Bagi mayoritas dari kita, tahun 2020 merupakan periode yang layak dilupakan. Ada banyak hal tak enak yang mengganggu, utamanya disebabkan sebaran virus Covid-19. Kendati demikian, tahun 2020 merupakan momen spesial kesebelasan top Italia, AC Milan. Bagaimana tidak, selama tahun kemarin, kiprah mereka begitu luar biasa. Taji mereka yang sempat hilang, akhirnya muncul lagi.
Cerita bermula dari penunjukkan Stefano Pioli sebagai pelatih anyar I Rossoneri menggantikan Marco Giampaolo pada Oktober 2019 silam. Tidak sedikit fans Milan yang menunjukkan rasa kecewanya dengan penunjukan Pioli.
Pasalnya, rekam jejak pria berkepala plontos itu memang tak meyakinkan. Bahkan cenderung buruk. Namun kubu manajemen bersikukuh bahwa sosok yang tepat untuk menangani Zlatan Ibrahimovic dan kolega saat ini adalah Pioli.
Pasrah, barangkali satu kata tersebut bisa mewakili seluruh perasaan Milanisti usai penunjukan Pioli. Terasa kian muram karena debut sang pelatih dalam laga kontra Lecce cuma berakhir seri. Hingga Serie A terhenti akibat pandemi Covid-19, rekor Milan hanyalah 10 kali menang, 6 kali seri dan 10 kali kalah.
Mereka bahkan sempat dilanda malu gara-gara keok 0-5 dari Atalanta, tumbang 2-4 saat bersua Internazionale Milano (walau sempat unggul dua gol terlebih dahulu), dan takluk dari Genoa via skor 1-2 di kandang sendiri, Stadion San Siro.
Peningkatan Performa Usai Lockdown dan Transfer Musim Dingin yang Ciamik
Dengan keadaan yang seperti itu dan Pioli yang duduk di kursi pelatih, Milanisti tak banyak berharap. Mereka sudah cukup puas kalau tim favoritnya menyelesaikan musim di 10 besar. Sebagai langkah pembenahan, manajemen lantas merekrut Ibrahimovic, Simon Kjaer, dan Alexis Saelemakers di bursa transfer musim dingin. Langkah itu diikuti dengan kepergian Fabio Borini, Mattia Caldara, Krzystof Piatek, Ricardo Rodriguez, dan Suso, baik dengan status permanen ataupun dipinjamkan.
Bisa dibilang, transfer Milan biasa-biasa saja dan cenderung mengerikan. Ibrahimovic yang sudah tua, Kjaer yang rekam jejaknya tak kelewat superior dan Saelemakers yang tak punya nama. Bisa apa I Rossoneri dengan kehadiran mereka?
Namun di sinilah kejelian dari orang-orang yang duduk di jajan direksi terlihat. Ivan Gazidis, Paolo Maldini, dan Ricky Massara melakukan tugasnya dengan amat brilian. Membeli pemain murah tetapi berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan tim.
Selepas lockdown dan kompetisi bergulir kembali, semua pihak ternganga melihat lesatan tim asuhan Pioli.
Gianluigi Donnarumma sungguh eksepsional di bawah mistar gawang. Duo Kjaer-Alessio Romagnoli kokoh dalam menjaga lini pertahanan. Theo Hernandez terus memamerkan aksi terbaiknya sebagai bek kiri andalan. Sementara Hakan Calhanoglu dan Franck Kessie menjadi motor permainan dari sektor tengah. Terakhir, Ibrahimovic dan Ante Rebic bertransformasi layaknya duo legendaris Filippo Inzaghi-Andriy Shevchenko.
Satu per satu lawan sukses dibabat. Mulai dari giornata ke-27 sampai pekan pamungkas Serie A 2019/2020, Milan tak tersentuh kekalahan. Alhasil, posisi mereka pun terkatrol dan finis di peringkat enam klasemen akhir sekaligus mengunci satu slot ke ajang Liga Europa.
Menyongsong musim 2020/2021, I Rossoneri memboyong sejumlah nama anyar guna memperkuat armada. Diogo Dalot, Brahim Diaz, Jens Petter Hauge, dan Pierre Kalulu didatangkan ke Milanello, markas latihan tim, selama jendela transfer.
Pioli lantas merancang strategi yang dapat memaksimalkan potensi nama-nama di atas ketika bermain bersama figur-figur kawakan layaknya Ibrahimovic dan Kjaer serta pilar tim lainnya semisal Ismael Bennacer, Donnarumma, dan Kessie.
Banyak pihak menyangka kalau performa Milan pasca-lockdown adalah kebetulan belaka. Namun ternyata itu merupakan hasil kerja keras seisi skuad. Buktinya, mereka tetap tampil gemilang sepanjang musim 2020/2021 dan baru mencicipi satu kekalahan yakni saat bersua Lille OSC di fase grup Liga Europa.
Di kancah Serie A, I Rossoneri masih suci dari kekalahan. Dari 15 pekan yang sudah berlangsung, mereka memetik kemenangan sebanyak 11 kali dan imbang di empat laga sisanya. Tak heran kalau mereka kini duduk sangat nyaman di puncak klasemen dan mulai difavoritkan sebagai pemburu titel Scudetto.
Kejeniusan Pioli
Memiliki skuad yang diisi banyak pemain muda minim pengalaman dan mental yang belum sepenuhnya kokoh, jadi ujian pertama Pioli. Namun presensi Ibrahimovic dengan karismanya sebagai megabintang sepakbola berhasil disepuh sang pelatih guna membantu rekan setimnya lebih matang dan sanggup tampil konsisten.
Di luar itu, Pioli juga tahu bahwa kelebihan timnya dapat mendatangkan hasil-hasil positif. Oleh karenanya, ia gemar menerapkan skema pertahanan dengan garis tinggi supaya bola yang ada di kaki lawan dapat sesegera mungkin direbut dan mengubahnya jadi peluang mencetak gol.
Tak cuma itu sebab Pioli juga mendidik para pemainnya untuk lihai memainkan bola-bola pendek sekaligus menguasai bola, berani melakukan switch play, dan memanfaatkan ruang.
Keberadaan Davide Calabria dan Theo sebagai fullback, membantu Pioli untuk menerapkan strategi tersebut. Keduanya adalah sosok yang eksplosif dan cerdas sehingga dapat dimaksimalkan saat tim ada pada fase ofensif maupun defensif.
Selain itu, poros ganda Bennacer dan Kessie juga menjadi faktor kunci gaya tersebut dapat diimplementasikan lantaran kedisplinan menjaga area permainan serta piawai dalam mengatur tempo dan mengalirkan bola secara cepat.
Sementara pemain-pemain di sektor depan begitu moncer lantaran mengerti tugas masing-masing dengan Ibrahimovic sebagai porosnya. Walau sempat kepayahan tanpa Ibrahimovic, tetapi perlahan-lahan Pioli sanggup menerjemahkan idenya untuk bermain cemerlang kala sang megabintang terpaksa menepi.
Baiklah Samu Castillejo, Hauge, dan Rafael Leao mampu mengemban tugas yang biasa diemban Ibrahimovic dengan sedikit penyesuaian.
Performa yang konsisten dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu juga tak lepas dari mentalitas skuad yang kokoh. Selepas lockdown, Pioli sukses membenahi sisi psikologi para pemainnya guna melepas segala beban yang ada, tampil nyaman, dan akhirnya rutin mereguk hasil positif. Keharmonisan yang ada di tubuh skuad pun jadi alat penilaian termudah.
Dari sebuah kesebelasan yang performanya inkonsisten dan banyak dicaci para rival. Dari seorang pelatih yang awalnya dipandang sebelah mata bahkan oleh fansnya sendiri. Pada akhirnya kita mengetahui jika pembenahan butuh proses dan sikap meremehkan orang lain (dalam hal ini pelatih) kudu dibuang jauh-jauh.
Berhasil atau tidaknya Pioli membawa prestasi di akhir musim 2020/2021 kelak, memang jadi acuan sukses atau tidaknya ia. Namun menurut saya pribadi, kebangkitan I Rossoneri dari periode buruk selama diasuhnya merupakan kado tersendiri yang tak ternilai harganya. Semoga saja langkah gagah ini terus berlanjut.
Forza Magico Milan!