Real Madrid (1-1) Juventus: Serangan Sayap Madrid vs Pertahanan Narrow Juventus

Setelah kalah pada pertandingan leg pertama, Carlo Ancelotti melakukan perubahan besar terhadap formasi bermain Real Madrid. Karim Benzema kembali mengisi posisi striker dalam perannya sebagai false nine. Bila dalam partai sebelumnya Real Madrid menggunakan pola dasar 4-4-2, dalam pertandingan ini Ancelotti kembali ke bentuk dasar tiga penyerang, dengan Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale di kedua sisi lini serang. Dengan Benzema bermain sebagai false nine, Madrid berharap pada mobilitas dan kemampuannya dalam membuka ruang.

Benzema memiliki pergerakan lateral dan vertikal (terutama ke area bermain no. 10) yang sangat baik dan sering mampu menciptakan ruang untuk mendukung permainan antarlini Real Madrid. Di tengah, Toni Kroos dipasangkan dengan duet Isco dan James Rodriguez yang bermain di depannya. Di belakang, Sergio Ramos kembali ke habitat aslinya di pos bek tengah. Namun, kali ini Ramos tidak berduet dengan Pepe, melainkan dengan Raphael Varane.

Dari kubu Juventus, Paul Pogba kembali masuk dalam skuat utama. Mengisi satu pos di sisi kiri gelandang Juventus, Pogba dipasangkan dengan Andrea Pirlo, Arturo Vidal, dan Claudio Marchisio. Dalam fase bertahan, bentuk yang digunakan Juventus adalah, 4-4-2 klasik. Andrea Pirlo di tengah ditemani oleh salah satu dari Pogba atau Vidal yang bisa bergantian menemaninya di pos no. 6. Di belakang, formasi empat bek Juventus masih dihuni pemain-pemain yang sama dengan partai sebelumnya, yakni Stephan Lichtsteiner, Giorgio Chiellini, Leonardo Bonucci, dan Patrice Evra.

Bentuk dasar formasi Real Madrid dan Juventus

Babak pertama

Real Madrid beberapa kali mencoba untuk melakukan kombinasi serangan lewat sayap kiri. Marcelo, James Rodriguez, dan Cristiano Ronaldo (atau Karim Benzema) menjadi pusat serangan di sini. Ketiganya bergantian mengisi flank (sayap) dan half space (area antara sayap dan area tengah). Dalam satu kesempatan, Ronaldo/Benzema yang berada di flank area menjadi pemain terdepan. Dari posisi yang lebih dalam, James dan Marcelo bertukar umpan sambil bergerak mendekati Ronaldo/Benzema untuk kemudian satu dari ketiganya melakukan gerak inversi (diagonal dari area sayap ke tengah).

Dari dua pemain lainnya, satu berpatroli di sayap, dan satu lagi di halfspace sebagai pemain yang menjadi pusat transit antara ketiganya atau menjadi jembatan antara ketiganya dengan pemain di area lain. Juventus, seperti yang sudah-sudah, bertahan dengan cara memastikan bahwa mereka tidak kalah jumlah atau bila memungkinkan, menempatkan pemain lebih banyak di area tersebut.

Kronologi gol Real Madrid: Kombinasi Marcelo, James, dan Ronaldo. Kombinasi gerak lateral yang dilakukan Real Madrid dalam situasi-situasi seperti ini, bisa dikatakan sukses pada babak pertama.

Pada awal pertandingan, permainan Juventus tampak lebih agresif. Namun, hal ini tidak dapat dipertahankan lebih lama. Perlahan. Real Madrid menemukan ritme sampai akhirnya membuat gol pertama. Setelah gol ini, beberapa variasi permainan Real Madrid semakin tampak. Salah satunya adalah, penggunaan umpan-umpan jauh diagonal dari satu sayap ke sayap lainnya atau dari lapangan tengah ke salah satu sisi sayap.

Juventus gagal mengantisipasi kombinasi permainan ini dengan maksimal. Beberapa bola diagonal El Real bisa tepat jatuh di belakang bek sayap Juventus. Walaupun tidak selalu tepat sasaran, tetapi membiarkan lawan memainkan taktik yang mereka rencanakan sudah jelas bukanlah pilihan bijak.

Di sisi lain, transisi bertahan Juventus terlihat lemah. Lebih dari dua kali Real Madrid mampu melakukan transisi menyerang dengan cepat dan menciptakan beberapa situasi yang positif. Sebuah momen pada menit ke-29 menjadi momen paling berbahaya. Serangan balik cepat sempat menciptakan situasi 3v2 bagi Real Madrid.

Dalam fase bertahan, Real Madrid juga lebih mampu melindungi area tengah (zona 5) lebih baik dari Juventus. Semua usaha Juventus masuk dari tengah akan dihadapi dengan pressing ketat. Sampai babak pertama berakhir, Real Madrid lebih mampu menciptakan kesempatan menembak. Perbandingan jumlah tembakan 13 : 3 saat turun minum menjadi salah satu pertanda dominasi Los Blancos atas The Old Lady.

Babak kedua

Pada awal babak kedua, Juventus masih belum dapat memperbaiki secara penuh kelemahan mereka dalam transisi bertahan. Kecepatan Real Madrid dalam transisi menyerang (serangan balik) belum dapat diimbangi dengan baik. Isu utamanya adalah, compatctness. Perhatikan gambar di bawah.

Situasi serangan balik Real Madrid menit ke-51: Area abu-abu merupakan gap vertikal antara 6 pemain di lini terdalam dengan pemain di depan. Area tersebut yang saya maksud dengan kurangnya compactness (vertical) dalam pertahanan Juventus ketika berada dalam fase transisi.

Sisi positif di balik kelemahan dalam transisi bertahan adalah, Juventus mampu mereduksi semua kesempatan Real Madrid dalam memanfaatkan bola kedua. Bola sapuan (clearance) dari lini belakang Juventus selalu jatuh di tempat yang tepat. Bila tidak di kaki pemain Juventus, bola dapat dihalau sejauh mungkin dari kotak penalty.

Menit ke-57, Alvaro Morata berhasil mencetak gol penyama kedudukan. Hal ini secara bertahap mengubah cara bermain kedua tim. Real Madrid yang membutuhkan (minimal) sebuah gol untuk memaksakan perpanjangan waktu, mau tidak mau blok permainan mereka makin terdorong ke atas. Begitu juga dengan intensitas pressing mereka.

Dalam sebuah momen, perubahan ini nyaris berakibat buruk. Tevez yang berlari dari lini tengah merangsek ke depan. Di garis tengah (lapis terdalam pertahanan Real Madrid), ruang baginya begitu besar. Sangat besar untuk menrima umpan dan menciptakan situasi oneonone dengan Casillas. Sayangnya, Pirlo yang sedang menguasai bola tidak melihat peluang ini.

Pergantian Benzema dengan Javier Hernandez mengurangi sisi kreativitas penyerang tengah Real Madrid dalam menciptakan ruang serang. Hernandez tidak banyak melakukan pergerakan seperti yang dilakukan Benzema sebagai false nine. Pemain berjuluk Chicharito ini ditugaskan untuk bermain sebagai no. 9 klasik yang menunggu peluang di dalam kotak penalti.

Seperti yang disebutkan di atas, kombinasi gerak lateral Real Madrid di sayap cukup sukses menciptakan beberapa situasi menyerang yang menjanjikan. Juventus menyadarai hal ini. Pada babak kedua, Juventus mampu bertahan terhadap kombinasi sayap Real Madrid lebih baik ketimbang yang mereka lakukan di babak pertama. Momen terbaik tentunya adalah momen pada menit ke-72. Penempatan posisi James di flank area, Ronaldo di half space, dan Marcelo yang bergerak ke central area, menciptakan ruang bagi Ronaldo untuk mengirim umpan silang melambung ke tiang jauh yang disundul oleh Bale.

Masuknya Andrea Barzagli menggantikan Andrea Pirlo hanya membuat juventus makin berkonsentrasi pada soliditas pertahanan. Cara bertahan yang sama seperti yang diperlihatkan Juventus di partai di leg pertama. Hasilnya, area tengah menjadi sangat rapat (sesuai yang diinginkan) sehingga Juventus memaksa Real Madrid bermain melebar dan memaksa mereka terus-terusan melakukan umpan silang melambung ke dalam kotak penalti.

Kesimpulan

Juventus pantas mendapatkan kemenangan dan tempat di final. Pada leg pertama mereka lebih baik dari Real Madrid. Sementara itu, pada laga leg kedua, Real Madrid tampil lebih baik pada babak pertama, namun di babak kedua, bisa dikatakan pertandingan berlangsung seimbang. Juventus sukses melindungi area krusial (zona 5) di sepertiga pertahanan mereka. Juventus juga berhasil memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka di babak pertama.

Dari kubu Real Madrid, pemain terbaik mereka adalah Marcelo. Bahkan, ia sangat pantas disebut sebagai pemain terbaik partai ini. Pesaing Marcelo untuk penghargaan ini tentu saja, tak lain dan tak bukan, adalah Alvaro Morata.

Atas kekalahan ini, ada dua pertanyaan yang bisa dilontarkan kepada kubu Real Madrid. Pertama, bagaimana nasib Don Carletto di Santiago Bernabeu? Kedua, apa yang akan dilakukan Los Merengues di bursa transfer musim panas nanti?

 

Komentar

This website uses cookies.