Harus diakui bahwa sepakbola merupakan cabang olahraga paling beken di muka Bumi. Popularitasnya jauh meninggalkan balap, basket, bulutangkis, tenis maupun tinju. Hal itu juga yang kemudian mendorong sepakbola berkembang jadi sebuah industri.
Layaknya industri lain, sepakbola juga memiliki pangsa pasar yang menjanjikan. Bagaimana tidak, ada milyaran orang yang sangat menggilai permainan ini, baik muda atau tua, miskin maupun kaya. Dan selayaknya para penggemar grup band atau artis kenamaan, penggemar sepakbola pun rela melakukan apa saja, termasuk menghabiskan uang, demi menunjukkan dukungan dan rasa cintanya kepada pemain atau klub kesayangan.
Salah satu bentuk dukungan finansial yang dapat diberikan oleh suporter adalah pembelian pernak-pernik sebuah klub sepakbola, mulai dari pin, topi, syal hingga kostum. Maka dapat dibayangkan berapa banyak keuntungan finansial yang didapatkan sebuah klub hanya melalui penjualan merchandise, utamanya yang resmi.
Kerelaan fans itulah yang kemudian ditangkap para kapitalis guna memutar sepakbola jadi sebuah industri. Ya, sepakbola masa kini bukan sekadar hiburan di akhir pekan semata. Bahkan, perputaran uang dari industri sepakbola begitu masif dan layak bersaing dengan bidang-bidang lainnya.
Bagi para sponsor, penjualan merchandise yang meningkat setiap tahunnya adalah tujuan yang harus dicapai. Penjualan merchandise pun mampu menjaga stabilitas finansial dan ketenaran dari sebuah klub.
Sayangnya, di titik ini, ada segunung masalah yang bikin klub dan sponsor, misalnya saja apparel, memutar otak supaya mereka tetap beroleh profit dari industri sepakbola.
Salah satu masalah laten yang dihadapi industri sepakbola adalah pembajakan, khususnya yang berkaitan dengan merchandise resmi dari tim-tim sepakbola yang ada.
Silakan bertanya kepada diri sendiri, apakah seragam dari tim kesayangan yang terlipat maupun tergantung rapi di lemari semuanya orisinal? Atau malah seluruhnya berupa kostum bajakan alias KW?
Beredarnya merchandise klub kesayangan di pasaran dengan begitu mudah membuat kita tak kesulitan untuk membelinya. Terlebih, logo Adidas, New Balance, Nike sampai PUMA juga terpampang di situ. Namun, kita seringkali alpa bahwa satu-satunya cara untuk membantu finansial klub adalah membeli pernak-pernik yang asli, bukan KW.
Akan tetapi, tingginya harga merchandise orisinal bikin kita, para penggemar sepakbola, sering menepikan prestise. Asal bisa mendukung tim kesayangan dengan kostum yang persis dengan para pemain walau harganya jauh lebih murah, rasanya sudah cukup.
Padahal merchandise KW dengan segala tetek bengeknya telah melanggar hak cipta atas kekayaan intelektual desainer serta para produsen resmi. Jersi kesebelasan terkenal memang rentan direproduksi secara masif tanpa mempedulikan permasalahan hak cipta.
Tujuannya apa lagi kalau bukan mengejar keuntungan pribadi sebab peminat seragam KW dengan kecenderungan harga lebih terjangkau, masih sangat tinggi.
Di titik ini, mekanisme pasar memang bekerja. Mereka yang isi dompetnya lebih tebal, takkan ragu membeli kostum orisinal dengan harga selangit. Namun mereka yang duitnya pas-pasan tapi tetap ingin terlihat total mendukung klub kesayangan, bakal memilih seragam KW.
Jika dirujuk ke dalam ranah hukum, produsen baju KW telah melanggar aturan hak cipta secara langsung. Kendati muncul alasan bahwa produsen asli pun tidak pernah melakukan tuntutan karena berbeda wilayah pembuatan, tapi nyatanya itu berpengaruh pada penjualan seragam atau merchandise orisinal yang diusung oleh jenama atau klub sepakbola yang bersangkutan.
Dari sisi kriminologis, produksi hingga penjualan pernak-pernik KW tidak dapat didefiniskan sebagai victimless crime atau kejahatan tanpa korban. Pasalnya, korban dari peristiwa ini adalah para produsen, desainer, sponsor dan seluruh bagian yang terkait pembuatan kostum orisinal.
Sejatinya, komersialisasi sebuah memang dapat terjadi secara masif lewat penjualan merchandise KW. Namun demikian, praktik tersebut menghadirkan kerugian bagi pihak-pihak yang memegang lisensi resmi sehingga masuk ke dalam perbuatan yang melanggar hukum.
Lantas, apa yang dapat dilakukan produsen utama untuk menekan tingginya produksi pernak-pernik KW?
Mari kita melihat kinerja Specs. Sebagai salah satu jenama alat olahraga yang cukup jarang ditemui di pasaran dengan produk KW, Specs mampu melihat pangsa pasar yang beragam. Hal ini persis dengan langkah jenama arloji dan perhiasan terkemuka asal Jepang, Seiko.
Guna menjamin keaslian produk, mereka melakukan produksi dan penjualan dengan rentang perbedaan harga yang cukup jauh. Namun keseluruhan produk yang dihasilkan mereka dapat dijamin keasliannya. Terlebih, Specs memproduksi barang-barang tersebut di Indonesia sehingga dapat menghemat segala biaya dan harga jualnya pun dapat dijangkau seluruh kalangan yang ingin memiliki produk dengan kualitas apik.
Specs sebagai salah satu sponsor utama klub sepakbola di Indonesia sanggup memproduksi kostum beragam jenis dengan harga yang berbeda-beda pula. Disadari atau tidak, hal itulah yang disasar Specs karena mereka tahu betul bahwa konsumen di Indonesia mempunyai latar belakang dan level ekonomi berlainan satu sama lain.
Bagaimana dengan jenama internasional lainnya? Berkaca pada Seiko, berbagai jenama ini seharusnya mampu memproduksi merchandise di banyak negara (walau pada akhirnya akan berhubungan dengan izin dan birokrasi suatu negara).
Dengan begitu pembelian pernak-pernik orisinal dapat dilakukan di gerai resmi yang ada di setiap negara sekaligus mencegah maraknya praktik produksi merchandise KW.
Jika produksi hingga penjualan produk resmi bisa dilakukan di negara yang sama, maka harga yang ditawarkan pun berpotensi lebih bersahabat dengan kantong. Ada cukup banyak jenama kondang yang memiliki pabrik atau pemegang lisensi produksinya di Indonesia. Namun sayangnya, hasil produksinya wajib dikirimkan kembali menuju gerai resmi klub bersangkutan alias tidak langsung dijual di Indonesia sehingga harga jualnya pun menjadi tidak terjangkau.
Merujuk dari pandangan kriminologis, kejahatan harus dicegah secara bersamaan. Berkaitan dengan produksi merchandise KW, produsen utama yang telah dilanggar hak kekayaan intelektualnya dapat melakukan pencegahan dengan melihat pangsa pasar pembelian merchandise yang tidak terbatas pada kelas menengah ke atas. Penting untuk mengetahui alasan mengapa produksi pernak-pernik KW lebih digemari di negara-negara tertentu seperti Indonesia.
Keterbatasan akses pembelian sampai harga yang cukup menguras kantong seharusnya dipertimbangkan para produsen. Terlebih, Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penonton sepakbola yang selalu meningkat tiap tahunnya.
Terjangkaunya harga seragam maupun pernak-pernik orisinal yang kemudian memicu fans untuk membeli sesungguhnya meningkatkan potensi raihan laba dari klub kesayangan sekaligus mereduksi kasus-kasus pembajakan yang merugikan banyak pihak.