“Tim yang Pep Guardiola tangani di Barcelona dibangun oleh Frank Rijkaard dan kemudian ia beruntung memiliki Lionel Messi. Adalah Messi yang membentuk Barcelona, bukan Pep. Luis Enrique telah membuktikan bahwa sukses Barcelona bukan karena Guardiola,” ungkap Dimitri Seluk, agen Yaya Toure.
Si agen kontroversial melanjutkan, “Hal yang sama terjadi di Bayern Munchen. Bayern meraih treble sebelum Guardiola datang. Mereka sudah punya sebuah tim bagus di lapangan dan kebersamaan oke di luar lapangan. Ia tak bakal bisa gagal. Kakek saya bahkan bisa menjuarai liga dengan tim itu.”
Ucapan Dimitri Seluk, bahwa Guardiola hanya sekadar numpang tenar di Barcelona dan Bayern Munchen tidak bisa dibenarkan sepenuhnya. Saya pikir, ungkapan tersebut hanya bentuk manuver dari agen Yaya Toure tersebut ketika melihat sedikit cela dari karier kepelatihan Pep yang sampai sejauh ini memang terbilang luar biasa.
Siapa yang menyangkal bahwa Guardiola adalah sosok pelatih jenius? Sekalipun apa yang diutarakan Seluk benar adanya, tak ada yang benar-benar menyangsikan kapasitas Guardiola. Agen berbadan tegap tersebut memang tengah “bermusuhan” dengan Guardiola lantaran Yaya Toure tak mendapatkan tempat di skuat Manchester City.
Saya sendiri pernah berasumsi sama bahwa siapa pun bisa melatih Barcelona. Bahkan pernah membayangkan Barcelona akan baik-baik saja meskipun tanpa sosok pelatih.
Tapi saya kira, pengaruh Guardiola selama di Barcelona lebih dari sekadar melatih dan memenangi pertandingan. Ia melakukan lebih dari itu. Jika Johan Cruyff telah menanamkan ideologi, Barcelona di bawah kendali Guardiola adalah representasi paling ideal dari ideologi yang diusung pria Belanda tersebut.
Lebih jauh lagi, tangan dingin seorang Guardiola sedikit banyak memengaruhi permainan timnas Spanyol era Vicente Del Bosque di mana mereka mampu mengawinkan trofi Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2012.
Bukan kebetulan juga jika Jerman berhasil menggondol Piala Dunia di Brasil tepat ketika Guardiola melatih Bayern Munchen, yang notabene memang dihuni sebagian besar penggawa FC Hollywood. Siapa yang tahu?
Barangkali, berdasarkan logika yang sama kenapa Isidorus Rio dalam salah satu tulisannya di Detik Sport berharap timnas Inggris dapat mengambil hal positif setelah Guardiola memutuskan untuk berlabuh di Manchester Biru.
“Guardiola adalah pelatih yang paling komplet!” Anda tahu siapa yang melontarkan pujian tersebut? Namanya Jorge Valdano, salah satu legenda Real Madrid, rival paling panas bagi Barcelona. Kalimat tersebut Valdano ucapkan ketika membela Guardiola yang dihujani kritik karena gagal memenangi Liga Champions bersama Bayern Munchen.
Senada dengan Valdano, Paul Pogba juga mengungkapkan kekagumannya kepada Guardiola. “Guardiola punya pengalaman yang hebat. Ia panutan untuk skuat dan Anda selalu bisa belajar darinya,” ungkap gelandang berambut atraktif tersebut kepada Sky Sport Deutschland.
Tak ada manusia yang sempurna. Begitu pula dengan Guardiola yang mempunyai rekam jejak buruk ketika berurusan dengan pemain-pemain yang tak sepaham dengannya. Ia tidak akan segan-segan untuk membangkucadangkan atau bahkan mendepak tanpa ampun kepada siapa pun yang tidak sepemikiran dengan dirinya.
Guardiola bisa saja berkilah bahwa apa yang ia lakukan demi kebaikan tim. Tapi memang cukup banyak pemain yang menyuarakan rasa tidak suka terhadap sikap pria Catalan ini.
Mulai dari Zlatan Ibrahimovic, Yaya Toure, Frank Ribery, Mario Mandzukic, Samuel Eto’o, Xerdan Shaqiri, hingga Joe Hart adalah deretan nama-nama yang pernah dan sedang berkonfrontasi dengan Guardiola.
“Di bawah Carlo Ancelotti, saya akhirnya merasa dipercaya lagi, dia pelatih yang hebat. Saya butuh seseorang seperti dia, Jupp Heynckes atau Ottmar Hitzfeld,” sindir Ribery selepas Ancelotti ditunjuk sebagai pelatih Bayern Munchen menggantikan Guardiola.
Pertanyaannya adalah, apa sebetulnya yang membuat sejumlah pemain sedemikian bencinya terhadap Guardiola?
Guardiola memiliki pakem sendiri dalam pola kepelatihannya. Filosofi Juego de Posicion yang diusungnya menekankan penguasaan bola dan kekompakan tim sebagai suatu unit. Artinya, filosofi tersebut mesti melibatkan semua elemen tim.
Alasan tersebut menjadi dasar sikap Guardiola mendepak Zlatan Ibrahimovic yang individualis dan Joe Hart yang pragmatis.
Adalah wajar jika seorang pelatih memilih pemain yang disukainya dan mengabaikan pemain yang tidak masuk dalam rencana. Namun masalahannya, Guardiola acapkali meninggalkan kesan buruk terhadap pemain-pemain yang tak menjadi pilihan utama.
Simak penuturan beberapa pemain yang sudah pernah bekerja di bawah kendali Guardiola.
“Dia adalah pelatih yang sangat baik dalam hal apa yang terjadi di lapangan, tetapi komunikasinya tidak begitu baik dengan saya,” kenang Shaqiri.
“Guardiola membuat saya kecewa karena dia tidak memperlakukan saya dengan rasa hormat. Bayern Munchen dua kali lebih bagus ketika ditangani Heynckes,” ungkap Mandzukic kepada Sportske Novosti.
“Guardiola adalah seorang pelatih yang fantastis. Tapi sebagai seorang manusia? Dia adalah seorang pengecut. Dia bukan pria,” tegas Zlatan Ibrahimovic.
“Guardiola tidak pernah berani mengatakan terus terang di depanku. Dia pasti memberitahu lewat pemain lain. Xavi bilang bahwa mereka ingin aku bertahan tapi aku harus berbicara pada Guardiola. Aku bilang “Tidak akan, jika Anda tidak menghormatiku, maka aku juga begitu,”” kata Samuel Eto’o.
Konfrontasinya dengan Yaya Toure dan agennya semakin memperkeruh hubungan dua kubu yang memang sudah retak sejak keduanya di Barcelona. Dan dari sana dapat kita lihat dua wajah Guardiola. Dikagumi dan dibenci sekaligus.
Tapi memang manusiawi. Kita tak akan pernah bisa memuaskan semua pihak. Begitulah kehidupan ini berjalan. Kebencian dan rasa kagum selalu berjalan beriringan. Tinggal sisi mana yang ingin kita kenang akan seorang jenius.
Bersama City, Guardiola berhasil menyapu bersih 10 pertandingan dengan catatan 10 kemenangan di paruh awal musim 2015/2016. Catatan yang luar bisa untuk seorang jenius dengan banyak musuh dan sempat diragukan akan mampu beradaptasi dengan Inggris begitu cepat.
Anda boleh membencinya. Namun jangan lupa, kejeniusan seorang Guardiola tak akan luntur meski Anda membencinya hingga liang lahat.