Preview Serie A 2017/2018: Juventus Masih Terdepan, Meski Dengan Catatan

Serie A musim 2017/2018 akan dimulai pada akhir pekan ini. Terdapat beberapa pertanyaan menarik, yaitu akankah kita menyaksikan Juventus memperpanjang dominasinya, atau akan ada kesebelasan lain yang mendongkel singgasana Si Nyonya Tua?

Jika memang ada, siapakah yang siap menjadi penantang serius itu?

Lalu selanjutnya, bagaimana dengan kiprah dua kesebelasan dari kota Milan yang telah menunjukkan ambisi besarnya lewat sepak terjang pemilik dan pemain baru (bagi Milan) atau pelatih baru (bagi Inter).

Juventus memang memulai laga resmi mereka dengan cara yang kurang meyakinkan. Menghadapi Lazio dalam laga Piala Super Italia, Minggu (13/8), I Bianconeri dipaksa menyerah dengan skor 2-3.

Melihat cuplikan gol-gol yang bersarang di gawang Gianluigi Buffon, terlihat bahwa pertahanan Juventus memang cukup tereksploitasi, terutama di sisi kanan dan tengah.

Tetapi bagaimanapun, ini hanyalah cuplikan dari satu pertandingan saja, dan karenanya tidak menjabarkan permasalahan secara komprehensif. Jika melihat kualitas skuat, mental juara dan pengalaman secara keseluruhan, Juventus masih pantas diunggulkan untuk memenangkan Serie A musim ini.

Meski kehilangan Leonardo Bonucci dan Dani Alves, yang tentunya meninggalkan lubang di lini pertahanan dan akan mempengaruhi cara mereka bermain, namun Juventus tidak bisa dikatakan limbung.

Selama masih memiliki Buffon, Barzagli, Benatia, Chiellini, dan Rugani yang siap memberi bukti, mereka masih yang terdepan di Italia dalam urusan bertahan.

Perkataan bahwa pertahanan kuat mampu memenangkan kejuaraan masih bisa dipegang, terlebih di kompetisi sepakbola Italia. Yang menjadi risiko mungkin hanya soal kebugaran dan risiko cedera karena usia mereka yang semakin senja.

Di lini serang, Juventus juga berhasil mendatangkan pemain-pemain semisal Douglas Costa dan Federico Bernardeschi. Kehadiran dua pemain yang terkenal dengan sepakan kaki kiri mematikan ini akan memudahkan kerja pelatih Allegri untuk meracik skema permainan.

Ditambah kian matangnya Paulo Dybala—yang kini mengenakan nomor punggung 10, Juventus akan tetap menjalani musim ini dengan penuh percaya diri.

Jangan lupakan bahwa skuat Juventus memang dibangun untuk memenangkan Liga Champions. Rasa penasaran akan kekalahan di dua pertandingan final dalam tiga tahun harus dituntaskan tahun ini, di tahun terakhir Buffon sebagai pemain.

Jadi, jika Liga Champions yang lebih berat telah disasar sejak awal, maka Liga Italia yang secara tradisi memang sering mereka menangkan akan tetap dilalui dengan mulus asalkan mereka tetap memelihara mentalitas dan rasa lapar yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Akan tetapi, Juventus patut mewaspadai geliat para rival. Mereka juga perlu memperhatikan makin berkurangnya selisih poin dari tahun ke tahun dalam perjalanan mereka merebut gelar Scudetto.

Sejak musim 2013/2014 di mana mereka meraih rekor 102 poin dan unggul 17 poin dari AS Roma yang menjadi runner-up, selisih poin terus dipangkas hingga kemudian musim 2016/2017 lalu hanya berselisih empat angka saja dengan Roma.

BACA JUGA:  Real Madrid (1-1) Juventus: Serangan Sayap Madrid vs Pertahanan Narrow Juventus

Artinya, para rival semakin memper(kuat) diri. Masuknya kapital pemilik-pemilik asing menggantikan keluarga-keluarga kaya tradisional juga memberi daya tarik pemain-pemain top untuk berkompetisi di Serie A, yang mana menjadi faktor penting meningkatnya kualitas rival-rival Si Nyonya Tua.

Dua pesaing terberat Juventus

Di antara rival-rival besar, dua kesebelasan yang patut diperhitungkan sebagai pesaing terberat Juventus adalah Napoli dan Roma. Dalam dua musim terakhir, merekalah yang menempati posisi tiga besar di belakang Juventus.

Khusus bagi Napoli, mereka menjalani calciomercato dengan cukup sunyi, artinya tidak banyak aktivitas transfer yang mereka lakukan. Tetapi ini juga menjadi indikasi positif karena mereka berhasil mempertahankan para pemain kunci seperti Dries Mertens, Lorenzo Insigne, Marek Hamsik atau Kalidou Koulibaly.

Faktor pelatih Maurizio Sarri juga menjadi krusial bagi perjalanan Il Partenopei. Puluhan video pendek build-up play Napoli yang beredar di media sosial menunjukkan bahwa publik amat mengapresiasi hasil kerja dari mantan pelatih Empoli yang sempat berkarier di dunia perbankan ini.

Jika mampu menggabungkan permainan mengesankan itu dengan titel juara, maka Sarri pantas ditahbiskan sebagai salah satu pelatih terbaik Italia, dan Napoli yang dibesutnya akan sejajar dengan kesebelasan ini pada era Diego Maradona.

Bagaimana dengan Roma? Kesebelasan ini jelas patut diperhitungkan sebagai calon juara, mengingat konsistensi yang mereka tunjukkan dalam tiga musim terakhir.

Musim lalu saja, mereka meraih 87 poin yang menjadi rekor tertinggi mereka sepanjang sejarah, hanya tertinggal empat angka dari Juventus. Roma juga bergerak cukup baik di bursa transfer.

Meski ditinggal Francesco Totti (pensiun), Mohamed Salah (ke Liverpool), Antonio Ruediger (ke Chelsea), dan Leandro Paredes (ke Zenit St. Petersburg), tetapi Roma di bawah komando Monchi, direktur olahraga baru yang pernah sukses bersama Sevilla, berhasil mendatangkan pemain-pemain yang kualitasnya tidak kalah hebat.

Maxime Gonalons, Hector Moreno, dan Alexandar Kolarov adalah pemain-pemain matang yang siap diminta “langsung berlari”, sementara Rick Karsdorp, Cengis Under dan Lorenzo Pellegrini merupakan nama-nama potensial.

Ditambah lagi, mereka mampu mempertahankan para pilar tim seperti Radja Nainggolan, Edin Dzeko dan Kostas Manolas dari godaan tim-tim lain.

Memang tidak ada lagi sosok Totti di antara para pemain, tetapi Er Pupone masih berada di klub setelah setuju menduduki jabatan sebagai direktur. Yang masih perlu ditambal hanya kepergian Salah, karena terbukti memang sulit mendatangkan penggantinya yang sepadan.

BACA JUGA:  Revolusi Gaya Bermain Pragmatis menjadi Atraktif West Ham United

Hingga saat ini, negosiasi Roma dengan Leicester City terkait Riyad Mahrez—pemain yang diproyeksikan mengisi posisi Salah—belum juga menemui titik terang.

Di samping itu, Roma juga berharap sentuhan Eusebio Di Francesco langsung tokcer. Bagi pelatih yang pernah menghabiskan waktu lama di Roma sebagai pemain ini, melatih Roma merupakan pengalaman pertamanya di sebuah klub besar.

Perlu dinantikan, mampukah mantan pelatih Sassuolo ini langsung memberikan dampak instan dan menangani ego para pemain bintang yang bercokol di sana.

Sepak terjang duo Milan

Lalu bagaimana dengan dua tim dari kota Milan? Setelah tahun demi tahun dilalui tanpa hasil yang nyata, rasanya tahun ini kita akhirnya akan melihat sepak terjang dari Milan dan Internazionale Milano.

Milan, dengan perubahan kepemilikan dan perombakan skuat jelas amat menjanjikan. Namun skuat baru mereka jelas membutuhkan waktu untuk menyatu, terlebih banyak pemain-pemain baru mereka yang berasal dari luar liga Italia seperti Mateo Musacchio, Ricardo Rodriguez, Hakan Calhanoglu, dan Andre Silva.

Dengan target tinggi yang dibebankan oleh manajemen, pelatih Vincenzo Montella dituntut untuk menyatukan pemain-pemain baru itu dengan cepat demi memberi hasil instan.

Kedatangan satu nama penyerang top akan menempatkan Milan pada posisi yang lebih menguntungkan lagi, namun untuk mewujudkannya, Milan berhadapan dengan klub pemilik yang mematok harga tinggi, dan masih perlu untuk melepas beberapa pemain mereka demi mengurangi biaya gaji.

Sementara Inter, perlahan tapi pasti mulai melengkapi skuat mereka. Pembelian Dalbert Henrique, bek kiri berusia 23 tahun asal Brasil dari klub Ligue 1 Nice dianggap telah menyelesaikan problem di sisi kiri pertahanan.

Lalu kedatangan duo Fiorentina, Borja Valero dan Matias Vecino akan memperkuat pilar yang sudah ada seperti Roberto Gagliardini dan Joao Mario di lini tengah. Jika mampu mendatangkan seorang pemain sayap top untuk melapis Antonio Candreva dan Ivan Perisic, kekuatan mereka tentu akan makin mengerikan.

Dari geliat transfer pemain yang dilakukan dua klub ini yang rasanya masih akan semarak hingga akhir Agustus, peta kekuatan papan atas yang semula dihuni Juventus, Roma, dan Napoli bisa saja berubah.

Namun seperti kita ketahui, mendatangkan pemain top tidak selalu memberi dampak instan. Stabilnya kekuatan Juventus, Roma maupun Napoli tentu bukan dari hasil pemborongan pemain dari satu-dua bursa transfer, melainkan mereka telah membangun tim selama bertahun-tahun.

Persaingan pun masih akan ramai, karena dalam setiap musim akan selalu muncul tim-tim kejutan, seperti halnya musim lalu saat Atalanta dan Lazio menyeruak ke papan atas.

Komentar
@aditchenko, penggemar sepak bola dan penggiat kanal Casa Milan Podcast