Statistik 1000 Tafsir

MUNICH, GERMANY - MARCH 12: Players of Muenchen celebrate the 5th team goal during the Bundesliga match between FC Bayern Muenchen and SV Werder Bremen at Allianz Arena on March 12, 2016 in Munich, Germany. (Photo by A. Hassenstein/Getty Images for FC Bayern)

Statistik merupakan senjata yang dapat digunakan untuk menjustifikasi analisis taktik. Statistik bersifat multi tafsir dan, karenanya, menjadi masalah besar ketika salah mengartikan angka di dalamnya.

Yang tidak terdeteksi oleh statistik

Gegenpressing Arjen Robben kepada Patrice Evra

Cuplikan video di atas memperlihatkan gegenpressing FC Bayern setelah Robben kehilangan bola di sektor kiri Juventus. Empat detik setelah kehilangan penguasaan bola (ball possession), Bayern berhasil merebut kembali penguasaan dikarenakan Philip Lahm memblok umpan Evra sebelum bola liar diambil (recovery) oleh Joshua Kimmich.

Perhatikan gegenpressing pemain Belanda tersebut setelah kehilangan bola. Ia mendorong Evra ke koridor sayap dan bersama Lahm meng-overload bek kiri Juventus tersebut di tepi kiri. Sampai penguasaan bola direbut kembali, Robben tidak menyentuh bola sama sekali. Tetapi, jelas, walaupun tidak melakukan tackle atau interception, pergerakan Robben sangat membantu Bayern merebut kembali bola dalam kurun waktu kurang dari 6 detik.

Jika Robben tidak melakukan gegenpressing apakah Lahm tetap mampu memblok umpan Evra? Bisa ya, bisa tidak. Entah. Hanya satu yang pasti. Kita tidak akan menemukan aksi Robben tercatat dalam angka-angka rilisan whoscored, squawka, atau statszone.

Tidak. Karena, dalam angka yang disajikan oleh ketiga situs populer ini, kesemuanya merupakan catatan aksi dengan bola atau on-ball action. Kalaupun ada model yang mencatat pergerakan Robben, tidak lain tidak adalah heatmaps dan average position milik whoscored.

Heatmap Robben

Namun, heatmaps (serta average position) pun tidak dapat mengatakan dengan detail apa saja yang diperbuat Robben. Heatmaps hanya mencatat area-area mana saja yang pernah didatangi Robben dan seberapa sering ia berada di area tersebut.

Apa yang dilakukan Robben, walaupun tidak terangkakan oleh whoscored tetap dapat “ditangkap” oleh mata manusia. Dan yang lebih penting, melalui observasi visual dan kemampuan analisis, kita dapat menilai dampak aksi Robben terhadap pertahanan Bayern.

Pressing Bayern

Bayern memberikan pressing ke serangan Juventus yang dibangun dari lini belakang. Selang ± 16 detik kemudian, pressing ini sukses membuat tuan rumah kehilangan penguasaan bola.

Perhatikan sejak detik awal video diputar sampai Juventus kehilangan bola. Tidak satu pun pemain Bayern menyentuh bola; melakukan tackle menjatuhkan diri; memblok umpan atau dribble pemain juventus; dan melakukan interception.

Bayern berhasil merebut penguasaan bola melalui aksi-aksi tanpa bola, seperti pressing ke depan (onward pressing), memblokir atau menutup jalur umpan, pengunaan bayang-bayang tubuh (cover shadow), dan menempel lawan dari sisi buta (blind side) lawan.

Cover shadow Muller memblokir jalur umpan Andrea Barzagli.

Untuk menutup jalur umpan Barzagli ke Claudio Marchisio, Muller memosisikan diri pada satu titik yang memungkinkannya untuk memberikan press kepada Barzagli sekaligus menempatkan Marchiso di belakang bayang-bayang tubuhnya. Untuk memberikan dukungan (support), Thiago Alcantara melakukan pressing ke depan dengan menempel Marchisio dari sisi buta gelandang Juve tersebut.

Aksi-aksi di atas tidak terdeskripsikan dalam angka-angka whoscored dan situsweb sejenis. Padahal aksi-aksi semacam ini membuat pertahanan Bayern menjadi solid yang ditandai dengan kegagalan Juventus berprogres untuk kemudian kehilangan penguasaan bola.

Seperti yang disampaikan di atas, Bayern sukses merebut penguasaan bola tanpa satu pun pemainnya mencatatkan tackle atau interception. Apabila, katakanlah, Bayern sering merebut penguasaan bola dengan cara serupa yang mengakibatkan para pemain belakangnya sangat sedikit melakukan tackle dan interception, dibandingkan rata-rata tim lain, pertanyaannya kemudian adalah apakah bek-bek Bayern pantas disebut bek jelek?

BACA JUGA:  Half-Space Sebagai Ruang Strategis Dalam Sepak Bola (Bagian 2)

Sudut pandang terisolir? Ngga kekinian banget

Poin ini pernah disinggung oleh Qo’id Naufal dalam presentasinya di Konferensi Nasional Statistik 2017 di Universitas Muhammdiyah Yogyakarta (UMY).

Menilai kemampuan seorang bek hanya berdasarkan jumlah tackle, interception, atau sundulan merupakan langkah yang kurang tepat. Tentu, bisa saja seorang bek dengan statistik tackle akurat, interception, dan sundulan terbanyak memang merupakan bek tangguh yang sangat berpengaruh bagi timnya. Sangat bisa.

Seorang pemain dengan jumlah total tackle serta tackle sukses terbanyak bisa jadi merupakan seorang pemain hebat, karena, dari tackle-tackle yang dilakukannya, ia sering mampu melindungi (cover) ruang yang ditinggalkan rekan setimnya.

Yang ditekankan di sini adalah, menilai kemampuan seorang pemain berdasarkan statistik harus pula dibarengi dengan analisis yang mengacu ke model permainan dan dinamik pertandingan itu sendiri. Menilai kehebatan seorang bek berdasarkan statistik aksi dengan bola semata dapat menghasilkan penilaian kurang valid.

Perhatikan gambar di bawah

Situasi 4 lawan 1

Dalam keterbatasan ruang, 9 putih juga menderita keterbatasan waktu akibat pressing intens 4 pemain merah. Ini menempatkan 9 putih dalam situasi maha sulit untuk meloloskan diri. Karena, selain ia sendiri dijepit 4 pemain lawan, dukungan dari rekan-rekannya terhitung “nol” akibat blokade formasi bertahan merah menutup seluruh jalur umpan 9 putih.

Overload yang diciptakan oleh 4 pemain merah sangat memudahkan satu dari keempatnya untuk melakukan tackle dan merebut bola. Sederhananya, dalam situasi seperti ini, merah tidak “memerlukan bek hebat” untuk merebut bola dari tim putih.

Jangankan situasi 4 lawan 1. Seorang pemain terbaik yang dihadapkan pada situasi kalah jumlah 1 lawan 2 pun sangat mungkin dikadali musuh.

Situasi 2 lawan 4

Sekarang tim merah yang sedang bertahan dihadapkan pada dinamik pertandingan yang berbeda. Kalau di gambar sebelumnya merah mendapatkan situasi 4 lawan 1, kali ini mereka dihadapkan pada situasi kalah jumlah 2 lawan 4 (area elips oranye) atau 3 lawan 5 – bergantung sudut pandang.

Kalau dalam situasi seperti ini tim putih sukses menciptakan gol yang didahului tackle gagal berturut-turut oleh 5 dan 4 merah, misalnya, lantas ketiga bek merah yang dipersalahkan, hal tersebut harus dipertanyakan lagi dan dievaluasi dengan seksama.

Untuk menganalisis, beberapa poin patut dikedepankan:

  • Pertama, bertahan dalam situasi kalah jumlah merupakan tugas sulit.
  • Poin kedua, mempertimbangkan kekuatan lawan. Bayangkan jika pemain-pemain yang dihadapi oleh ketiga merah adalah Dani Carvajal, Cristiano Ronaldo, Karim Benzema, Luka Modric, dan Isco Alarcon yang sedang hot.
  • Poin ketiga, penilai juga harus merunut ke belakang untuk menganalisis bagaimana mungkin tim sekuat Real Madrid “dibiarkan” mendapatkan situasi 5 lawan 3 di sepertiga awal tim merah. Apakah dikarenakan lemahnya gegenpressing di lini depan merah? Atau dikarenakan buruknya koordinasi pressing blok menengah? Atau karena sebab lain, kalau memang ada.

Di sisi lain, bila ternyata ketiga pemain merah sanggup menghentikan serangan tanpa lawan sanggup masuk ke dalam kotak 16, kita sangat perlu memperhitungkan kemampuan ketiganya. Mungkin memang ketiganya memiliki ketenangan, pemosisian ciamik, dan kecepatan serta kelincahan gerak jauh di atas rata-rata. Sederhananya, mereka merupakan bek hebat berkelas dunia.

BACA JUGA:  Bayer Leverkusen (2-0) FC Bayern: Pressing Brilian ala Roger Schmidt

Sama halnya dengan menilai assist. Mencetak assist dalam jumlah banyak merupakan indikator awal tingkat keterlibatan pemain dalam serangan. Pemain dengan assist banyak merupakan pemain menyerang yang hebat.

Secara umum, teori ini benar yang diperkuat oleh catatan sejarah. Pemain-pemain seperti Henrikh Mkhitaryan, Kevin De Bruyne, atau Eden Hazard dikenal memiliki catatan assist memuaskan dan mereka pun punya peranan besar di klub.

Untuk memicu sudut pandang lain, mohon perhatikan video berikut.

Barcelona 0-4 Dinamo Kyiv

 

Untuk menilai aksi-aksi dalam video di atas, mana yang Anda pilih: (1) si pengumpan melepaskan umpan “enak” yang memudahkan Andriy Shevchenko mencetak gol, (2) umpannya jelek, Shevchenko yang hebat, (3) Umpan jelek dan Shevchenko pun tidak istimewa. Gol gara-gara blunder kiper.

Angka tidak pernah bohong

Sering kali ketika dihadapkan pada statistik penguasaan bola (ball possession) tim A 65% : tim B 45% kebanyakan orang akan mengatakan tim A yang menguasai pertandingan. Demi kebutuhan artikel, opini ini kita sebut premis pertama.

Untuk mengecek kekuatan premis pertama kita dapat menganalisis statistik (tingkat lanjut) yang (lebih) kontekstual, seperti expected goal, Umpan Diderita Per Aksi Bertahan (UDdPAB), umpan dan tembakan di area berbahaya (danger zone), atau jumlah umpan ke depan.

Melalui statistik yang kontekstual kita mendapatkan data penguat yang cukup valid. Setelahnya, untuk betul-betul menjustifikasi premis-premis di atas, kita harus menonton pertandingan dan menganalisisnya.

Sebuah tim dikatakan menguasai penguasaan bola berdasarkan statistik persentase penguasaan bola adalah fakta tak terbantahkan, tetapi mengatakan tim tersebut menguasai pertandingan adalah urusan lain.

Menguasai pertandingan adalah tentang bagaimana Anda ingin dan seharusnya bermain. Mengusai pertandingan tidak selalu berarti menguasai ball possession. Menguasai pertandingan bisa berarti melakukan tembakan dalam jumlah lebih banyak ketimbang yang dilakukan lawan. Tetapi, kalau kemudian kesemua tembakan Anda dilakukan berjarak 25 meter dari gawang lawan, pernyataan mengusai pertandingan pun harus dipertanyakan kembali.

Sebuah tim bisa saja menguasai pertandingan dengan cara berkonsentrasi bertahan dalam blok rendah, mengarahkan lawan bermain ke sayap, dan memaksa lawan melepaskan umpan silang melambung yang tidak mereka inginkan.

Sebuah tim menguasai pertandingan ketika tim tersebut membuat lawan bermain tidak sesuai model permainan yang dipertontonkan sebelum-sebelumnya, seperti yang diperlihatkan RB Salzburg berikut ini.

Pressing RB Salzburg

Penutup

Pada akhirnya, menyalahkan atau memuji seorang pemain karena satu momen aksi saja merupakan pendekatan berpikir terisolir yang dapat membuat penilaian menjadi tidak valid. Penilaian harus dilakukan menyeluruh berdasarkan variabel-variabel yang tepat.

Pertimbangan dan penilaian akhir masing-masing orang bisa dan boleh berbeda tetapi logika berpikir yang tepat adalah harga mati.

Tujuan utama bersepakbola adalah menang. Untuk menang kita perlu mencetak gol. Untuk mencetak gol kita perlu menciptakan peluang. Untuk menciptakan peluang kita perlu rangkaian penguasaan bola yang efektif dan efisien.

Agar efisien lagi efektif kita perlu model permainan yang pas. Tetapi, di atas dari yang teratas, menggunakan pemain dengan cara yang tepat merupakan pendekatan terbaik dari yang terbaik. Statistik dan analisis performa harus berjalan beriringan dan menjawab kebutuhan untuk menang.

***Inspirasi judul tulisan didapatkan dari buku Sepakbola 1000 Tafsir. 

Komentar