Billy Gilmour dan Masa Depan Sepakbola Skotlandia

Jika menyebut kata Skotlandia, pikiran kita tentu akan tertuju kepada beberapa hal seperti minuman khas Scotch Whiskey, atau pemandangan dataran tinggi menawan, berdampingan dengan kastil-kastil megah layaknya yang ditampilkan di film Harry Potter. Akan tetapi, jika membahas membahas soal prestasi sepakbola, tidak banyak hal menarik yang bisa diingat oleh masyarakat dari Britania Raya bagian utara.

Keperkasaan Aberdeen bersama Sir Alex Ferguson ketika menjadi juara di kancah Eropa yang kemudian disusul keberhasilannya bersama Manchester United cukup lekat di benak masyarakat Skotlandia. Sedangkan soal sosok pesepakbola, tampaknya hanya kejayaan Kenny Dalgish bersama Liverpool dan juga Denis Law yang garang bersama holy trinity-nya Setan Merah menjadi dua hal yang sulit dilupakan.

Pada level klub, duo Glasgow yang merupakan tim papan atas di Liga Skotlandia pun tak pernah bicara banyak di kejuaraan Eropa yang mereka ikuti selama ini. Hanya sekali saja Celtic berhasil memenangi Liga Champions, yakni edisi 1967. Beralih ke timnas, mereka juga sudah absen di lima gelaran Piala Dunia sejak terakhir lolos di gelaran tersebut pada tahun 1998 di Perancis.

Namun, pada beberapa tahun terakhir sepakbola Skotlandia mulai mendapat sorotan. Kehadiran beberapa nama bintang, seperti Andrew Robertson, Scott McTominay, John McGinn, hingga Ryan Fraser dianggap menjadi awal masa keemasan bagi timnas yang berkandang di Hampden Park itu.

Fakta ini kemudian didukung oleh penampilan menggagumkan dari para wonderkid timnas U-21 mereka di gelaran kualifikasi Euro U-21 2021 yang dipimpin oleh komandan muda bernama, Billy Clifford Gilmour.

Putra pertama dari pasangan Billy dan Carrie Gilmour itu lahir di Glasgow dan mulai bermain sepakbola untuk Rangers sejak masih berusia 8 tahun. Dua tahun ia berlatih di sana. Bakatnya kemudian terpantau oleh asosiasi sepakbola Skotlandia, SFA, yang membuatnya dapat bersekolah di pusat pengembangan pemain sepakbola unggulan, Grange Academy Kilmarnock.

Dengan potensi yang dimilikinya tak butuh waktu lama bagi tim pemandu bakat Chelsea untuk menawari pemain kelahiran 11 Juni 2001 ini agar merapat ke London. Lalu, penampilan impresifnya bersama kelompok umur U-18, Gilmour berhasil mendapatkan kontrak profesionalnya saat ia masih berusia 17 tahun.

BACA JUGA:  Haji Matusin dan Gairah Sepakbola Brunei Darussalam

Keberanian dalam melakukan duel, kemampuan dalam penempatan posisi, serta visi bermain yang baik adalah tiga hal yang menarik minat Frank Lampard mengajaknya untuk berlatih dengan tim utama.

Sebagai pemain belia, Gilmour jelas masih butuh waktu beberapa tahun lagi untuk bisa bermain di lini tengah Chelsea yang musim ini juga sudah disesaki oleh beberapa pemain seperti Kante dan Jorginho.

Namun, badai cedera yang dialami oleh beberapa pemain inti, serta hukuman larangan transfer yang menimpa The Blues seolah menjadi dua hal yang membuka jalan keberuntungan baginya. Setelah menjalani debut pertamanya di pertandingan melawan Sheffield United pada Agustus 2019, pemain bernomor punggung 47 ini seolah terus dapat mempertahankan performa ciamik.

Puncaknya, ia menjadi aktor penting dari dua kemenangan klubnya saat membungkam Liverpool di piala FA dengan skor 2-0 dan saat melumat Everton 4-0 di Liga Inggris. Predikat man of the match di dua laga tersebut pun diraih oleh pria bertinggi 168 cm itu. Melihat sepasang penampilannya tersebut, legenda sepakbola Skotlandia, Pat Nevin pun tak segan untuk memberika pujian dengan mengatakan,

“Ketika Anda melihat seorang pemain yang memiliki kemampuan teknis, visi melihat lapangan dalam 360 derajat serta kepercayaan diri dan kenyamanan dalam mengontrol bola seperti Gilmour, maka anda sedang melihat pemain berlevel internasional,” ujarnya.

Sejatinya, Gilmour hanyalah satu contoh dari puluhan talenta hebat yang akan lahir dari program serius federasi sepakbola Skotlandia dalam memajukan permainan si kulit bulat di negara mereka.

Lewat program pengembangan sepakbola dengan tajuk Football for life dengan kurun waktu 2017-2020, mereka bukan hanya sedang memproyeksikan sebuah timnas yang kuat melainkan membangun budaya sepakbola yang modern, profesional, dan berkelanjutan.

BACA JUGA:  Sergi Samper dan Isaac Cuenca: Eks Barcelona di Negeri Sakura

Tujuan tersebut ditopang oleh tiga pondasi utama yang menjadi fokus dari FA Skotlandia, yaitu growing the game, football for social change, dan developing talent. Ketiga hal itu didukung dengan target nasional yang harus dicapai di tahun 2026.

Dari sisi growing the game, peningkatan angka partisipasi pesepakbola yang terdaftar, pesepakbola wanita maupun pemain disabilitas menjadi fokus utamanya. Peningkatan kualitas wasit, pelatih dan perangkat pertandingan serta partisipasi klub profesional ke lingkungan masyarakat yang dirasa akan memicu perubahan sosial menjadi tujuan dari football for social change.

Lalu, dari segi developing talent, modernisasi pemantauan karir pemain bertalenta untuk timnas senior coba dilakukan. Sementara itu, di ranah akar rumput, diversifikasi permainan olah bola melalui futsal agar gairah bermain sepakbola semakin memasyarakat merupakan hal yang coba diseriusi.

Semua indikator yang sudah disebutkan itu kemudian didukung pula oleh peran aktif masyarakat, kerjasama dengan semua lembaga yang ada, pembangunan infrastuktur yang memadai, dan karakter sepakbola yang kuat.

Skema One National Plan Skotlandia 2017-2020

Melalui cetak biru One National Plan mereka, Skotlandia bersiap untuk memperkenalkan talenta-talenta muda berbakatnya ke panggung sepakbola dunia. Dalam beberapa tahun kedepan, The Tartan Army boleh jadi bukan lagi timnas semenjana yang bisa diremehkan oleh negara manapun.

Sebagai awalan, mereka sadar betul harus menanam mimpi besarnya agar sepakbola dapat menjadi budaya di masyarakatnya. Harapan itu kemudian dikelola dengan kesabaran. Sekarang, salah satu hasilnya mulai bisa dipanen dalam wujud Gilmour. Meski begitu, pemain mungil tersebut hanyalah secuil wajah dari masa depan sepakbola Skotlandia.

Komentar
Abdi negara yang suka nonton sepakbola tanpa huru-hara. Akun twitter @abietsaputra