Zaman berubah, dan KONAMI terus berusaha mengejar ketertinggalan Pro Evolution Soccer (PES) dari FIFA. Formula gameplay yang lebih realistis diracik dengan serius. Mereka, perlahan, mulai menanggalkan cara bermain yang arcade, di mana segala laju permainan dapat diprediksi.
Salah satu produk terbaru, dan boleh dibilang menjadi unggulan adalah PES 2017. KONAMI menciptakan gameplay dengan alur bola yang sulit ditebak, Artificial Intelligence (AI) pemain yang makin cerdas, dan atmosfer stadion yang kian menyala.
Pengembang permainan populer yang berkantor pusat di Tokyo, Jepang, tersebut berupaya sangat keras untuk memikat konsumen lawas yang banyak menyeberang ke FIFA.
Akan tetapi, ketika orang-orang mulai bicara pertarungan PES 2017 dan FIFA 17, masih ada manusia-manusia yang setia dengan PES 2013, salah satu produk KONAMI yang tak lekang oleh waktu.
PES 2013 masih bisa ditemui di rental-rental PlayStation. Meski pengembangannya telah dihentikan, PES 2013 sendiri tetap berjaya. Bahkan Anda masih bisa melihat di etalase-etalase toko komputer yang menjual laptop dengan pemanis begini: “Laptop gaming 3 jutaan bisa main PES 2013”.
Jujur saja, PES 2013 adalah seri permainan yang payah jika dibandingkan FIFA atau PES edisi terbaru. Saat Anda bermain FIFA atau PES generasi terbaru dan kemudian kembali bermain PES 2013, hanya ada satu yang Anda rasakan: kesal. PES 2013 ini memiliki alur bola dan set permainan yang gampang ditebak.
Saat bermain dan melawan tim papan tengah seperti Stoke City, sementara Anda menggunakan Chelsea, Anda sudah pasti akan menang karena overall keduanya berbeda jauh.
Atau, ketika Anda butuh “cara curang” demi menjaga harga diri di depan lawan, pakailah Real Madrid. Pasang Cristiano Ronaldo sebagai striker dan jika ada kesempatan, sesering mungkin, gunakan L1 + Segitiga. Niscaya, Anda akan dengan mudah mempermalukan lawan empat sampai lima kali.
Kedua hal ini takkan terjadi di PES atau FIFA edisi terbaru di mana cara bermain yang mudah tertebak seperti ini semaksimal mungkin dihilangkan.
Namun, bagi mereka yang “sulit melupakan mantan”, PES 2013 adalah permainan sepakbola terbaik. Saya pernah bertanya alasan orang-orang tidak turut upgrade dan main PES 2017 yang bagi saya, jelas terasa “lebih sepakbola”.
Kebanyakan memberikan jawaban yang hampir seragam, yaitu tak ingin direpotkan dengan permainan yang lebih sulit dimainkan. “Game-game kek gitu susah. Butuh mikir. Mending yang gini, gampang.” Untuk taraf tertentu, kenyamanan memang berbahaya.
Seketika, saya teringat salah satu cerita Dewi Lestari dalam Rectoverso yang berjudul “Hanya Isyarat.” Ceritanya begini: ada seorang anak yang selalu disuguhi punggung ayam hingga ia tak tahu bahwa ada bagian lain seperti dada atau paha atas yang lebih enak.
Meski berada di tengah ketidaktahuan, si anak tetap bahagia. Mengapa? Karena ia sudah terbiasa. Ia berada di tengah zona nyaman yang tidak menuntutnya untuk mencari tahu.
Dan bagi saya, itulah alasan PES 2013 masih dimainkan hingga saat ini. PES 2013, berbeda dengan FIFA 17 atau PES 2017, adalah “punggung ayam” gambaran Dewi Lestari.
Ketika permainan baru dengan kebutuhan spesifikasi gila-gilaan mulai muncul, PES 2013 bertahan sebagai penawar. Orang-orang tak perlu menghabiskan banyak biaya membeli komputer, laptop, atau konsol.
Komputer-komputer generasi lama masih bisa memainkan PES 2013 dengan mulus. Belum lagi, mereka tak perlu beradaptasi dengan gameplay yang makin hari makin memusingkan.
Selain itu, yang membuat PES 2013 bisa terus hidup adalah seri ini terus diperbarui oleh fans mereka sendiri. Modification (mod) PES 2013 terus ada, dan memberi harapan bagi mereka yang ingin terus bermain dengan suasana musim 2016/2017.
Transfer, kostum, wajah, gaya rambut, tato, dan detail-detail lainnya bisa dihadirkan di PES 2013. Seri ini memberikan kebebasan kepada user untuk terus berkreasi supaya menjadi lebih realistis.
Keunggulan ini tak ditemukan di FIFA 17 atau PES 2017. Edisi terbaru terlalu menutup diri terhadap modifikasi sebagai upaya mereka berlindung dari pembajakan.
Ketika rambut Coutinho di FIFA 2017 masih kribo bukannya undercut, kita harus menunggu EA melakukan update secara resmi. Begitu juga dengan gamer PES 2017 yang harus menunggu dua bulan setelah diluncurkan pada September, untuk menikmati transfer musim panas 2016/2017.
Keribetan seperti ini yang membuat PES 2013 digilai, dan membuat pencintanya enggan ke lain hati.
PES 2013 tak akan lekang oleh waktu. Bagi mereka, semua permainan sepakbola sama saja. Semuanya hanya simulasi layar kaca. Lagipula, sebuah permainan dimainkan supaya kita lupa dengan ribetnya hidup, bukan menambahnya.
Toh, tidak ada yang benar-benar bisa menggantikan perasaan sendu dan tawa sebagaimana menyaksikan pertandingan sepak bola sungguhan.