Transfer Gila-Gilaan dan Pengaruhnya Terhadap Prestasi

Mayoritas kompetisi sepakbola di Eropa tengah menjalani libur pada musim panas. Namun sepinya aktivitas di dalam lapangan berbanding terbalik dengan luar lapangan, khususnya terkait bursa transfer.

Para penikmat sepakbola akhir-akhir ini disajikan dengan berbagai macam berita pindahnya para pemain bintang dari satu klub ke klub lainnya.

Bursa transfer kali ini juga terbilang lebih menarik sebab euforia pagelaran Copa America 2021 dan Piala Eropa 2020 masih terasa.

Dua kejuaraan kontinental antarnegara tersebut menjadi salah satu acuan buat menilai kemampuan seorang pemain yang turut serta bersama negaranya.

Mereka yang bersinar di Copa America 2021 dan Piala Eropa 2020, biasanya mendapat atensi lebih dan banderolnya terkatrol. Hal itu bak sebuah siklus yang selalu terjadi dalam kancah sepakbola.

Salah satu kesebelasan yang selepas gelaran Copa America 2021 dan Piala Eropa 2020 mencuri perhatian publik adalah Paris Saint-Germain (PSG).

Bagaimana tidak, klub kaya asal Prancis itu menggamit banyak pesepakbola top dunia. Gianluigi Donnarumma, Achraf Hakimi, Lionel Messi, Sergio Ramos, sampai Georginio Wijnaldum didaratkan ke Stadion Parc des Princes.

Asyiknya lagi, PSG memboyong nama-nama di atas mayoritas secara gratis. Mengumpulkan pemain kelas dunia dengan prestasi tinggi tanpa kehilangan banyak uang merupakan langkah yang patut diapresiasi.

Sebuah bukti jika manajemen Les Parisiens mampu membuat para pemain hebat tertarik bermain untuk mereka. Entah karena butuh tantangan baru atau bayaran selangit.

Selain PSG, ada Manchester United yang cukup royal di bursa transfer kali ini. Jadon Sancho dan Raphael Varane menjadi nama baru yang datang ke Stadion Old Trafford.

Kemudian ada pula Chelsea dan Manchester City yang rela merogoh kocek dalam-dalam untuk mengamankan jasa Romelu Lukaku dan Jack Grealish.

The Citizens bahkan disebut-sebut siap menghabiskan uang ratusan juta Poundsterling lagi pada hari-hari terakhir bursa transfer untuk menggaet Harry Kane dari Tottenham Hotspur.

Skuad mewah yang dihuni pemain bintang memang dambaan banyak fans. Mereka menganggap jika hal tersebut dapat mendekatkan tim kesayangan dari gelar juara.

Benarkah demikian?

Sejujurnya, skuad bertabur bintang yang diawali transfer gila-gilaan tak menjamin kesuksesan.

Pasalnya, syarat untuk menjadi kampiun di sebuah ajang bukanlah skuad mahal melainkan kapabilitas dan kolektivitas tim.

Benar jika PSG, Chelsea, dan City cukup rajin memeluk trofi dalam beberapa musim pamungkas. Baik di level domestik maupun kontinental.

Akan tetapi, perjalanan mereka juga tetap disuguhi periode-periode pahit bernama kegagalan.

Teraktual, PSG yang dihuni banyak pesepakbola mahal justru gagal menjuarai Ligue 1 musim 2020/2021 lalu. Mereka kalah bersaing dengan Lille OSC.

Begitu pula Chelsea dan duo Manchester yang pada musim 2015/2016 harus gigit jari melihat tim liliput, Leicester City, melesat sebagai raja di Inggris.

Membangun kesebelasan yang pilih tanding memang dapat dilakukan dengan mengumpulkan pemain berkualitas. Terlebih, sumber daya untuk melakukan kegiatan itu berlimpah ruah.

Namun hal di atas tak menggaransi datangnya piala. Real Madrid dengan proyek Los Galacticos-nya pernah merasakan itu. Alih-alih berkalung medali kesuksesan, mereka justru dihujani cacian.

Dana yang mereka gelontorkan saat itu tak main-main, tetapi gelar yang didapat dari kejuaraan yang diikuti begitu minim. Tak heran bila Los Galacticos yang diinisiasi presiden Florentino Perez sempat dilabeli sebagai proyek gagal.

Menarik ditunggu apakah tim-tim bermodal skuad mewah hasil transfer gila-gilaan pada musim ini bisa berbicara banyak dengan menyapu bersih titel yang tersedia atau malah jadi pesakitan karena tak ada gelar yang bisa mereka bawa untuk diletakkan di lemari trofi.

Komentar

This website uses cookies.