Awalnya, saya berpikir bahwa yang spesial di dunia ini hanyalah martabak atau mie instan. Nyatanya, seorang manusia bernama Jose Mourinho pun mendaku dirinya sebagai figur nan spesial alias The Special One. Lelaki bermulut pedas dari Portugal itu memang bukan pelatih sepakbola kacangan. Terlepas dari segala kontroversi yang membekapnya, kapabilitas Mourinho sudah diakui di kolong langit.
Usai menganggur selama beberapa waktu, akhirnya Mourinho kembali lagi ke tepi lapangan. Kesebelasan asal London Utara, Tottenham Hotspur, resmi mengangkatnya sebagai juru kemudi anyar menggantikan Mauricio Pochettino.
Kembalinya bekas pelatih Chelsea, Internazionale Milano, dan Real Madrid itu tentu bikin Liga Primer Inggris makin semarak. Namun buat Jürgen Klopp, pelatih Liverpool, mungkin, Mourinho adalah batu sandungan yang menjengkelkan.
Pada suatu waktu, Klopp pernah berkelakar bahwa dirinya adalah The Normal One. Sosok yang biasa saja dan tak seistimewa Mourinho.
“Aku hanyalah lelaki biasa dari Hutan Hitam (sebuah wilayah di barat daya Jerman). Meski demikian, ibu sangat bangga kepadaku.”
Apa yang diutarakan Klopp layaknya cara menurunkan ekspektasi publik kepadanya. Ya, dirinya adalah lelaki biasa (walau kenyataannya memiliki cukup banyak prestasi) yang kinerjanya tak perlu diiringi ekspektasi tinggi seperti Mourinho yang spesial. Sebuah perbandingan yang jujur saja, agak satir.
Selain menyindir Mourinho, pada wawancara lainnya ia meyakinkan seluruh Kopites bahwa mereka harus mengganti persepsi. Dari seorang yang kerap meragukan performa Liverpool menjadi seorang yang begitu yakin.
Realitanya, The Reds besutan Klopp mampu menjadi yang terbaik di Eropa pada musim lalu. Penampilan Sadio Mane dan kawan-kawan begitu elok dan mengasyikkan kendati dahaga gelar Liga Primer Inggris belum terpuaskan. Namun setidaknya, ucapan Klopp bahwa suporter harus yakin pada kemampuan Liverpool sukses dibuktikannya. Keyakinan yang juga tumbuh makin subur di dada saya.
Di musim 2019/2020, penampilan Liverpool sejauh ini cukup eksepsional. Mereka masih duduk di puncak klasemen Liga Primer Inggris dengan keunggulan delapan angka dari Leicester City dan Chelsea yang mengekor di peringkat dua dan tiga.
Kutukan “next year is our year,” seperti akan berakhir sebentar lagi. Ya, performa apik Mane dan kawan-kawan memang membesarkan asa di dada suporter untuk menyaksikan Liverpool mengangkat titel Liga Primer Inggris untuk pertama kali sepanjang sejarah.
Lewat cuitannya, Pangeran Siahaan, bahkan menyebut jika Liverpool musim ini adalah tim pesugihan dalam salah satu episode Podcast Box 2 Box. Ia menganggap jika The Reds selalu bisa menang bahkan dengan cara di luar nalar. Dibantu wasit, dibantu Video Assistance Referee (VAR) sampai gol yang tiba-tiba datang dari langit. Semesta seperti bersekutu dengan Mane dan kawan-kawan.
Confirmed. Pesugihan.
— Pangeran⚜ (@pangeransiahaan) November 10, 2019
Akan tetapi, keyakinan itu sedikit terdistraksi dengan kembalinya Mourinho ke kursi kepelatihan. Secara personal, saya menyukai Mourinho walau banyak orang yang membenci filosofinya yang seolah-olah menuhankan kemenangan, tak peduli dengan cara apapun hal itu didapatkan.
Sejatinya, Mourinho adalah sosok yang punya ide brilian, kaya taktik, dan seorang motivator ulung (pastinya saat tak berseteru dengan pemainnya) meski rapornya di Manchester United dianggap merah.
Well, jenius tetaplah jenius. Gaya yang dituding sebagai negative football itu diaplikasikan Mourinho akibat keterbatasan yang ia miliki di United. Toh, kesombongannya takkan berkurang sebab berhasil menghadiahi The Red Devils dengan tiga trofi yakni Piala Liga, Community Shield, dan Liga Europa. The Special One memang tetap spesial.
Spesialis Menyulitkan Liverpool
Saya harus akui bahwa salah satu pelatih yang bikin keder setiap kali berjumpa Liverpool adalah Mourinho. Dengan starting eleven terbaik dan penyesuaian paling mutakhir dalam laga sekalipun, Klopp sering menderita tiap bersua Mourinho.
Dalam pertandingan-pertandingan terakhir, Liverpool begitu kesulitan saat lawannya bermain defensif dengan blok pertahanan rendah, gaya yang sesungguhnya khas pria beruban asli Setubal itu.
Selain cara main defensif yang acap tim asuhan Mourinho peragakan, rekor pertemuan Liverpool dengannya memang kurang memuaskan. Ya, Mourinho seperti momok untuk The Reds.
Musim 2013/2014 tentu sulit dilupakan pendukung Liverpool. Bertanding di Stadion Anfield guna mempertahankan peluang merebut titel juara Liga Primer Inggris, mereka justru dipecundangi Mourinho yang ketika itu membesut Chelsea.
Caranya pun komikal sebab diiringi oleh terpelesetnya Steven Gerrard sehingga Demba Ba bisa dengan mudah menceploskan gol ke gawang The Reds. Tidak ada lagi kata yang pantas menggambarkan peristiwa itu. Pedih.
Musim 2014/2015, Liverpool lagi-lagi harus mengakui kehebatan Mourinho dengan skor akhir 1-2 untuk Chelsea di kandang sendiri. Ketika bertandang ke Stadion Stamford Bridge, cuma sebiji angka yang mampu dibawa pulang.
Musim 2016/2017 atau momen perdana Mourinho menukangi United, Liverpool juga kesulitan meraih hasil positif. Dua kali perjumpaan baik kandang maupun tandang diakhiri dengan skor imbang.
Musim 2017/2018 yang sejatinya muram bagi Mourinho karena nirgelar, juga tak bermakna apapun bagi Liverpool. Bermain di Stadion Anfield, Mane dan kawan-kawan hanya sanggup memetik satu angka. Giliran bertandang ke Stadion Old Trafford, mereka justru dipermalukan.
Seingat saya, hanya dua hasil positif yang direguk Klopp dan Liverpool saat bertemu Mourinho. Pertama, terjadi di musim 2015/2016 di mana The Reds menang 1-3 di Stadion Stamford Bridge. Beberapa bulan setelah laga itu, Mourinho ditendang manajemen The Blues.
Kedua, terjadi di musim 2018/2019 lalu. Dwigol Xherdan Shaqiri menggenapi gol Mane untuk membungkam United dengan skor 3-1 di Stadion Anfield. Uniknya, setelah laga itu Mourinho diberhentikan oleh The Red Devils!
Musim ini, Liverpool sudah bermain sekali dengan Tottenham. Berhasil menang pula. Sementara laga perdana antara Liverpool dengan Mourinho baru akan berlangsung pada bulan Januari mendatang di Stadion Tottenham.
Saya sebagai pendukung Liverpool, jujur saja, masih punya rasa jeri terhadap Mourinho. Dengan segala kehebatannya, partai di awal tahun 2020 nanti layak ditunggu.
Mungkin, Liverpool akan kembali kesulitan. Hal terburuk adalah The Reds kehilangan poin ketika bertandang ke kandang The Lilywhites sedangkan Leicester, Chelsea atau bahkan Manchester City sanggup menipiskan jarak. Partai melawan Tottenham dengan Mourinho-nya bikin saya takut, takut kalau manajer eksentrik itu dipecat lagi.