Seperti peran yang dimainkan dalam dorama Re:Mind, Yuuka Kageyama adalah sosok yang menarik. Salah satu idol dari grup Hinatazaka46 yang sedang melesat ini ternyata memiliki obsesi terhadap sepakbola.
Di tengah jadwalnya yang padat, ia bisa menghabiskan waktu untuk sepakbola. Entah dengan menonton pertandingan, menyaksikan program analisis taktik dan sebagainya.
Mungkin, ketertarikannya terhadap sepakbola muncul akibat sang ibu sudah mengajaknya ke stadion, bahkan sampai ke Sydney guna mendukung tim nasional Jepang di Olimpiade tahun 2000, saat masih dalam kandungan.
Pada usia lima tahun, Kageyama didaftarkan ke klub sepakbola lokal yang isinya didominasi anak laki-laki. Meski demikian, postur Kageyama justru yang paling besar.
Ia seperti satu Didier Drogba di antara puluhan Cesar Azpilicueta. Ia sendiri mengakui bahwa saat itu dirinya memang bertubuh besar.
Pada saat kelas dua SMP, ia mengambil lisensi wasit untuk level 4. Alasannya, Kageyama ingin memahami sepakbola dari dasar dan khususnya, sudut pandang wasit. Setelah dijalani, ia mengaku bahwa menjadi wasit lebih melelahkan ketimbang jadi pemain.
Maka wajar bila wasit kerap melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. Ia pun mendorong publik penggila sepakbola agar lebih respek kepada korps baju hitam.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah sepakbola Jepang, Kageyama diberi kesempatan untuk menyusun formasi terbaik sepanjang masa dari Hiroshima Sanfreece.
Menariknya, ia memasukkan nama Cesar Sampaio di situ. Gelandang asal Brasil tersebut membela Sanfreece pada 2003 sampai 2004.
Kageyama memuji Sampaio sebagai salah satu gelandang terbaik Negeri Samba di era 1990-an. Di momen ini, ia seperti mengajak kita semua untuk menyadari bahwa Brasil tak melulu tentang Bebeto, Rivaldo, Romario, atau Ronaldo pada masa tersebut.
Ketika timnas Jepang berangkat ke Piala Dunia 2018 tanpa menyertakan nama-nama seperti Masato Morishige dan Shoya Nakajima, Kageyama pun mengernyitkan dahi. Apa yang membuat Akira Nishino, sang pelatih, tak membawa dua pemain dengan kualitas mumpuni tersebut.
Dalam blog-nya, Kageyama membuat proyek bernama, “Kageyama Yuuka’s Soccer Blog: We Love J-League”. Sebuah proyek dengan tujuan memperkenalkan lebih jauh dan lengkap semua klub yang ada di Jepang dari semua divisi.
Kageyama membahas dengan lengkap mulai dari sejarah, pemain, taktik, transfer, hingga hal-hal yang ringan seperti maskot. Dari proyeknya tersebut, ia memberi beberapa data semisal mayoritas klub di Jepang yang memakai formasi 4-3-3.
Proyeknya tersebut mendapat sambutan hangat. Ulasannya juga dibaca oleh para pemain profesional. Banyak di antara mereka yang saking senangnya diulas gadis berusia 19 tahun itu, menunjukkan kebahagiaannya di media sosial.
Dalam sebuah program analisis sepakbola di televisi, Kageyama dengan antusias ikut membahas taktik pelatih Leeds United, Marcelo Bielsa.
Di situ, Kageyama mengetahui bagaimana metode latihan Bielsa yang sangat menarik. Termasuk mengenai cara lelaki Argentina tersebut membagi lapangan jadi area-area kecil yang berfungsi dalam permainan.
Ketika ditanya mengenai pemain favoritnya di Premier League, Kageyama menjawab Conor Coady. Jawaban yang membuat sang penanya, Yuuji Nakazawa, terbengong heran.
Nakazawa yang merupakan eks penggawa timnas Jepang di Piala Dunia 2006 mengaku tak tahu siapa Coady yang merupakan penggawa Wolverhampton Wanderers. Menurut sang idol, Coady adalah pemain penting dan membuat Wolves tak melulu soal Raul Jimenez, Ruben Neves, atau Armand Traore.
Berkat peran Coady yang merupakan bek tengah dan mampu menginisiasi serangan, Wolves asuhan Nuno Espirito Santo dapat tampil konsisten serta menyulitkan klub-klub papan atas Premier League.
Berdasarkan situs resmi Premier League, pada musim 2019/2020 silam, Coady mencatat 1849 umpan, yang 286 di antaranya merupakan umpan panjang akurat.
Kageyama juga menyoroti keputusan sejumlah asosiasi sepakbola yang mengizinkan lima pergantian pemain selama pandemi Covid-19.
Baginya, itu adalah keputusan yang cukup tepat. Selain berfungsi untuk menjaga kondisi fisik pemain serta memberi kesempatan lebih besar kepada pemain muda untuk merumput, hal tersebut juga dapat menghadirkan perubahan taktik dari pelatih guna mengejar hasil positif.
Di usianya yang baru 19 tahun dan memiliki jadwal padat sebagai anggota grup idol, Kageyama memperlihatkan kepada kita bahwa itu bukanlah halangan untuk menikmati sepakbola.
Toh, kegemaran terhadap sepakbola bisa menjadi hak siapa saja. Termasuk oleh mereka yang berjenis kelamin perempuan. Pasalnya, sepakbola merupakan cabang olahraga yang tidak terbatas bagi kaum tertentu.