai salah satu representasi Papua di kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia.

Sayangnya, keberadaan Perseru di kasta teratas tidak berlangsung lama. Krisis finansial yang mereka alami mendorong manajemen menjual klub ke pengusaha asal Lampung, Marco Gracia Paulo, medio April 2019.

Akuisisi tersebut berdampak pada kepindahan Perseru ke Lampung. Mereka pun berganti nama menjadi Badak Lampung FC.

BACA JUGA:  Mengangkut Sepakbola dengan Mobil Formula 1

Walau dijual karena kesulitan finansial, banyak pihak yang menyayangkan kepindahan homebase serta pergantian nama klub.

Perseru yang berdiri tahun 1970 dan mampu bertahan di kasta tertinggi sepakbola nasional lewat drama pekan-pekan pamungkas, akhirnya tiada karena berganti nama dan pindah dari tanah kelahirannya, Serui.

Mereka mengikuti jejak Persiram yang berubah wujud menjadi PS TNI lalu kini Persikabo 1973. Papua pun kehilangan salah satu wakilnya di kancah sepakbola Indonesia.

Makin ironis, seusai berganti nama menjadi Badak Lampung FC, usia mereka di kasta tertinggi sepakbola nasional begitu pendek.

Badak Lampung FC terdegradasi dari Liga 1 usai finis di zona merah pada musim kompetisi 2019.

Bahkan keikutsertaan mereka di Liga 2 musim 2021 berakhir durjana sebab dipastikan terdegradasi ke Liga 3 sebab duduk di posisi buncit Grup B pada fase penyisihan.

Komentar
Menyukai sepakbola. Menggemari klub yang sudah tiada. Bisa disapa via akun Twitter @ramawombar