Tak Perlu Pergi ke Hutan untuk Melihat Lewandowski

Franciszek Smuda, mantan pelatih Lech Poznan, suatu waktu berusaha memercayai ucapan seorang pemandu bakat. Ia tergoda ingin membuktikan potensi seorang penyerang muda yang direomendasikan rekannya itu.

Berangkatlah Smuda menuju Gliwice, kota di Polandia selatan, untuk mengamati bagaimana permainan striker belia tersebut. Hari penilaian pun tiba. Di sebuah pertandingan, ia mulai mengamati setiap gerak-gerik pemain tersebut tanpa jeda.

Lima belas menit berlalu, Smuda tak kunjung terkesan dengan performa sang bomber tersebut. Tidak sampai peluit anjang ditiupkan, mantan pelatih Timnas Polandia itu memutuskan untuk beranjak dari kursi penonton dan pulang.

“Kau berutang padaku uang bensin. Jika aku ingin melihat pohon, aku akan pergi ke hutan,” ujar Smuda kepada scout yang menemaninya.

Bertahun-tahun kemudian, penilaian Smuda terhadap juru gedor tersebut terbukti keliru. Pemain yang dianggap seperti pohon tersebut kini menjelma menjadi salah satu mesin gol menakutkan di Eropa. Ialah Robert Lewandowski.

Sebelum Bayern Munchen Menjemput

Lewandowski bak ditakdirkan menjadi olahragawan sejak hari pertama dilahirkan. Ia lahir pada 21 Agustus 1988 dari pasangan Krzystof Lewandowski dan Iwona Lewandoska. Keduanya merupakan mantan atlet profesional.

Ia mengenal si kulit bulat dari ayahnya yang pernah bermain di klub lokal Hutnik Warsaw. Selain menjadi pesepakbola, Krzystof juga seorang pejudo profesional. Lewandowski kecil tak hanya belajar bermain bola, tetapi juga diajari teknik kuda-kuda untuk menjaga keseimbangan.

Sementara itu, ibu dan adiknya adalah pemain voli profesional. Ibunya sempat memperkuat tim voli AZS Warsaw, sedangkat adiknya sempat tergabung dalam tim nasional bola voli U-21 Polandia.

Meski terlahir dari orang tua yang merupakan olahragawan, penyerang andalan Bayern Munchen itu tak beruntung karena tidak dibekali tubuh atletis. Lewandowski di masa muda adalah remaja yang berbadan kurus.

“Kakinya sangat kurus, saya terus mendesaknya untuk menambah berat badan dan makan lebih banyak roti lapis berisi bacon,” kata Krzystof Sikorsi, pelatih Lewandowski di tim junior Varsovia Warsawa.

Karier profesionalnya dimulai pada 2005 saat ia bergabung dengan Delta Warsawa. Di klub tersebut Lewandowski hanya bertahan selama satu tahun. Kemudian, ia bergabung dengan klub divisi tiga Polandia, Znicz Pruszkow.

Di tim tersebut, Lewandowski langsung unjuk gigi pada tahun pertama. Nalurinya sebagai juru gedor terpampang jelas. Sebanyak 15 gol ia koleksi, sekaligus berhasil membawa klubnya promosi ke divisi dua.

Gelar sebagai pencetak gol terbanyak juga sukses disabet. Titel yang sama kembali ia raih pada musim berikutnya, setelah berhasil menjebol gawang lawan sebanyak 21 kali. Penampilan Lewandowski membuat Lech Poznan kepincut.

Performanya di klub raksasa Polandia itu bak sebuah iklan yang mampu memikat sejumlah klub di liga-liga besar Eropa. Akhirnya, yang beruntung mendapatkan Lewandowski.

Perjalanan kariernya tak selalu mulus. Pada musim pertamanya di Signal Iduna Park, ia mengalami kesulitan untuk tampil prima. Bahkan, fans Dortmund sempat mengejek dan menjulukinya “Lewandoofski”. Doof dalam bahasa Jerman berarti bodoh.

Akan tetapi, ia tak bergeming. Perlahan tapi pasti, penyerang Polandia itu mulai menemukan bentuk permainan terbaiknya. Tiga musim berikutnya, Lewandowski tak terhentikan.

Ia secara konsisten mencetak lebih dari 20 gol setiap musim. Ditambah dua gelar juara Bundesliga yang ia persembahkan untuk Dortmund. Kesuksesan Lewandowski bersama Dortmund itu tak terlepas dari tangan dingin Jurgen Klopp.

“Saya pikir apa yang saya pelajari darinya adalah keyakinan bahwa saya bisa bermain di level tertinggi,” ujar Lewandowski menjelaskan betapa berjasanya Klopp dalam kariernya.

“Dia memiliki pengaruh yang membantu saya mengambil langkah berikutnya. Dia menyadarkan saya bahwa saya memiliki potensi lebih daripada yang saya bayangkan. Dia bisa melihat sesuatu dalam diri saya yang tidak bisa saya lihat,” lanjutnya.

Suatu Hari di Allianz Arena

Tanggal 22 September 2015, Bayern Munchen menghadapi Vfl Wolfsburg dalam lanjutan Bundesliga. Di babak pertama Munchen sudah tertinggal satu gol. Daniel Caligiuri mencetak gol pada menit ke-26. Keunggulan Wolfsburg di Stadion Allianz Arena bertahan hingga turun minum.

Memasuki babak kedua, Pep Guardiola melakukan perubahan taktik. Lewandowski dimasukkan menggantikan Thiago Alcantara. Keputusan pelatih memasukkannya langsung berbuah manis. Penyerang bernomor 9 itu mencetak gol penyeimbang pada menit ke-51.

Setelah berhasil menyamakan kedudukan, Lewandowski tampil kesetanan. Gol demi gol lahir dari kaki pemain asal Polandia tersebut. Yang paling mencengangkan dari gelontoran gol itu adalah dia mencetak lima gol hanya dalam tempo sembilan menit.

“Saya tak pernah mengalami hal itu, baik sebagai pelatih dan pemain,” ucap Guardiola memuji setinggi langit Lewandowski seperti dikutip FourFourTwo.

“Lima gol dalam sembilan menit. Saya sangat senang dengan Lewandowski. Anda bermain buruk dalam 45 menit dan kemudian memborong lima gol dalam sembilan menit. Saya tak mampu berkata-kata,” terusnya.

Keberhasilan mencetak lima gol ke gawang Wolfsburg membuat nama Lewandowski tercatat dalam buku rekor. Tidak hanya satu, tetapi empat rekor sekaligus.

Keempat rekor itu adalah: hattrick tercepat (3 menit 22 detik), quattrick tercepat (5 menit 42 detik), quintrick tercepat (8 menit 59 detik), dan gol terbanyak yang dicetak oleh pemain pengganti di Bundesliga.

Kisahnya tak berhenti sampai di situ. Ia tetap menjadi momok menakutkan bagi pertahanan lawan hingga hari ini. Lewandowski telah mencetak 45 gol musim ini dan terancam diganjar penghargaan Sepatu Emas. Menjadikannya pemain kedua yang mengakhiri dominasi Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo, selain Luis Suarez.

Komentar

This website uses cookies.