Cinta adalah sebuah rasa yang timbul dari dalam hati ketika kita melihat sesuatu yang indah dan dengan pengejawentahan berbentuk pengorbanan untuk sesuatu yang tercinta. Cinta menjadi aspek yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan anak cucu Adam. Mempersoalkan cinta, tak melulu soal pasangan atau keluarga. Sepakbola pun demikian, ada cinta di dalamnya. Bentuknya adalah kesukaan kita terhadap klub tertentu, misalnya saja Manchester United.
Sepakbola tak cuma perkara gol atau kemenangan. Lebih dari itu, terselip beraneka drama sebagai bumbu penyedap dalam permainan termasyhur sejagad ini. Sebuah hal yang membuat kita semakin mencintainya. Perasaan inilah yang tertanam dalam di dada para fans. Perasaan yang di kemudian hari bisa memunculkan reaksi positif dan negatif.
Cara mengekspresikan cinta kita terhadap klub kesayangan pun bermacam-macam. Mulai dari membeli merchandise asli, menonton tim kesayangan berlaga di televisi pada pukul berapapun saban pekan, sampai menabung demi bisa datang ke stadion dari klub tersebut.
Mari kita kembali ke sebuah klub yang saya sebutkan di paragraf pertama. Mesti diakui, United merupakan salah satu kesebelasan tersukses sekaligus elite di Eropa bahkan dunia. Nama besar mereka melambung berkat serentetan prestasi yang didapat di berbagai level. Maka tak perlu kaget jika suporter The Red Devils tak cuma orang-orang Inggris atau Eropa sana, tetapi juga penggila sepakbola di benua Afrika, Amerika, Asia dan juga Australia.
Mereka inilah yang rela menggelontorkan duitnya buat membeli pernak-pernik terkait United yang begitu melimpah. Entah berupa jersi, buku, syal hingga memorabilia lainnya. Khusus bagi mereka yang ada di kota Manchester maupun Inggris secara keseluruhan, rasa cinta kepada United juga diimplementasikan dengan kerelaan menjadi pembeli setia tiket pertandingan di Stadion Old Trafford. Tak peduli bahwa harganya lumayan mahal.
Lantas bagaimana dengan mereka yang berasal dari luar Inggris dan Eropa?
Benua Asia kini telah menjadi pasar penting bagi klub-klub Eropa. Dengan jumlah penduduk yang besar dan di tengah perkembangan sepakbola Benua Kuning yang semakin masif, klub-klub Eropa sanggup masuk lewat celah-celah yang ada. Walau kerap berdalih menemui fansnya di luar Inggris, sudah bukan rahasia kalau tujuan mereka melakoni laga pramusim di Asia adalah mengeruk uang sebanyak-banyaknya.
Tren ini sendiri sudah diterapkan United sejak beberapa tahun silam. Mereka bahkan nyaris datang ke Indonesia pada tahun 2009 lalu, tetapi urung sebab Jakarta dilanda teror bom di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Teraktual, The Red Devils ‘menyapa’ fansnya di kawasan Cina dan Singapura di tahun 2019 kemarin.
Keberadaan David de Gea dan kawan-kawan di Singapura membuat fans United di Indonesia berbondong-bondong berangkat ke Negeri Singa. Mereka ingin menyaksikan aksi-aksi dari tim kesayangannya secara langsung sekaligus mengobati lara sedekade silam. Alhasil, selama kurang lebih sepekan, ada begitu banyak foto-foto dari suporter United yang hadir di Stadion Nasional Singapura dan beredar bebas di media sosial.
Setelah momen membahagiakan tersebut, bagaimana fans United di Indonesia menyambung kisah cintanya? Bagi mereka yang termasuk golongan menengah ke atas, membeli merchandise resmi tampaknya jadi sebuah kewajiban. Apa lagi jersi merupakan benda yang paling banyak diburu dan paling sering dijadikan koleksi.
Sementara mereka yang termasuk kelas menengah ke bawah, tentu berpikir masak-masak perihal apa yang bisa dibeli dan dijadikan bukti kecintaan. Walau pada akhirnya membeli produk-produk tidak resmi, setidaknya mereka tetap bisa mendapatkan sesuatu terkait klub kesayangan untuk menunjukkan emosi yang menggelegak di dada.
Salah satu keniscayaan menggemari sepakbola dan klub tertentu adalah sikap saling ejek yang terjadi antarfans. Berbekal performa semenjana dan komedik di banyak momen sepeninggal Sir Alex Ferguson, The Red Devils seringkali menjadi olok-olok pendukung tim rival belakangan ini. Akibatnya, kita kerap melihat adu argumen di media sosial yang mencuri atensi dan memantik emosi serta tawa.
Jika dahulu fans United begitu superior di hadapan pendukung Arsenal, Chelsea, Liverpool dan Manchester City, maka kini peruntungan sudah berbalik. Berdebat dengan fans dari keempat tim tersebut bisa membuat suporter United senewen sendiri. Bahkan cacian kepada penggila Tottenham Hotspur bakal jadi bumerang gara-gara skor 1-6. Paling mentok, kejemawaan mereka muncul di saat beradu tutur dengan penggemar Everton, Leicester City, dan Newcastle United.
Meski begitu, pendukung The Red Devils tak perlu berkecil hati. Mencintai klub di tengah periode terburuk merupakan bukti bahwa kesetiaan itu nyata. Suporter Arsenal, Chelsea, Liverpool, dan City juga pernah merasakan era kelamnya sendiri.
Ya, mencintai United bukanlah aib. Maka cintailah klub yang bermarkas di Stadion Old Trafford itu dengan segenap jiwa dan sepenuh akal sehat. Legenda United era 1990-an, Eric Cantona malah pernah berujar, “Kamu bisa mengganti istrimu. Bisa mengubah agamamu. Namun kamu tak bisa mengganti klub sepakbola favoritmu.”
Bila kamu bisa mendukung United saat mereka rajin memeluk gelar, mengapa kamu tak bisa mendukung mereka saat jatuh dan terpuruk? Pasalnya, roda kehidupan senantiasa berputar dan pasti menempatkan kita di atas sesekali dan di bawah sesekali.