Ambisi Selangit PSG dan Kepala Pening Pochettino

Dalam bahasa Indonesia, Parc des Princes memiliki arti taman para pangeran. Seolah terinspirasi dari nama markasnya, Paris Saint-Germain (PSG) begitu rajin mengumpulkan pangeran-pangeran lapangan hijau untuk merumput di sana. Peduli setan bahwa untuk memboyong mereka dibutuhkan uang yang tidak sedikit.

Disokong dana melimpah dari emir asal Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, via Qatar Sports Investment (QSI), nama-nama seperti Gianluigi Buffon, Edinson Cavani, Angel Di Maria, Zlatan Ibrahimovic, Kylian Mbappe, Keylor Navas, Neymar, Thiago Silva sampai Marco Verratti, mau berlabuh ke Parc des Princes dan mengenakan baju Les Parisiens.

Teraktual, giliran Gianluigi Donnarumma, Achraf Hakimi, Sergio Ramos, Georginio Wijnaldum, dan figur yang disebut-sebut sebagai pangeran lapangan hijau terbaik sepanjang masa, Lionel Messi, yang resmi diboyong ke ibu kota Prancis.

Semenjak diakuisisi oleh QSI medio 2011 silam, PSG bersalin rupa. Dari kesebelasan papa yang prestasinya sedang-sedang saja menjadi tim penuh kuasa layaknya raja di Negeri Anggur lantaran konsisten memenangkan gelar.

Dari tim yang mulanya cuma dikenal di Prancis dan Eropa menjadi klub dengan nama yang mendunia. Hal itulah yang mendorong mereka bikin tim yang berdiri tahun 1970 ini berkilau di dalam dan luar lapangan.

Dalam tulisannya untuk footballtransfers, Robin Bairner mengungkap sebuah fakta menarik. Selama satu dekade menguasai PSG, QSI sudah mengeluarkan dana tak kurang dari 1,3 miliar Euro hanya untuk belanja pemain. Sebuah angka yang bikin kita geleng-geleng kepala.

Bila dirata-ratakan, mereka membeli satu pemain selama periode tersebut dengan nilai minimum sekitar 32 juta Euro. Benar-benar gila!

Wajar kalau tindak-tanduk Les Parisiens memunculkan rasa iri dan benci. Apalagi mereka seperti tak tersentuh aturan Financial Fair Play (FFP) yang dibuat induk organisasi sepakbola Eropa (UEFA). Padahal, banyak kesebelasan Benua Biru yang terpaksa tunduk pada aturan tersebut dan tak bisa bertingkah seenaknya dalam urusan transfer pemain.

Anjing menggonggong, kafilah (PSG) tetap berlalu. Mungkin pepatah itu menjadi pedoman utama QSI dalam urusan transfer pemain yang memakan biaya selangit.

BACA JUGA:  Ole Gunnar Solskjaer (Masih) Layak Diberi Dukungan

Sebelum diambilalih QSI, koleksi trofi PSG cuma dua gelar liga, delapan titel Piala Prancis, tiga Piala Liga, dua Trophee des Champions, dan masing-masing sebiji Piala Winners serta Piala Intertoto.

Kondisi berbeda dirasakan mereka setelah QSI menyuntikkan dananya secara masif. Tujuh titel liga, masing-masing enam Piala Prancis dan Piala Liga serta delapan Trophee des Champions sanggup dibawa pulang ke Stadion Parc des Princes.

Dilansir oleh Deloitte, PSG merupakan klub sepakbola ketujuh dengan pendapatan terbesar di dunia (540,6 juta Euro) dalam daftar 2021 Money League. Mereka hanya kalah dari tim-tim seperti Barcelona, Bayern Munchen, Liverpool, duo Manchester, dan Real Madrid.

Bisa dikatakan, misi QSI untuk menjadikan Les Parisiens sebagai jenama sepakbola global dengan cara mengumpulkan para pangeran lapangan hijau, memanen prestasi, hingga bekerja sama dengan apparel ternama, mulai menampakkan hasilnya.

Akan tetapi, masih ada satu ambisi besar mereka yang belum terwujud yakni menahbiskan diri sebagai klub terbaik di Benua Biru dengan memenangkan kejuaraan antarklub nomor wahid, Liga Champions.

Pihak QSI sadar bahwa dengan menjuarai ajang tersebut, popularitas PSG akan terdongkrak sampai langit ketujuh, bersanding dengan kesebelasan mapan asal Inggris dan Spanyol. Dengan demikian, publik akan menilai bahwa investasi mereka berjalan dengan baik.

Selain itu, QSI juga memiliki misi terselubung. Bila PSG sanggup menjuarai Liga Champions, nama Qatar bakal semakin terangkat dan melahirkan kesan positif. Apalagi mereka bakal menjadi tuan rumah turnamen sepakbola antarnegara paling megah sejagad, Piala Dunia, pada tahun 2022 mendatang.

Sebetulnya peluang untuk mengangkat trofi Si Kuping Besar tinggi-tinggi datang pada musim 2019/2020 lalu usai PSG melenggang ke final. Nahas, perjuangan mereka nirhasil sebab keok di tangan Bayern dengan skor tipis 1-0.

Kendati gagal, manajemen Les Parisiens melihat bahwa kans untuk mewujudkannya selalu terbuka. Tak peduli sesulit apapun langkah menuju ke sana.

Oleh karenanya, PSG terus berupaya membangun armada tempur yang pilih tanding sehingga Nasser Al-Khelaifi tak lagi melotot di tribun kehormatan Parc des Princes dengan dada yang disesaki perasaan murka akibat klub yang ia pimpin rontok cepat dari ajang Liga Champions.

BACA JUGA:  Napoli vs Manchester City: Mengintip Model Permainan Napoli dan City

Beban Mauricio Pochettino

Persoalan membangun tim tak pernah sekalipun bikin QSI pusing. Arsitek tim, Mauricio Pochettino, jelas senang dengan sokongan luar biasa tersebut.

Namun di balik senyum yang merekah di wajah eks pelatih Espanyol, Southampton dan Tottenham Hotspur itu, materi skuad fantastis yang mereka miliki saat ini pasti bikin kepalanya pening.

Bagaimana tidak, lelaki Argentina tersebut kudu mampu meramu strategi yang paling tepat untuk mengakomodir presensi Donnarumma, Messi, Ramos, dan Wijnaldum yang memiliki kaliber starter di posisinya masing-masing.

Tak peduli bahwa mereka masih punya Navas di bawah mistar, Presnel Kimpembe dan Marquinhos di jantung pertahanan, Julian Drexler serta Verratti di area tengah, plus Neymar dan Mbappe di sektor penyerangan.

Bermaterikan skuad adiluhung, beban yang ada di pundak Pochettino akan semakin berat demi menjawab ambisi QSI di PSG. Ia harus bekerja keras dan cerdas untuk mewujudkannya. Baik di level domestik, lebih-lebih lagi kontinental.

Di luar masalah prestasi, lelaki berumur 49 tahun tersebut harus mampu mengendalikan situasi di ruang ganti dari segala macam konflik akibat ego menjulang para pangeran lapangan hijau.

Pada musim 2020/2021 kemarin, Pochettino hanya sanggup mengantar PSG memenangkan Piala Prancis dan Trophee des Champions. Rapor itu dinilai tak memuaskan karena Navas dan kawan-kawan kehilangan titel Ligue 1.

Menyongsong musim 2021/2022, Pochettino sudah gagal memenangkan Trophee des Champions usai takluk di tangan Lille OSC. Tersisa tiga trofi yang dapat ia persembahkan untuk klub yakni Ligue 1, Piala Prancis, dan Liga Champions.

Andai pada tiga kompetisi di atas Pochettino gagal membawa PSG menjadi kampiun, QSI takkan ragu untuk mendepaknya lebih dini seperti yang dialami Thomas Tuchel. Sebab tak cuma royal, QSI juga dikenal dengan sifat demanding dan kejamnya.

Komentar