Masa recovery (pemulihan) pasca-tanding/latihan sangatlah penting untuk diperhatikan bagi atlet profesional. Mereka tidak boleh asal memilih makanan dan minuman setelah pertandingan, melainkan harus dipilih secara tepat dan hati-hati, seperti halnya dengan pemilihan makanan dan minuman sebelum pertandingan.
Begitu juga jika atlet melakukan latihan lebih dari 1 kali sehari, makanan yang dikonsumsi untuk masa recovery setelah latihan sesi sebelumnya harus diperhatikan guna efektivitas latihan di sesi berikutnya.
Pada bagian yang pertama ini, penulis akan lebih berfokus pada pembahasan terhadap pengisian kembali energi (refueling) pasca-latihan/tanding.
Kapan waktu yang tepat untuk memulai masa pemulihan?
Waktu terbaik untuk memulai refueling adalah sesegera mungkin setelah latihan, dibandingkan pada waktu lainnya. Secara spesifik, rentang waktu 2 jam setelah latihan adalah waktu yang paling tepat.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan agar tidak kehilangan waktu penting tersebut adalah atlet harus mengonsumsi makanan dalam waktu 30 menit pasca-latihan dan kemudian mengonsumsi juga snack dalam 2 jam dan 4 jam setelah latihan (USADA, 2013).
Penelitian juga telah menunjukkan bahwa pengisian kembali glikogen pasca-latihan/olahraga berlangsung dibagi ke dalam tiga tahap berbeda.
Selama 2 jam pertama adalah waktu pengisian paling cepat, yaitu 150% lebih cepat dari normal (Ivy et al, 1988 dalam Bean, 2009). Selama 4 jam berikutnya kecepatan pengisian melambat, tetapi tetap lebih tinggi dari normal. Kemudian, setelah periode ini, produksi glikogen kembali ke tingkat normal. Hal ini sangat penting diperhatikan bagi para atlet, terutama mereka yang berlatih 2 kali sehari (Bean, 2009).
Ada beberapa alasan mengapa pengisian glikogen lebih cepat selama periode pasca-latihan. Pertama, konsumsi karbohidrat merangsang pelepasan insulin (hormon yang dihasilkan tubuh untuk menyerap glukosa), sehingga dapat meningkatkan jumlah glukosa (gula) yang diambil oleh sel-sel otot dari aliran darah, dan merangsang aksi enzim pembentuk glikogen.
Kedua, selama pasca-latihan, membran sel otot lebih permeabel terhadap glukosa sehingga mereka dapat mengambil lebih banyak glukosa dari biasanya (Bean, 2009).
Pada saat setelah selesainya latihan/pertandingan olahraga di mana simpanan glikogen berada pada jumlah terendah di dalam tubuh, kadar enzim glycogen synthetase di dalam aliran darah juga akan berada pada titik tertinggi sehingga pemberian karbohidrat pada masa ini secara efisien akan mengisi kembali simpanan glikogen tubuh (Irawan, 2007).
Berapa banyak karbohidrat yang sebaiknya dikonsumsi?
Salah satu tujuan utama mengonsumsi karbohidrat setelah selesainya olahraga adalah untuk mengisi kembali simpanan glikogen yang terpakai sehingga kondisi atlet dapat secara cepat dipulihkan agar dapat menjadi lebih siap untuk menghadapi sesi latihan atau pertandingan selanjutnya (Irawan, 2007).
Kebanyakan peneliti merekomendasikan konsumsi karbohidrat sebanyak 1 g/kg berat badan selama 2 jam pasca latihan (IAAF, 2007; Ivy et al, 1988 dalam Bean, 2009). Misalnya, jika berat badan atlet 70 kg, maka ia perlu mengonsumsi 70 g karbohidrat minimal 2 jam pasca tanding/latihan. Jika atlet menyelesaikan latihan terakhir di malam hari, ia tetap masih membutuhkan proses refueling, jadi tidak boleh tidur dengan perut kosong!
Jika meninggalkan celah panjang tanpa makan, pemulihan dan penyimpanan kembali glikogen akan lebih lambat. Kemudian, jika atlet tidak bisa mengonsumsi makanan padat dalam waktu 30 menit setelah latihan, cobalah konsumsi sport drinks dan snack 2 dan 4 jam pasca tanding/latihan. Hal ini juga sekaligus dapat memastikan atlet tetap terhidrasi pasca tanding/latihan (USADA, 2013).
Jenis sumber karbohidrat seperti apa yang terbaik untuk dikonsumsi?
Makanan dengan Indeks Glikemik (IG) tinggi dapat menyebabkan peningkatan pesat dalam kadar glukosa darah, sehingga tampak logis bahwa makanan IG tinggi adalah yang paling tepat dalam meningkatkan pengisian kembali glikogen selama periode pasca-latihan awal.
Itu benar dan sejumlah studi telah menunjukkan bahwa pengisian glikogen dengan memanfaatkan konsumsi makanan IG tinggi akan menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan konsumsi makanan IG rendah, khususnya selama 2 jam pertama pasca latihan/tanding (Burke et al., 2004; Burke et al., 1993).
Namun, para peneliti Denmark menemukan bahwa, setelah 24 jam, penyimpanan glikogen otot adalah sama pada diet makanan IG tinggi dan IG rendah (Kiens et al., 1990 dalam Bean, 2009). Dengan kata lain, makanan IG tinggi selama pasca latihan/tanding dapat memulihkan glikogen lebih cepat pada 2 jam pertama, tetapi makanan IG rendah akan menghasilkan tingkat yang sama selama waktu pemulihan 24 jam setelah latihan.
Para peneliti di Loughborough University menemukan bahwa ketika atlet mengonsumsi makanan IG rendah selama periode 24 jam setelah latihan, mereka mampu untuk latihan kembali sebelum kelelahan dibandingkan dengan mereka yang mengonsumsi makanan IG tinggi (Stevensonet al., 2005). Diet IG rendah juga mendorong pembakaran lemak yang lebih besar, yang tidak hanya menguntungkan kinerja, tetapi juga dapat membantu guna pembakaran lemak (agar tidak overweight).
Intinya adalah jika melakukan latihan intens setiap hari atau dua kali sehari, pastikan mengonsumsi makanan IG tinggi selama 2 jam pertama pasca latihan. Namun, jika latihan hanya sekali sehari (atau lebih jarang dari itu), maka makanan IG rendah meningkatkan daya tahan tubuh dan kinerja pada latihan berikutnya.
Bagaimana dengan peran protein selama masa pemulihan?
Menggabungkan protein dengan karbohidrat telah terbukti lebih efektif dalam meningkatkan pemulihan glikogen daripada hanya mengandalkan karbohidrat saja.
Hal ini karena campuran protein-karbohidrat merangsang output yang lebih besar dari insulin, sehingga mampu mempercepat penyerapan glukosa dan asam amino dari aliran darah ke dalam sel-sel otot, sehingga meningkatkan sintesis glikogen dan protein, serta menghambat kenaikan kortisol. Kortisol menekan laju sintesis protein dan menstimulasi pemecahan protein (Bean, 2009).
Mengonsumsi minuman protein-karbohidrat juga dapat meningkatkan pemulihan dan sintesis otot setelah latihan resistensi dibandingkan dengan karbohidrat saja. Para peneliti di University of Texas Medical Branch mengukur tingkat yang lebih tinggi dari retensi protein pada atlet setelah mengonsumsi minuman yang mengandung campuran karbohidrat, protein dan asam amino dibandingkan dengan minuman yang hanya mengandung karbohidrat saja pada jumlah kalori yang sama (Borsheimet al., 2004).
Para peneliti di Universitas James Madison telah menunjukkan bahwa minuman karbohidrat-protein juga mengurangi kerusakan otot pasca latihan dan nyeri otot (Luden et al., 2007).
Atlet sepeda yang mengonsumsi minuman yang mengandung campuran protein, karbohidrat, dan antioksidan segera setelah latihan memiliki tingkat lebih rendah dari creatine kinase (enzim yang menunjukkan kerusakan otot) dalam urin mereka dibandingkan dengan yang mengonsumsi hanya mengonsumsi minuman karbohidrat saja.
Konsumsi makanan dan minuman pasca latihan yang optimal harus mencakup protein dan karbohidrat dalam rasio sekitar 1:4. Ini tidak termasuk makanan tambahan atau suplemen. Minuman susu adalah pilihan yang baik, terutama susu skim adalah minuman pemulihan yang hampir sempurna, baik dari segi pengisian glikogen pada otot dan juga untuk rehidrasi.
Para peneliti di University of Connecticut menemukan bahwa susu skim menghasilkan lingkungan hormonal yang lebih menguntungkan segera setelah latihan dibandingkan dengan sports drink karbohidrat (Miller et al., 2002). Efek menguntungkan lain dari susu skim adalah bahwa susu skim memiliki kadar lemak yang lebih rendah/bahkan tidak mengandung lemak sama sekali.
Makanan yang disarankan untuk memaksimalkan pemulihan, contohnya bagel/sandwich dengan campuran protein (ayam, tuna, keju, telur), pasta, buah-buahan, yoghurt, sereal dengan susu rendah lemak, selai kacang, sports drink, sports bar (yang mengandung karbohidrat dan protein), kentang panggang, buah, jus buah, dan lain-lain (Bean, 2009 dan USADA, 2013).
Apakah waktu istirahat juga harus diperhatikan?
Banyak atlet ragu untuk mengurangi waktu latihan mereka karena khawatir mengalami penurunan dalam performa. Padahal, istirahat justru dapat meningkatkan performa, bukan sebaliknya.
Atlet tidak akan kehilangan kebugarannya, melainkan dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan, serta dengan otot yang penuh bahan bakar (dari glikogen). Atlet yang meremehkan istirahat, hingga overtraining, maka sebenarnya mereka telah mendekatkan diri pada resiko cedera, deplesi glikogen kronis, kelelahan kronis, dan penurunan kinerja.
Atlet seperti ini sering berharap bahwa suplemen vitamin, makanan khusus olahraga, pil, dan ramuan lainnya akan meningkatkan energi mereka. Padahal, sebenarnya yang paling mereka butuhkan adalah istirahat. Jika atlet sangat overtrained, maka bisa-bisa memerlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk benar-benar pulih (Clark, 2008).
Kesimpulannya, selama masa recovery, agar proses pengisian kembali energi (refueling) pasca-latihan/tanding dapat efektif, maka para atlet harus memperhatikan timing/waktu yang tepat untuk memulainya. Kedua adalah jenis zat gizi yang harus diutamakan untuk dikonsumsi, yaitu karbohidrat dan protein, serta lemak dalam jumlah cukup (tidak berlebihan). Ketiga adalah pentingnya untuk memperhatikan waktu istirahat.