Adakah Harapan Bagi Sepakbola Indonesia?

“Eh, Kongres PSSI, gimana?”

“Penuh drama. Dari rilis sejumlah media, Iwan Bule (Mochamad Iriawan) terpilih jadi ketua umum yang baru.”

Begitulah sepenggal percakapan saya selepas tidur siang kemarin dengan seorang teman. Kalimat penuh drama yang dia ucapkan, cukup membuat saya penasaran.

Pada hari Sabtu (2/11) lalu, federasi sepakbola Indonesia (PSSI) menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Hotel Shangri-La, Jakarta. Agenda dalam KLB ini adalah memilih ketua umum dan wakil ketua umum serta anggota komite eksekutif (Exco) yang baru untuk periode 2019-2023. Seperti yang biasa terjadi, KLB PSSI melahirkan banyak cerita.

Salah satu calon ketua umum, La Nyalla Mattalitti, absen dari KLB sekaligus memastikan bahwa dirinya menarik diri sebagai calon karena merasa PSSI telah melanggar waktu penyelenggaraan KLB berdasarkan instruksi induk organisasi sepakbola dunia (FIFA). Sementara Bernhard Limbong, mengundurkan diri beberapa saat jelang KLB dengan alasan sibuk.

Proses pemilihan belum dimulai, tensi KLB langsung memanas pasca-diusirnya beberapa calon ketua umum yaitu Aven Hinelo, Fary Djema Francis, Sarman El Hakim, Vijaya Fitriyasa, dan Yesayas Octavianus. Sedangkan Benny Erwin memutuskan keluar ruangan meski tidak diusir. Konon, Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria, meminta mereka keluar dari ruangan karena ingin menyampaikan interupsi kepada FIFA.

“Kami maju ke depan dan Pak Fary ingin menyampaikan keberatannya kepada FIFA. Namun upaya kami dihalang-halangi petugas keamanan,” terang Vijaya seperti dilansir dari Kompas.

Alhasil, hanya tiga kandidat ketua umum yang tersisa di dalam ruangan guna mengikuti proses pemilihan yakni Arif Putra Wicaksono, Mochamad Iriawan atau biasa disapa Iwan Bule, dan Rahim Soekasah. Sampai di sini, saya mulai paham akan makna kalimat penuh drama yang diucapkan teman saya.

BACA JUGA:  Perseru dan Ironi Badak Lampung FC

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya diketahuilah siapa yang berhak memimpin PSSI untuk periode 2019-2023. Dari 86 suara voter, 82 di antaranya memilih Iwan Bule. Artinya, lelaki kelahiran Jakarta 57 tahun silam itu menang mutlak.

Resmi didapuk sebagai ketua umum PSSI yang baru, beraneka respons muncul di kalangan masyarakat. Ada yang memandang positif hal tersebut. Ada pula yang merasa sinis karena Iwan Bule menambah panjang daftar anggota Kepolisian Republik Indonesia yang memimpin sebuah lembaga sipil. Tak sampai di situ karena Iwan Bule juga masih menyandang jabatan sebagai Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

Sumber: lemhannas.go.id.

Sebagai salah satu induk organisasi olahraga yang paling sering disorot publik, terdapat segunung permasalahan yang mesti dibereskan Iwan Bule agar sepakbola Indonesia benar-benar maju.

Transparansi PSSI, banyaknya konflik kepentingan di dalam tubuh PSSI sendiri, tata kelola kompetisi, pembinaan usia muda dan pengembangan prestasi tim nasional Indonesia, kasus penunggakan gaji pemain oleh klub, peningkatan kualitas wasit, kerusuhan antarsuporter sampai berbagai kasus pengaturan skor yang melibatkan para mafia jadi pekerjaan rumah yang wajib ditangani secara sungguh-sungguh.

Sialnya, nyaris semua kasus yang berkelindan dalam sepakbola Indonesia selama ini berujung dengan ketidakpastian. Mirip seperti lelaki yang tak memberi kepastian perihal hubungannya dengan saya seorang wanita yang amat tulus mencintainya.

PSSI acap menyalakan api, tapi lari dari tanggung jawab untuk mematikannya. Padahal, api tersebut sudah menyambar pihak lain yang apesnya, justru dikambinghitamkan sebagai penyebab. Ibarat kisah cinta, ketulusan masyarakat Indonesia dalam mencintai sepakbola selalu dijawab dengan kekecewaan oleh PSSI.

BACA JUGA:  Selamat Ulang Tahun Persija!

Mereka terus saja ingkar dengan janji-janji manis yang telah diucapkan. Bahkan ketika satu luka belum kering, PSSI sudah menabur luka-luka berikutnya. Jangan heran kalau setiap mendengar nama PSSI, pikiran masyarakat selalu dihiasi hal-hal negatif.

Sebagai contoh, prestasi timnas (khususnya yang senior) di ajang regional maupun internasional. Selepas medali emas di South East Asian (SEA) Games 1989 dan 1991, Indonesia paceklik gelar juara.

Bahkan dalam kurun lima tahun pamungkas, sepakbola kita makin tertinggal dari Filipina, negara yang dahulu sering kita kalahkan dengan skor-skor mencolok. Rival-rival lain seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam, kini semakin jauh dari jangkauan.

Menjadikan PSSI sebagai organisasi yang baik dan memiliki integritas adalah kewajiban Iwan Bule sebagai ketua umum yang baru. Memang, tidak semua pekerjaan bisa ia lakukan seorang diri. Maka di situlah para pembantunya seperti duo wakil ketua umum, Cucu Soemantri dan Iwan Budianto, anggota komite eksekutif hingga sekjen PSSI memegang peranan. Di tangan mereka, masa depan sepakbola Indonesia berada.

Saya pribadi, sebagai penikmat sepak bola Indonesia kelas amatir hanya bisa menghaturkan doa. Semoga ketua umum yang baru dapat mengemban amanah yang bersemayam di pundaknya. Menjalankan kewajiban dengan serius guna memperbaiki iklim sepakbola Indonesia adalah keharusan yang tak bisa ditawar.

Seperti yang pernah diutarakan oleh salah seorang calon ketua umum, Arif Putra Wicaksono, jika kita tidak memiliki harapan terhadap PSSI, awan mendung takkan hilang dari sepakbola Indonesia.

Dari situ, saya pun ingin sekali bertanya. Bersama Iwan Bule, adakah harapan itu?

Komentar
Wanita pembaca segala rupa tulisan yang suka berpuisi pada saat patah hati. Pengagum berat Gianluigi Buffon. Dapat disapa di akun Twitter @indierhs