Pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2018 sekaligus kualifikasi Piala Asia 2019 akan dimulai bulan depan. Pelatih sementara tim nasional (timnas) Indonesia, Pieter Huistra merekomendasikan stadion Mandala di Jayapura sebagai tempat menjamu lawan.
Keinginan Huistra sebenarnya sederhana. Dengan tim yang kemungkinan besar akan banyak diisi oleh pemain-pemain Persipura Jayapura – dan Persib Bandung, tentunya – dengan alasan match fitness, wajar jika Stadion Mandala di Jayapura menjadi opsi untuk menggelar laga kandang timnas. Stadion ini, selain sudah berstandar internasional, juga merupakan tempat yang familiar bagi para pemain Persipura.
Rekor kandang Persipura sendiri, dalam kompetisi internasional, terhitung cukup apik. Dari 12 laga yang telah mereka jalani di Piala AFC 2011, 2014, dan 2015, mereka hanya empat kali kehilangan angka. Tiga kali mereka menelan kekalahan dari Arabil SC (Irak), Al-Qadsia (Kuwait), dan Home United (Singapura), serta sekali dipaksa bermain imbang oleh Bengaluru (India).
Selama tiga musim berlaga di Piala AFC, rekor memasukkan dan kemasukan gol Persipura juga terhitung cukup baik. Dari 12 laga tersebut, Persipura berhasil menyarangkan 36 gol serta kemasukan 16 gol. Ini berarti, setiap pertandingannya, Persipura berhasil mencetak 3 gol dan kemasukan 1,3 gol. Kemudian, ada selisih gol +20 yang menjadi modal catatan berharga apabila Huistra memang berencana menggunakan banyak pemain Persipura untuk laga kualifikasi timnas.
Selain merupakan tempat yang familiar bagi para pemain Persipura, stadion Mandala ini juga memiliki keuntungan dari segi suhu dan iklim. Sebagai catatan, suhu rata-rata di Jayapura adalah 26,7˚ C dengan suhu maksimal 32˚ C. Bila dibandingkan dengan suhu rata-rata tempat calon lawan timnas Indonesia berasal, kota Jayapura memiliki suhu rata-rata lebih tinggi, dan hal ini, apabila bisa dimanfaatkan dengan baik, bisa menjadi keuntungan tersendiri.
Sebagai perbandingan, Bangkok, ibukota Thailand, memiliki suhu rata-rata 25,7˚ C, Hanoi, ibukota Vietnam, 23,95˚ C, Taipei, ibukota Taiwan, 22,7˚ C, dan Baghdad, ibukota Irak, 22,6˚ C. Faktor non-teknis ini diharapkan bisa menjadi keuntungan tersendiri bagi timnas Indonesia. Kita tentu ingat bagaimana pada helatan Piala AFC musim lalu, Kuwait SC berhasil dikalahkan oleh Persipura akibat gagal beradaptasi dengan cuaca Jayapura. Apabila hal ini bisa terulang, bukan tidak mungkin timnas Indonesia bisa mendulang poin sebanyak mungkin di stadion yang dibangun pada masa penjajahan Belanda ini.
Dengan kalkulasi Indonesia akan memainkan empat laga kandang, maka bila rekor Persipura dijadikan acuan bolehlah kita menganggap bahwa Thailand, Vietnam, dan Taiwan akan bisa dikalahkan. Ini artinya, sembilan poin akan diraih. Sementara, hasil imbang akan menjadi target pada laga kandang perdana kontra Irak. Kemudian, empat laga tandang sisanya harus ditarget minimal satu poin per pertandingan, dengan toleransi satu kekalahan.
Berikut ini adalah skenario yang dapat terjadi:
- Juara Grup: Lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2018 dan lolos ke putaran final Piala Asia 2019.
- Runner-up Grup: Jika masuk sebagai salah satu dari empat runner-up terbaik, lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2018 dan lolos ke Piala Asia 2019. Jika tidak, lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Asia 2019.
- Posisi 3: Lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Asia 2019.
- Posisi 4: Jika masuk empat posisi keempat terbaik, lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Asia 2019. Jika tidak, lolos ke babak play-off kualifikasi Piala Asia 2019.
- Posisi 5: Lolos ke babak play-off kualifikasi Piala Asia 2019.
Setidaknya, dengan prediksi dua belas poin dari delapan pertandingan, minimal timnas Indonesia dapat lolos ke babak ketiga kualifikasi Piala Dunia 2018 dan lolos otomatis ke Piala Asia 2019 dengan status sebagai salah satu runner-up terbaik.
Di sisi lain, keinginan Pieter Huistra seharusnya dijadikan evaluasi dan renungan, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia ini memiliki lima pulau besar yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sayang sekali rasanya jika semua aktivitas persepakbolaan timnas hanya dipusatkan di Gelora Bung Karno di Jakarta. Banyak pendukung timnas Indonesia, khususnya di luar pulau Jawa, yang berkeinginan langsung datang ke Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) untuk menyaksikan timnas Indonesia bertanding, namun karena faktor jarak dan biaya, mereka pun jadi berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut.
Seperti layaknya Italia, Jerman, Spanyol, atau Inggris yang selalu merotasi tempat timnas mereka bermain, rasanya Indonesia bisa menerapkan hal serupa. Toh, sekarang ini, perlahan-lahan, kualitas stadion-stadion di luar Jawa juga semakin baik. Permasalahannya barangkali hanya ada di bidang infrastruktur, yakni soal jarak dari bandara, jarak hotel, dll., namun hal ini bukan hal yang tidak bisa dibenahi.
Kemudian, timnas Indonesia bisa memanfaatkan rasa “tidak biasa” dari para pemain lawan yang harus menempuh jarak yang lebih jauh ketimbang kalau bermain di SUGBK. Thailand dan Vietnam, sebagai sesama penghuni kawasan Asia Tenggara, tentunya juga sudah hafal dengan atmosfer SUGBK. Thailand bahkan pernah memastikan diri menjadi juara ASEAN di SUGBK. Lain halnya apabila timnas Indonesia kemudian menggunakan stadion Mandala sebagai kandang. Suhu yang kurang bersahabat, jarak yang jauh dari kota asal para calon lawan, dan tentunya dukungan masyarakat Jayapura dan Papua untuk para pahlawan mereka dari Persipura tentunya bisa jadi keunggulan non-teknis tersendiri bagi timnas Indonesia.
Tentunya hal di atas hanya sekadar perhitungan secara matematis dan berdasarkan statistik yang ada. Tak ada garansi bahwa “keangkeran” stadion Mandala untuk Persipura akan serta merta menular kepada timnas Indonesia. Namun, tentu tak ada salahnya untuk mencoba suasana bertanding baru bagi timnas, bukan?