Alexandre Pato: Pesta, Rumor, dan Perjuangan

Potret Alexandre Pato berseragam AC Milan. (nusakini.com)

Ada banyak rumor tentang Alexandre Pato, terutama pada saat masa-masa perjuangannya di Milan. Pato terlalu banyak berpesta, Pato tidak punya keinginan, Pato ini dan itu.

Ia sebenarnya ingin menjelaskan semuanya tapi merasa terlalu muda pada waktu itu. Padahal sebagai pemain yang masih belia saat itu, Pato sendiri bermain memukau bersama AC Milan.

Melalui The Players Tribune, Pato mencoba untuk bercerita kisah perjuangannya. Ia merasa bahwa meninggalkan rumah terlalu dini. Masih berusia 11 tahun, Pato pergi untuk mengejar mimpi.

Pato sendiri tidak pernah bermain di lapangan sepakbola hingga berusia 10 tahun. Alasannya karena futsal dinilai lebih menyenangkan.

Kemudian ada tawaran kepada bapaknya agar mempertimbangkan putranya bermain sepakbola. Hari besar itu tiba, Pato menjalani uji coba di Internacional.

Mengendarai mobil Beetle bersama ayahnya, Pato berkendara dari Pato Branco ke Porto Alegre, 9 jam perjalanan. Sesampainya di sana, mereka menginap di hotel ‘melati’ karena tak mampu membayar hotel yang layak.

Perjuangan ayah dan anak tersebut tak sia-sia. Pato diterima oleh Internacional. Tapi Pato sempat tersandung cedera.

Saat dokter melakukan rontgen, mereka menemukan tumor besar. Dokter berkata bahwa lengan kiri Pato perlu dioperasi atau terpaksa harus diamputasi.

Orangtua Pato tidak punya biaya untuk melakukan operasi. Ayahnya memohon kepada dokter bahwa ia tidak ingin melihat putranya berhenti bermain bola.

Dokter yang mungkin kala itu tersentuh, menyerahkan semua tanggungan kepada dirinya. Dokter yang telah memberikan hidup kedua Pato itu bernama, Paulo Roberto Mussi.

Pada usia 17 tahun, Pato bermain di Piala Dunia Antarklub. Mencetak gol di semifinal dan melawan Barcelona di final.

Pato dkk. keluar sebagai juara dunia setelah menang 1-0 atas Barcelona. Setelah itu banyak tim besar yang mengincar jasanya.

Barcelona, Ajax, hingga Real Madrid menginginkan Pato. Tetapi AC Milan adalah pilihannya. Mengapa Milan?

Alasannya karena PlayStation. Semua pemain Milan saat itu adalah pemain yang pernah dimainkan Pato di PS. Video game telah menjadi kenyataan.

Awal kehidupannya di Milan berjalan cukup lancar. Pato memiliki orang-orang yang banyak mendukung perkembangannya. Terutama pemain-pemain yang berasal dari Brasil.

Ketika Pato kena tekel oleh Kakha Kaladze, ia ketakutan. Tapi para pemain Brasil berkata, “Jika dia menendang, cukup balas tendang saja!”

Pato tertegun, tapi ia tetap melakukannya. Bocah kecil itu telah beranjak dewasa. Kaladze jatuh, Pato kembali takut.

Tetapi Kapten Georgia itu mengulurkan tangannya dan mengacungkan jempolnya. “Kerja bagus, Nak.”

Semua berjalan baik pada awalnya. Tetapi ekspektasi yang terlalu besar mulai menggelapkan mata Pato. Pada tahun 2010, Pato cedera.

Ia kehilangan kepercayaan pada tubuhnya sendiri. Padahal ia sempat bermimpi telah memegang Piala Ballon d’Or.

Sementara semua orang terlanjur menginginkan Pato mencetak lebih banyak gol. Beban menjadi penerus Shevchenko terus menggandrungi.

Di lain sisi, karena cederanya, ia juga mulai ditinggalkan banyak orang. Nesta bahkan sempat membela Pato setelah ia tetap dimainkan saat melawan Barcelona.

Walhasil, Pato pualng ke Brasil dengan bergabung bersama Corinthians pada Januari 2013. Di sana ia tak pernah ditinggalkan siapapun.

Pato merasa lebih dimiliki bersama keluarga di tanah kelahiran.  Meski begitu, perjuangannya di Milan sangat patut untuk lebih dihargai.

Banyak berita miring yang menerpanya, tidak semuanya salah, tapi tidak juga semuanya benar. Pada akhirnya, Pato tak pernah menang menjadi pemain terbaik dunia.

Piala Ballon d’Or itu telah menjadi angan-angan semata. Tetapi jika hidup adalah permainan, maka Pato telah memenangkannya.

Komentar

This website uses cookies.