Apotheosis Johan Cruyff

Johan Cruyff ketika membela timnas Belanda. Foto diambil dari footballpink.net

Sungguh sebuah perjalanan waktu yang cukup panjang menelusuri apa yang sudah dilakukan Johan Cruyff semasa aktif sebagai pemain dan bahkan pelatih semasa karir produktifnya di sepak bola. Bapak dan ibu saya bahkan masing-masing masih berusia 6 dan 2 tahun ketika pada tahun 1974, Cruyff dan kawan-kawan memesona dunia dengan total voetball yang konon diagungkan dan didongengkan dari generasi ke generasi di Belanda.

Menulis sosok pria bernama lengkap Hendrik Johannes Cruijff bukan hanya perkara Piala Dunia 1974. Karirnya di timnas berjalan sebelas tahun sejak 1966 sampai 1977. Dia melesakkan 33 gol bersama tim Oranje. Dengan nomor keramat 14. Cruyff adalah pesona tersendiri seperti laiknya Lionel Messi di era modern. Bahkan, saya cenderung melihat banyak kesamaan terkait keduanya. Keduanya memiliki apa yang Zen RS tulis sebagai kejeniusan individual. Aspek penting yang membuat anda akan mewajarkan mereka berdua dan pemain-pemain serupa mereka sebagai sosok yang lahir pada zaman-zaman tertentu untuk menghibur manusia lewat olah bola menawan.

Layaknya Lionel Messi, sang maestro Belanda ini pun urung menjuarai Piala Dunia. Kehebatan dan prestasi individualnya bersama Ajax dan Barcelona tidak perlu ditanyakan lagi. Ballon D’or pun beliau raih sebanyak tiga kali. Hanya berjarak satu gelar dengan Messi. Soal urusan mencetak gol jangan tanyakan, 190 gol dari 240 penampilan bersama Ajax adalah bukti sahih kemampuan mencetak gol Cruyff. Kendati pun tak mencetak gol, kejeniusan individual yang dimilikinya membuat setiap sentuhannya di lapangan selalu menghasilkan sesuatu yang magis. Ada mitos menarik dilontarkan publik Belanda, perihal urgensi kehadiran Cruyff dalam tim.

Catatan Belanda yang tidak pernah kalah apabila Cruyff mencetak gol bukanlah gembar-gembor media atau hanya isapan jempol. Itu nyata adanya. Kekalahan dari Jerman Barat di final 1974 pun konon terjadi karena gol dari eksekusi penalti dicetak the Second Johan, Johan Neeskens.

BACA JUGA:  Mengagumi Ezequiel Gonzales

Mewajarkan Cruyff yang tidak pernah mendapat gelar juara Piala Dunia adalah kasus senada yang perlu kita ingat perihal Lionel Messi. Kebetulan, kedua nama tersebut berafiliasi erat dengan sejarah FC Barcelona. Ada salah satu kata bernama apotheosis yang dalam pengertian sederhananya menurut kamus Oxford adalah “elevation of someone to divine status”. Singkatnya, apotheosis adalah gagasan yang berupaya untuk men-Tuhan-kan manusia. Hanya manusia-manusia tertentu dengan kejeniusan individual yang luar biasa yang diyakini mampu menembus titik tertinggi dalam mencapai titik kulminasi perihal apotheosis ini. Cruyff, sekali lagi, bersama Lionel Messi (mungkin), Diego Maradona hingga Pele, harusnya, secara sadar, berhak dan bahkan wajib kita masukkan sebagai kasus sukses apotheosis yang langka.

Orang yang menembus batas tertinggi terkait status apotheosis-nya adalah sesuatu yang langka dan amat sangat jarang terjadi. Bahkan di dunia sepak bola sekalipun. Dennis Bergkamp yang oleh sebagian Gooner dianggap sebagai Tuhan pun sebenarnya juga tidak sedikit pun mendekati capaian luar biasa pria kelahiran Amsterdam, 25 April 1947, selama sebelas tahun bersama timnas Belanda.

Apotheosis tentunya berbeda dengan level makrifat dalam kajian sufisme. Makrifat yang dicapai dengan Manunggaling Kawulaning Gusti seperti yang dilakukan Syekh Siti Djenar memang berbeda dengan predikat apotheosis yang perlu disematkan terhadap seorang manusia. Apabila makrifat adalah sebuah tahapan yang harus dituju untuk menyatu dengan entitas Ketuhanan, apotheosis sendiri adalah gagasan untuk bersepakat menyebut satu manusia tertentu sebagai Tuhan. Diego Maradona melakukan fase apotheosis dengan luar biasa. Dan harusnya bersama dengan beliau perlu dimasukkan nama-nama seperti Johan Cruyff dan Pele.

Seperti layaknya Tuhan yang bekerja dengan bantuan malaikat-malaikatnya, sosok-sosok di atas pun mempunyai padanan seperti itu. Pele memiliki banyak pemain hebat di sekelilingnya seperti Jairzinho, Garrincha, Tostao hingga Gerson. Maradona pun memiliki duo Jorge, Valdano dan Burruchaga. Dan Johan Cruyff pun bersanding sempurna dengan Johan Neeskens.

BACA JUGA:  Carney Chukuwuemeka: Berkembang di Chelsea atau Menjadi Loan Army?

Cruyff tidak hanya menjadi fenomena yang langka di sepak bola. Kejeniusan individual dan visi bermainnya membuat tiap rentang zaman yang terlewati dari era Pele menuju era Maradona bisa bertransisi dengan baik. Begini maksud saya, Pele bersinar pada medio 1958-1970, selama 12 tahun itu adalah era di mana dunia hanya soal Pele dan Pele. Sebelum masuk fase 1980-an dimana panggung dekade ini memang didesain khusus untuk Diego Armando Maradona, masuklah Johan Cruyff bersama Rinus Michel dan filosofi total voetball-nya yang melegenda itu. Fase 1970-an hingga 1977 adalah fase transisi yang mengantarkan dunia kepada salah satu mahakarya yang indah, menikmati sihir seorang Johan Cruyff. Tanpa melupakan kehebatan Jerman Barat dan Sang Kaisar, Franz Beckenbauer, kehadiran Cruyff menjadi warna tersendiri bagi sepak bola era saat itu. Cruyff dan tim Belandanya, selalu menjadi primadona bagi penikmat permainan atraktif dan menghibur. Fase transisi dari Pele menuju Maradona pun bisa tetap dinikmati dengan pesona Cruyff yang sedemikian masif, walau Franz Beckenbauer dengan tim Jerman Barat-nya harus memupus pesona Johan Cruyff dan kawan-kawan di final 1974.

Namun, selain kemampuan hebat dan pesona luar biasa di dunia sepak bola, Cruyff dikenal sebagai seorang perokok berat. Ketika beberapa waktu lalu divonis menderita kanker paru-paru, tak ayal seluruh dunia menyampaikan simpatinya yang mendalam terhadap pionir sepak bola Belanda ini. Berbicara tentang Cruyff tidak seperti memuji Arjen Robben atau Wesley Sneijder, bahkan di atas saya bilang, Dennis Bergkamp pun tidak ada apa-apanya dibanding Cruyff. Kegemilangan trio era Marco Van Basten-Ruud Gullit-Frank Rijkaard bahkan juga masih kalah dengan pesona tunggal seorang Johan Cruyff. Cruyff memang selayaknya mencapai level apotheosis yang sudah lebih dulu diakui keabsahannya oleh sosok Diego Maradona.

We wish you a speedy recovery, Meneer!

Komentar
Penulis bisa dihubungi di akun @isidorusrio_ untuk berbincang perihal banyak hal, khususnya sepak bola.