Persiraja, Dek Gam dan Terwujudnya Mimpi Sepakbola Aceh

Ketika peluit panjang tanda pertandingan berakhir dibunyikan wasit pada perebutan tempat ketiga Liga 2 musim 2019, semua pemain, pelatih, staf, serta manajemen Persiraja Banda Aceh yang hadir di Stadion Kapten I Wayan Dipta berhamburan lari dari bangku cadangan ke lapangan guna merayakan keberhasilan mereka promosi ke Liga 1 usai menanti selama 12 tahun.

“Liga 1, Liga 1, Liga 1, Persiraja Liga 1,” yel-yel itu didengungkan para pemain dan pendukung Persiraja setelah memenangkan laga kontra Sriwijaya FC dengan skor tipis 1-0. Tanggal 25 November 2019 pun dicatat sebagai waktu yang amat berkesan oleh masyarakat Aceh.

Dua hari sebelum laga perebutan tempat ketiga itu dilaksanakan, saya masih berada di Istanbul, Turki, untuk mengikuti sebuah program bernama The Next Generation Academy yang berlangsung sepekan.

Sungguh saya termasuk orang yang beruntung karena seusai mengikuti program tersebut, saya memutuskan untuk membeli tiket pesawat Istanbul-Jakarta-Bali tanpa menambah waktu liburan di Turki. Syukurnya, tak ada kendala apapun dalam perjalanan sehingga saya bisa menyaksikan Mukhlis Nakata dan kolega beraksi. Sebelumnya, saya juga ikut mendukung Persiraja manakala berjibaku di babak 8 besar.

Persiraja merupakan salah satu kesebelasan tertua di Indonesia karena didirikan pada tanggal 28 Juli 1957. Prestasi terbaik yang dicapai Laskar Rencong adalah menjuarai kompetisi Perserikatan pada tahun 1980. Dalam partai puncak di Stadion Gelora Bung Karno, Persiraja mempecundangi Persipura Jayapura dengan skor 3-1. Bustamam (mencetak dua gol) dan Rustam Syafari jadi pahlawan Laskar Rencong saat itu lewat gelontoran gol-golnya.

Sedari dahulu, ada satu ciri khas Persiraja yang masih begitu melekat. Mereka amat kondang sebagai kesebelasan yang jago kandang. Para tamu yang melawat ke Stadion Harapan Bangsa atau Stadion H. Dimurthala, seringkali pulang dengan kepala tertunduk akibat takluk dari kubu tuan rumah. Di sepanjang gelaran Liga 2 musim 2019 pun, tradisi itu berlanjut. Persiraja sukses menyapu bersih kemenangan di babak penyisihan.

Meski identik dengan Banda Aceh, tapi Persiraja adalah kebanggaan bagi seluruh masyarakat Aceh. Hal yang sama pernah disampaikan legenda hidup Persiraja, Bustamam, kepada penulis. “Sejak dahulu, saat Persiraja bertanding di kandang, suporter yang datang bukan dari Banda Aceh saja, melainkan Aceh Besar, Aceh Jaya, Bireun, sampai Lhokseumawe turut mendukung Laskar Rencong,” paparnya dalam sebuah wawancara.

Sekarang Persiraja sudah mencapai mimpi yang telah disemai cukup lama oleh manajemen maupun para suporternya yaitu lolos ke Liga 1. Hal tersebut jelas tak diraih dengan mudah. Ada begitu banyak pengorbanan yang sudah dilakukan pihak manajemen, pemain dan pelatih hingga para suporter.

Dalam koran Jawa Pos maupun edisi daring tertanggal 18 April 2017 dalam tulisan yang berjudul;  “Sepak Bola Aceh: Timbul, Tenggelam…”, penulis sempat berandai-andai bila klub sepak bola asal Tanah Rencong dikelola secara profesional, maka Persiraja akan jadi kekuatan sepakbola Indonesia yang disegani lagi seperti dahulu.

Wajib diakui bahwa talenta sepakbola asli Aceh terhitung merata di semua lini kendati tak memperkuat tim dari Aceh di Liga 1 2019. Sebut saja Andri Muliadi dan Miswar Saputra (Persebaya Surabaya), Arif Setiawan dan TM Ichsan (Bhayangkara FC), dan Zulfiandi (Madura United).

Sebagai tim yang berada di ujung barat Indonesia, Persiraja memang perlu banyak mengandalkan para pemain lokal yang nyatanya memiliki kemampuan cukup bagus. Mengombinasikannya dengan pemain level nasional dan asing bisa membuat Persiraja tampil lebih baik dan mampu bersaing di kasta tertinggi sepakbola Indonesia.

Tahun 2019 adalah tahun ketiga era kepemimpinan Nazaruddin Dek Gam yang mengakuisisi seluruh saham Laskar Rencong pada tahun 2017 silam. Dek Gam membangun kembali tim kesayangan masyarakat Aceh ini tatkala mereka terseok-seok tanpa dana buat mengikuti kompetisi, apalagi menggaji para pemain. Bahkan, minat penonton untuk datang ke stadion juga sudah berkurang.

Pada tahun 2017 pula, Persiraja  yang bermain di Liga 2 nyaris saja terseret degradasi ke Liga 3. Beruntung, semangat juang para pemain sukses meloloskan mereka dari lubang jarum usai keluar sebagai juara Grup E pada fase playoff.

Semusim berselang atau Liga 2 musim 2018, Persiraja mampu menembus babak 8 besar seusai finis sebagai runner up Grup Barat di bawah Semen Padang. Nahas, mimpi naik kasta terpaksa diperam dalam-dalam akibat performa kurang apik di babak tersebut.

Belajar dari kegagalan demi kegagalan itulah, Dek Gam yang juga salah satu pengusaha muda sukses ini, tidak ingin jatuh ke lubang yang sama untuk kali ketiga. Dua tahun cukup bagi seorang Dek Gam memahami kondisi sepakbola Indonesia. Sampai akhirnya, kurang lebih dua pekan lalu, skuat yang kini diasuh Hendri Susilo mampu menggamit satu tiket ke Liga 1 musim 2020 mendatang secara dramatis.

Warung-warung kopi di seluruh Aceh, menangis terharu dengan prestasi yang ditorehkan Mukhlis dan kawan-kawan. Kerinduan selama satu dekade lebih akhirnya tuntas. Pertandingan bergengsi dari ajang Liga 1, mulai musim depan, akan kembali bergulir di Bumi Serambi Mekkah.

Kala berkompetisi di Liga 2 musim 2019, rataan penonton yang mendatangi Stadion H. Dimurthala berada pada kisaran tujuh ribu orang di setiap pertandingan. Jumlah yang cukup masif untuk ukuran klub dari kasta kedua.

Lolosnya Persiraja ke Liga 1 merupakan awal yang baik bagi sepakbola Aceh dan bakat-bakat terpendam yang selama ini belum muncul ke permukaan maupun mereka yang sedang merantau. Jika para perantau itu teramat lelah bermain di luar Tanah Rencong, tak ada salahnya untuk memilih pulang ke kampung halaman dan mengharumkan lagi persepakbolaan Aceh bersama Persiraja.

 

 

Komentar

This website uses cookies.