PSS Sleman menyerah 2-5 dari Arema di lanjutan Bali Island Cup 2016. Jika hanya melihat hasil akhir maka bisa dipastikan Anda akan menduga PSS kalah kelas dua tingkat dari Singo Edan. Tapi, jika Anda menyaksikan laga itu, tentu Anda bisa menikmati bagaimana anak-anak Sleman berjuang untuk kehormatan mereka. Juga demi harga diri klub Divisi Utama.
Permainan mereka yang bersemangat cukup menghibur dalam laga melawan Arema. Permainan yang lebih baik daripada saat melawan Persib Bandung kala mereka kalah 2-4 dengan kedua golnya berasal dari penalti.
Setelah tertinggal dua gol di babak pertama, PSS bangkit dan mencetak gol selang dua menit babak kedua berjalan melalui gol yang dicetak oleh Busari. Pemain yang pernah membela Persiba Bantul itu melepaskan tembakan keras dari dalam kotak penalti setelah menerima umpan dari Emile Mbamba.
Ketika Cristian Gonzales kembali menjauhkan keunggulan bagi Arema, PSS kembali mencetak gol. Kali ini melalui gol yang dicetak oleh Candra yang memanfaatkan bola muntah hasil tendangan bebas Kristian Adelmund yang sempat mengenai tangan I Made Kadek Wardhana dan membentur tiang gawang.
Gol itu disambut gegap gempita oleh suporter PSS yang berada di Stadion Kapten I Wayan Dipta. Komentator Net TV pun histeris menyambut gol itu. Pun dengan netizen baik di linimasa Twitter maupun Facebook. Gol yang dianggap sebagai bentuk perlawanan sungguh-sungguh dari klub Divisi Utama pada klub yang notabene adalah salah satu yang terbaik di Tanah Air.
Jika kemudian Antoni Putra dan Cristian Gonzales kembali mencetak gol dan mengakhiri pertandingan dengan skor 2-5, publik tak serta merta menghujat PSS. Daya juang Laskar Sembada tampaknya diapresiasi begitu besar oleh publik. Meski dalam tingkatan yang berbeda dengan bagaimana publik dunia merespon kegemilangan Leicester City di Inggris.
Ada satu pemain yang menyita perhatian penulis dalam laga tersebut. Bukan El Loco Gonzales yang mencetak hattrick, melainkan Kristian Adelmund.
Penampilan Adelmund itu membawa ingatan saya pada suatu sore di tahun 2013. Ketika itu Adelmund sudah berstatus sebagai pemain PSS dan telah memainkan dua atau tiga laga –saya tak ingat betul jumlah pertandingan yang telah dia mainkan saat itu– Divisi Utama Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) 2013.
Kami bertemu di Stadion Maguwoharjo. Tempat di mana PSS menggelar latihan rutinnya. Adelmund tak membela PSS sejak awal musim, dia datang pada pertengahan musim setelah sebelumnya separuh musim dia habiskan di Indonesia Super League (ISL) 2013 bersama Persepam Madura United.
Adelmund saat itu tak sedang berlatih. Lutut kirinya bermasalah. Dia memperoleh perawatan dan melakukan latihan ringan di pinggir lapangan. Momen inilah kemudian yang membuat saya bisa bercengkerama lama dengan Adelmund sembari menyaksikan rekan-rekannya berlatih.
“Saya suka bermain di sini. Baru datang langsung diterima dengan hangat oleh manajemen, pelatih, dan pemain. Suporternya juga wow!” Ungkapnya saat itu mengenai hari-hari awalnya di Sleman.
Jogja sebenarnya tak terlalu asing baginya. Sebelum bermain untuk Persepam Madura United, Adelmund bermain di PSIM Yogyakarta. Jadi, Jogja bukan tempat baru bagi dirinya. Inilah kota pertama yang dia tinggali ketika memulai karier profesionalnya di Indonesia. Namun, kisahnya di tim tertua Jogja itu berakhir buruk. Gaji yang tertunggak membuatnya tak betah. Dia pun memutuskan hengkang.
“Di Madura gajiku lancar. Sebagian kontrak sudah dibayarkan di awal. Jadi, saat mereka memutuskan kontrak, ya aku terima saja karena mereka sudah memenuhi kewajibannya,” cerita Adelmund mengenai kontraknya di Madura United yang diputus di tengah jalan.
Walaupun persoalan gaji lancar, dia menemui keberatan lain di Madura. Dia tak bermain di posisi terbaiknya. Peran terbaik yang bisa dijalankannya adalah bertahan. Bisa di posisi bek tengah maupun gelandang bertahan. Namun, di bawah arahan Daniel Roekito dia bermain sebagai winger.
Pemain sayap membutuhkan kecepatan dan itu yang tak dimiliki oleh Adelmund. Postur tinggi besarnya dinilai tak membuatnya luwes bergerak dari sektor sayap. Jadi, dia dinilai sebagai pemain yang buruk.
“Aku harus bermain sesuai permintaan pelatih. Itu tugas pemain pro. Lagipula, semasa di Belanda, kami diajarkan untuk bisa bermain di beberapa posisi. Tahu perannya, meski belum tentu kami bisa memainkannya dengan baik. Di Madura aku main di sayap. Tapi, kalau kami ketinggalan aku akan didorong menjadi penyerang tengah untuk menerima umpan lambung dan berusaha melepaskan tembakan dengan kaki kiriku,” cerita Adelmund tentang perannya di Madura United.
Saya kemudian jadi ingat ketika ditanya oleh salah satu manajemen PSS, ketika hendak mengontrak Adelmund. Siapa pemain ISL yang layak dibandingkan dengan dia. Maka saya mengajukan nama Muhammad Ridwan yang ketika itu bermain untuk Persib. Nama Ridwan mengemuka karena saat itu Adelmund ditawarkan sebagai gelandang atau penyerang sayap.
Secara statistik keduanya jelas beda jauh. Ya, karena itu tadi, Adelmund tak bermain di posisi terbaiknya sementara Ridwan memang salah satu pemain sayap terbaik yang ada di Indonesia. Sebuah komparasi yang tak adil.
Belakangan manajemen memutuskan untuk mencoba menggunakan jasa Adelmund setelah slot pemain asing kosong lantaran Noh Alam Shah memutuskan hengkang setelah percekcokan dengan manajemen dan pelatih. Selanjutnya adalah sejarah yang manis bagi PSS dan karier seorang pemain yang memulai berlatih sepak bola di akademi Feyenoord Rotterdam.
“Hak pelatih akan memainkan aku di mana. Tapi, kalau dia memainkanku di posisi bek tengah, aku akan menunjukkan permainan terbaikku bagi PSS,” sebuah janji yang kemudian ditepati oleh Adelmund.
Lafran Pribadi, pelatih PSS ketika itu lantas memainkannya di posisi bek tengah sepanjang sisa musim 2013 itu. Dia bermain sangat bagus kala berduet dengan Waluyo di jantung pertahanan dan cepat menjadi salah satu pemain kesayangan Sleman Fans. Dia adalah komponen penting bagi Super Elang Jawa dalam raihan gelar juara Divisi Utama 2013.
Ketika melihatnya bermain melawan Arema, saya tahu dia masih menepati janjinya untuk selalu memberikan yang terbaik bagi PSS. Pun ketika dia harus bergeser ke depan demi membantu lini serang PSS yang kesulitan menembus pertahanan Arema.
Adelmund adalah seorang pesepak bola profesional yang akan bermain sebaik mungkin bagi tim yang dia bela. Namun, bagi PSS, dia adalah seorang pencinta sejati. Seperti laki-laki yang sedang jatuh cinta, dia akan memberikan yang terbaik bagi apa yang dia cintai.
“Aku selalu cinta PSS…” begitu berulangkali Adelmund mengakui cintanya pada klub dengan logo candi di dada ini.
NB: Perbincangan dengan Adelmund ketika itu dilakukan dengan bahasa Inggris karena dia belum lancar berbahasa Indonesia. Penggunaan kata “Aku” sebagai kata ganti pertama karena itu kata yang digunakan oleh Adelmund ketika dia mulai belajar bahasa Indonesia. Persepam Madura United telah berganti nama menjadi Persepam Madura Utama. Sementara nama Madura United digunakan kembali setelah Persipasi (Pelita) Bandung Raya dibeli oleh Achsanul Qosasih dan memindahkan homebase-nya ke Madura.